TCSC IAKMI Jatim: Bebaskan Pengaruh Rokok yang Bukan Perokok

Dari kiri: Dr.Sri Widati, S.Sos, M.Si. anggota TCSC IAKMI Jatim .Ilham Akhsanu Ridlo, S.KM., M.Kes. dosen FKM Unair dari departemen administrasi dan kebijakan kesehatan. Kurnia Dwi Artanti, dr., M.Sc. departemen epidemiologi Dr.Santi Martini,dr., M.Kes ketua tcsc IAKMI Jatim

Surabaya, Bhirawa
Perjuangan Tobacco Control Support Centre Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI) Jatim hatus lebih gigij dan lebih keras lagi jika menginginkan Orang tidak merokok tidak terdampak oleh peokok aktif. persoalannya meskipun Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sudah dibuat namun perokok aktif bukannya berkurang malah bertambah,” Kalau pada tahun lalu perokok aktif hanya bejumlah 7,6 % namun kini malah membengkak jadi 9,2 % ungkap Dr.Sri Widati, S.Sos, M.Si. anggota TCSC IAKMI Jatim pada sejumlah jurnalis saat .memperingati hari tanpa tembakau se dunia Jumat (31/5) di ruang Sabdoadi FKM kampus C Unair Surabaya.
Hadir pada acara tersebut selain Sri Widati, juga tercatat Ilham Akhsanu Ridlo, S.KM., M.Kes. dosen FKM Unair dari departemen administrasi dan kebijakan kesehatan.
Kurnia Dwi Artanti, dr., M.Sc. departemen epidemiologi Dr.Santi Martini,dr., M.Kes ketua tcsc IAKMI Jatim
Sandungan lain yang dianggap cukup menghambat untuk membumikan Perda Nomor 2 Tahun 2019 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah penerimaan Pemkot Surabaya akan rencana dilakukannya Konfrensi tingkat Asia, World Tobacco Asia (WTA) tentang peralatan dan pengolahan rokok dan pabrik rokok secara modern,”Rencananya perhelatan akbar tingkat Asia tersebut akan dilakukan pada Oktober 2019 tahun ini di Grand City Surabaya, jadi kalau Pemkot menyetujui ini maka akan ironis, satu sisi ada Pedra KTR sisi lain Prmkot mengijinkan adanya perhelatan akbar tingkat Asia soal rokok, “Tegas Sri Widati.
Untuk itu, TCSC IAKMI Jatim minta tolong kerjasamanya berbagai pihak terutama media massa agar apa yang menjadi angannya tercapai sebab mereka yakin dan optimis apa yang menjadi angan perjuanannya akan sukses dengan bantuan dan goodwill berbagai pihak
Terutama kaum jurnalis dengan tulisan tulisannya,” Memang untuk melakukan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan karena semuanya membutuhkan proses.
Kota Surabaya lanjutnya, telah mengesahkan Perda Nomor 2 Tahun 2019 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Perda ini menggantikan Perda No 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM). Jika dulu Tempat Kerja dan Tempat Umum digolongkan sebagai Kawasan Terbatas Merokok maka pada Perda KTR yang terbaru 7 (tujuh) kawasan dijadikan Kawasan Tanpa Rokok. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang hanya mengenal KTR, tidak ada istilah KTM. Ke tujuh Kawasan tersebut meliputi:
1. Fasilitas kesehatan
2. Tempat belajar mengajar
3. Arena anak bermain
4. Tempat ibadah
5. Kendaraan umum
6. Tempat kerja
7. Tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan sebagai KTR
Keberadaan Perda KTR ini bertujuan untuk:
1. Menciptakan ruang dan lingkungan hidup yang bersih dan sehat
2. Melindungi kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat dari bahaya rokok.
3. Melindungi usia produktif, remaja dan ibu hamil
4. Meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat akan bahaya rokok.
Di samping Kota Surabaya, di Jawa Timur telah disahkan Perda KTR di Kabupaten/ Kota sebagai berikut:
1. Kab. Sidoarjo
2. Kota Malang
3. Kab. Blitar
4. Kab. Tulungagung
5. Kab. Trenggalek
6. Kab. Tuban
7. Kota Madiun
8. Kab. Ngawi
Sedangkan Perbup tentang KTR ada di Kab.Lamongan, Kab. Gresik, Kab. Ngawi
Sementara menyusul Perda KTR di Kab. Jombang, Kab. Banyuwangi dan Kab. Bojonegoro (yang menjadi dampingan TCSC – IAKMI Jawa Timur).
Di samping amanat Undang-Undang Kesehatan, keberadaan Perda KTR juga merupakan seruan dari Kementerian Dalam Negeri. Melaui SE Mendagri Nomor 440/7468/Bangda Tanggal 28 November 2018.
Dalam penilaian “Kota Sehat” dan “Kab/ Kota Layak Anak” (KLA) juga dipersaratan keberadaan Perda tentang KTR dan pelaksanaannya yang nyata.
Mengapa rokok sedemikian dipermasalahkan? Karena rokok sebenarnya bukan barang normal, melainkan konsumsi yang tergolong zat adiktif (menimbulkan ketagihan/ kecanduan, disamping dampak buruk bagi kesehatan) dan perniagaannya dikenakan cukai sebagaimana alkohol/ miras.
Masyarakat sebenarnya sudah memahami kebiasaan merokok menjadi pemicu terjadinya berbagai gangguan kesehatan serta datangnya penyakit. Banyak sekali bukti tentang dampak buruk merokok, namun ketergantungan merokok dalam masyarakat kita masih tinggi. Dalam laporan tahunan WHO tahun 2018 tercatat 36% penduduk Indonesia atau setara dengan lebih dari 80 juta penduduk Indonesia merokok. Jika kebijakan tetap seperti saat ini, maka WHO memperkirakan jumlah perokok di Indonesia akan naik menjadi 90 juta orang pada 2025 kelak. Sesuai dengan hasil penelitian Universitas Indonesia yang mengungkapkan bahwa setiap hari tidak kurang dari 500 masyarakat kita meninggal dunia akibat menghisap asap rokok.
Melihat dampak yang sangat membahayakan bagi kehidupan, maka berbagai penelitian telah dilakukan agar masyarakat paham mengenai kandungan dalam tembakau rokok. Dengan harapan dapat memengurangi kebiasaan merokok di Indonesia.
Dari berbagai penelitian, ditemukan tidak kurang 2500 macam komponen bahan kimia dalam sebatang rokok. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1100 komponen dapat diidentifikasi langsung dalam asap rokok, sedangkan sisanya dipecah dan bergabung dengan zat lain menjadi komponen baru..(ma)

Tags: