Teater Lingkar Surabaya Usung ‘Mamasura Kota II : Distopia’

Teater Lingkar Surabaya pentaskan Mamasura Kota II : Distopia’ di Gedung Kesenian Cak Durasim, Rabu (14/8). [Gegeh Bagus Setiadi]

Ketika Upaya Melawan Hoaks Dipentaskan Lewat Panggung Teater
Kota Surabaya, Bhirawa
Selain sebagai media ekspresi seni, teater bisa menjadi medium untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat mengenai isu terkini. saat ini, masyarakat dicekoki kabar bohong (hoaks) yang tidak tahu asalnya. Tidak sedikit pula yang telah termakan dan mempercayai informasi tersebut tanpa harus klarifikasi.
Menyikapi akan bahaya kabar hoax tersebut, Teater Lingkar Surabaya mengajak masyarakat untuk lebih waspada terhadap penyebaran informasi melalui seni. Lewat pementasan mereka berjudul ‘Mamasura Kota II : Distopia’ yang digelar di Gedung Cak Durasim, Surabaya, Jawa Timur (14/8).
‘Siapakah pencipta mata-mata buram dari sebuah kata-kata?’, begitulah penggalan naskah Mamasura Kota II : Distopia. Begitulah manusia memanipulasi sebuah informasi untuk kepentingan mereka sendiri.
“Dalam pementasan ini, kami mencoba menghadirkan kenyataan-kenyataan yang terjadi untuk mengingatkan kembali masyarakat agar lebih waspada,” ujar Nanda Esa selaku Pimpinan Produksi Mamasura Kota II : Distopia.
Menurutnya, secara tidak sadar penyebaran informasi yang bebas dan masif kini semakin sulit untuk dikendalikan. Egois manusia pun juga tersebar lewat informasi yang hanya menguntungkan beberapa pihak.
“Kita tahu bahwa informasi kini semakin mudah disebarkan dan sangat besar potensi untuk memanipulasi sebuah informasi. Berita hoax tersebar dengan mudah dan cepatnya. Karena kurangnya pengetahuan atau kurang waspadanya masyarakat maka dengan mudah mereka mempercayai informasi yang masuk,” tambahnya.
Selain ingin mengingatkan masyarakat untuk waspada terhadap penyebaran informasi, menurut Iqbal Jazuli selaku sutradara, dalam naskah ini kami ingin mengingatkan kepada masyarakat untuk tidak mudah dikendalikan oleh ego manusia.
“Distopia itu sendiri merupakan ruang imajiner dalam pikiran manusia. Sebuah tempat yang bahkan tidak pernah diharapkan dalam kenyataan. Tempat penuh dengan Mamasura atau iblis penyebab ke-egoisan,” tambah Iqbal.
Dalam naskah ini kita mencoba untuk menghandirkan apa yang kami lihat ke atas panggung. Mulai dari propaganda, doktrinisasi, pencucian otak, hingga perundungan, kami kemas dalam sebuah pertunjukan berdurasi 60 menit.
Iqbal menambahkan, saat manusia telah mempersilahkan ego untuk menguasai diri mereka, maka Distopia tidak akan hadir sebagai ruang imajiner saja, namun akan menjadi sebuah tempat yang nyata. Tempat yang benar-benar tidak pernah diharapkan untuk ada dalam kenyataan.
“Dengan pementasan ini kami berharap penonton mampu menyadari kehadiran ego dalam diri mereka, namun tidak membuat ego itu sendiri menguasai mereka sehingga Distopia yang tidak pernah kita harapkan tidak akan pernah ada,” tutupnya.
Sementara, Supervisi pementasan Mamasura Kota II : Distopia, Ryan Herdiansyah menjelaskan bahwa proses kreatif kali ini adalah sebuah pengalaman-pengalaman saat menyaksikan pementasan teater.
Menurutnya, proses seni teater adalah hal yang pertunjukan yang sarat akan ilmu dan manusiawi. “Dengan segala warna, baik orang dan musik. Oleh sebab itu, seorang aktor harus kuat,” jelasnya.
Menurut Gamo, sapaan akrab Ryan, pementasan ini untuk menunjukkan bahwa keegoisan tidak bisa dihilangkan. Sebab, setiap hal yang dilakukan pasti ada dasarnya. Memakai properti koran salah satunya yakni ada beberapa muatan yang kita angkat. “Koran adalah media massa yang bisa dipertanggungjawabkan untuk melawan hoaks.
Teater Lingkar Surabaya yang merupakan Unit Kegiatan Mahasiswa di Sekolah Tinggi Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa-AWS) ini berdiri sejak 1997 lalu. Dan pada 8 Agustus 2019 lalu genap berusia 22 Tahun. Pentas produksi Mamasura Kota II : Distopia ini merupakan salah satu rangkaian acara Dies Natalies Teater Lingkar Surabaya yang ke-22.
Teater Lingkar Surabaya sering mengangkat soal permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi disekitar. Lewat pertunjukan teater, Teater Lingkar Surabaya mencoba untuk mengaplikasikan hasil studi ilmu komunikasi yang mereka dapatkan untuk kemudian disuguhkan kepada masyarakat sebagai sebuah edukasi. Beberapa naskah pernah dipentaskan Teater Lingkar Surabaya yaitu Kursi Rimba, Srawung, Malam Botak dan Pleidoi Setan. [Gegeh Bagus Setiadi]

Tags: