Teater SMKN 12 Surabaya Tampilkan Lakon Cindelaras

Penampilan Tim Theater SMKN 12 pada lomba Fragmen Budi Pekerti yang mengusung cerita Cinderalas dan membawa mereka meraih juara II dan sabet aktor terbaik FBP 2018, beberapa wkatu yang lalu.

Angkat Norma Budaya Bangsa Melalui Fragmen Budi Pekerti
Surabaya, Bhirawa
Ajang Fragmen Budi Pekerti (FBP) menjadi kesempatan yang baik dalam menyampaikan norma adat istiadat dan budaya yang selama ini dipegang teguh bagi masyarakat Indonesia. Terlebih tantangan globalisasi lambat laun semakin mengikis norma-norma kehidupan yang dulu pernah dianut. Oleh karenanya, melalui pertunjukkan Cindelaras yang dikemas dengan sedikit sentuhan inovatif dalam ceritanya, tim theater SMKN 12 Surabaya ingin menyampaikan pesan musyawarah yang “dulu” sangat melekat dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Diungkapkan pelatih theater SMKN 12, Agung Kasas saat ini pelajar Indonesia krisis akan sifat terpuji. Hal itu terlihat ketika peran media sosial yang tidak lagi sebagai wadah komunikasi dan informasi, yang bergeser menjadi wadah menghakimi kesalahan kesalahan orang lain tanpa mendengarkan penjelasannya. Dalam kehidupan bermasyarakat pun hal tersebut juga terjadi.
“Ini kami tempelkan pesan musyawarah. Kenapa? Kondisi main hakim sendiri, orang salah sedikit saja semua ikut menghakimi, ikut menyalahkan dan membenci ini yang membuat kami menyampaikan pesan ini. Kejadian itu sesuai ketika Panji Asmoro melarang warga untuk menghakimi Wadal Werdi, meskipun dia bersalah,” ungkap dia.
Kendati dalam cerita sebenarnya Panji Laras identik dengan tarung jago ayam untuk mengalahkan Wadal Werdi sehingga bisa bertemu dengan ayah kandungny, Raden Putra. Namun dalam kompetisi FBP ini pihaknnya memasukkan unsur permainan sepakbolah sebagai pengganti tarung jago.
“Jadi emang sedikit kita rubah dari sisi bagaimana Panji Laras bisa bertemu ayahnya. Sepakbola kami pilih karena permainan ini menjunjung sportifitas tidak hanya bagi pemain tapi juga supporter,” kata dia.
Pihaknya menilai jika cerita Cinderalas lebih fleksibel untuk diangkat ke banyak versi. Terlebih ketika mengangkat unsur tradisi juga etika. Yang menjadi unik dalam pertunjukkan FBP yang diusung adalah kemampuan akting dari setiap individu yang dibarengi dengan kemampuan musikalisasi para pemain.
“Untuk pertunjukkan ini kita mengusung konsep setiap pemeran harus jadi pemusik. kita mengejar di pertunjukkan tradisi. Di mana musik tidak hanya menjadi pengiring melainkan menjadi sebuah roh dalam pertunjukkan. Musik sebagai sebuah satu kesatuan dalam pertunjukkan, papar dia.
Konsep tersebut, menurut dia, salah satu kunci dalam menghidupkan cerita yang diangkat. meskipun tidak semua pemain bisa memainkan musik. “Kita terus asah kemampuan mereka selama dua bulan. Sampai benar-benar menguasai instrument musik yang akan mengiringi pertunjukkan,” lanjut dia.
Diakui Agung Kasas meskipun menampilkan pertunjukkan yang istimewa, namun pihaknya akan melakukan evaluasi pada keaktoran masing-masing pemeran. Sebab, menurut dia para lakon belum bisa menyelemi teks sebagai rohnya. “Mereka hanya sekedar menyampaikan teks. Sehingga teks belum punya bagian dari dirinya,” imbuh dia.

Taklukkan Dua Peran, Raih Aktor Terbaik
Kendati belum mendapati pemain yang bagus dalam meghayati setiap kalimat pada teks scenario, namun ada satu aktor yang mendapat sorotan dari penampilannya yang begitu memukau. Bagaimana tidak, selain dituntut untuk menguasai musik dan karaketr, Shobirin yang merupakan pemain pendukung tokoh utama juga harus mendalami dua karakter sekaligus. Yaitu menjadi karakter kakek dari tokoh utama Panji Laras juga seorang prajurit. Siswa kelas IX jurusan Seni Teather SMKN 12 Surabaya jika penghargaan sebagai aktor terbaik di tingkat provinsi merupakan kali pertamanya. Mengingat itu bukan menjadi target utamanya.
“Yang terpenting ketika saya memainkan peran. Appaun peran itu harus dengan hati yang ikhlas, bermain dengan total dan meyakini bahwa ketika diatas panggung saya bukan lagi sobirin melainkan kakek cindelaras dan seorang prajurit,” tutur dia.
Lebih lanjut, Shobirin menceritakan dalam theater FBP 2018 kali ini pihaknya berkesempatan mendalami dua peran sekaligus. Untuk peran seorang kakek yang berusia 65 tahun, ia harus memulai dengan berbagai pengamatan. Baik yang dilakukan dilingkungan rumahnya maupun melalui berbagai referensi yang didapat dari internet.
“Saya harus tau kakek-kakek berumur 65 tahun itu memilik fisik seperti apa, jalanya bagaimana, suaranya bagaimana,”jelas Shobirin.
Setelah memerankan menjadi seorang kakek, Shobirin harus berpindah peran menjadi seorang prajurit. “Ini tantangan bagi saya. Bagaimana merubah karakter kakek menjadi seorang prajurit yang gagah. Dengan sifat yang sedikit kurang ajar terhadap raja”kata Shobirin. [ina]

Tags: