Tegar Menatap Tahun 2018

Foto Ilustrasi

Inilah tahun 2018, yang diharapkan membawa perubahan di dalam negeri, dan tata pergaulan global. Tahun 2017 telah berlalu, ditutup dengan dua kebijakan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.Dunia terguncang, tak terkecuali Indonesia. Di dalam negeri, tahun 2018, akan menjadi tahun politik nasional dan ke-daerahan. Akan digelar pilkada serentak, memilih Kepala Daerah (Gubernur serta Bupati dan Walikota) baru.
Tahun (2017) lalu, awal tahun dibuka dengan inflasi tinggi. Pemicunya bukan kenaikan harga BBM maupun beras, melainkan melambungnya harga kebutuhan dapur. Daging, cabai, berbagai sayuran dan ikan, naik sampai 30%. Inflasi pada bulan Januari tercatat sebesar 0,97%. Tertinggi selama tiga tahun terakhir. Inflasi juga diderek oleh kebijakan pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) kelas rakyat (900 VA). Serta kenaikan biaya pengurusan STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) turut melambungkan inflasi.
Ke-gaduhan sosial juga menjadi “pelajaran” pada tahun 2017, diantaranya berupa maraknya berita bohong (hoax) melalui media sosial. Bagai “perang” terbuka tanpa batas. Berbagai penyiaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi, telah dimanfaatkan untuk propaganda. Sekaligus menghantam pihak lain yang dianggap sebagai penghalang. Tanpa batas menyatakan pendapat, kebebasan nyata-nyata telah menyebabkan kegaduhan sosial.
Dampak hoax, tidak tanggung-tanggung, bisa mengancam persatuan dan ketahanan nasional. Namun harus diakui, tidak mudah memberantas hoax. Pembohongan berita makin marak seiring Pilkada Jakarta. Dijadikan ajang pencitraan (narsis) kelompok. Sekaligus menghantam paslon (pasangan calon) lain yang tidak disukai. Telah terjadi perang hoax sangat masif, ditebar melalui media sosial. Jutaan kalimat penistaan, sarkasme (kasar), serta besifat memecah belah, di-posting secara brutal.
Media sosial bagai “lumbung” besar hoax. Walau terkesan tergopoh-gopoh, pemerintah telah merespons maraknya hoax. Sampai membentuk tim cyber (Badan Siber Nasional)`. Itu setelah presiden Jokowi menjadi “korban,” tayangan penistaan. Yakni, melalui isi buku yang di-posting (dan ditawarkan) melalui media sosial. Kini giliran KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) bekerjasama dengan beberapa Pemda mencegah maraknya hoax.
Masyarakat Indonesia telah menjadi pengguna telepon selular berbasis internet terbesar ketiga di dunia. Ditaksir lebih dari 136 juta masyarakat Indonesia telah terhubung internet. Angka itu telah lebih dari separuh jumlah penduduk Indonesia (256 juta jiwa). Berdasarkan berbagai survei, sangat banyak akses internet digunakan secara tidak bijak. Antaralain, separuh dari akses internet digunakan untuk membukan konten porno.
Pemerintah (melalui Kementerian Infokom) kini mewajibkan daftar ulang setiap nomor telepon seluler. Sehingga setiap hoax, dan penipuan dapat diketahui seketika oleh aparat kepolisian. Namun boleh jadi hoax, tidak akan mudah dihentikan. Karena tahun (2018) ini akan dilaksanakan pilkada serentak (gelombang ketiga).Seru, karena diikuti 171 daerah, termasuk 17 pilihan gubernur. Diantaranya, pilgub bersama 13 pilbupdan 5 pilwali di Jatim.
Tetapi yang paling menghebohkan pada tahun 2017, dan selalu diharapkan masyarakat pada tahun 2018 adalah OTT (Operasi Tangkap tangan).Karena seringnya OTT KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), sampai di-khawatir-kan Indonesia (dan daerah) akan kehabisan pejabat. KPK juga memenangkan adu cepat mengadili koruptor berjamaah (kasus e-KTP) paling spektakuler. Ketua DPR (non-aktif) akhirnya bisa diadili, setelah “drama” pra-peradilan (kedua) ditolak.
Berbagai tragedi kepedihan tahun 2017sudah berlalu. Sekaligus wajib menjadi “guru” paling berharga, menuntut respons lebih baik (dan tepat). Masih banyak tragedi bencana alam (lingkungan) memerlukan antisipasi berkelanjutan. Juga masih banyak “bencana” sosial menuntut kinerja pemerintah, agar makin sigap. Sambil tetap berharap, bahwa pemerintah (dan daerah) lebih cerdas mengelola kebijakan.

——— 000 ———

Rate this article!
Tegar Menatap Tahun 2018,5 / 5 ( 1votes )
Tags: