Teguh Prasetya, Pemuda Asal Bojonegoro Geluti Budidaya Cabai Pelangi

Salah satu pemuda asal Bojonegoro yang hobi menggeluti budidaya berbagai tanaman cabai unik. [achmad basir]

Bermodal Medsos, Berhasil Menanam Belasan Varietas
Kabupaten Bojonegoro, Bhirawa
Warnanya yang mencolok dan rasanya juga pedas dan bisa untuk teman menyantap gorengan, membuat cabai rainbow atau yang dikenal dengan nama cabai pelangi kini mulai menjadi barang buruan kalangan penghobi tanaman cabai. Cabai yang memiliki varian warna lebih dari satu ini sedang menjadi tren terutama di dunia agribisnis tanaman hias.
Salah satu pemuda mengenakan kaos putih serta celana pendek warna hitam tengah sibuk merawat tanaman hias, dialah  bernama lengkap Teguh Prasetya (25), warga asli Dusun Balong Desa Sendangrejo Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro yang menangkap peluang bisnis dan membudidayakan tanaman cabai pelangi.  Bermodal medsos, Teguh berhasil menanam belasan varietas cabai.
Saat wartawan koran ini berada di rumahnya di lantai dua, pemandangan tak terduga terlihat. Bagaimana tidak, dek lantai dua itu telah disulap menjadi rumah tanaman lengkap dengan median hidroponik buatan tangan Teguh. Sehingga penanamannya tanpa mengenal musim. Di dalamnya terdapat berbagai tanaman hortikulutura, termasuk cabai dengan beragam warna-warninya.  “Ini varietas cabai yang sangat jarang di Bojonegoro. Namanya rainbow chili atau cabai pelangi,” jelas Teguh.
Tak heran jika cabai tersebut memiliki nama demikian karena memang kulitnya berwarna seperti pelangi. Yakni merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Dia meyakini bahwa cabai varietas ini berasal dari Bolivia Amerika Selatan. Bahkan, untuk mendapatkan benihnya pun sangat sulit karena tak sembarang petani punya. “Kalau di Bojonegoro tentunya tidak ada. Saya beli berbagai macam benih cabai ini dari komunitas pecinta cabai se-nusantara yang ada di media sosial facebook,” ujarnya.
Selain cabai pelangi,Teguh masih memiliki varietas cabai lainnya. Satu yang sangat unik adalah cabai petter lantaran bentuknya unik.
“Pedasnya luar biasa. Di atas rata-rata cabai lokal. Pernah dipakai sekali buat sambal. Keluarga tak mau mencoba kedua kalinya,” jelas Teguh sambil tersenyum.
Kemajuan pesat membudidaya cabai tak lepas dari kegemarannya berselancar di dunia maya. Sejak lulus sekolah SMK, pemuda (25) tersebut menghabiskan sebagian besar waktunya berinternetan di rumah. Laptopnya bisa terus menyala lebih dari enam jam sehari. Namun, di balik aktivitas itu, dirinya juga mencari informasi terkait tanaman.
“Karena memang hobi tandur-tandur. Dan tertarik tanam cabai karena kebetulan tahu ada yang punya bentuk tidak biasa,” paparnya.
Setelah mendapat informasi tentang ragam varietas cabai dan cara tanamnya, Teguh mulai mencari komunitas pecinta cabai dari medsos. Namun tak satupun dari regional Bojonegoro.
Menurutnya, pangsa pasar cabai tersebut di Bojonegoro sangat minim. Selain harga benih  lebih mahal, perawatannya juga lebih sulit daripada cabai lokal. ” Harga jual mulai Rp 25 hingga Rp 30 ribu,” imbuhnya.
Pada awal budidaya, Teguh hanya bermodal Rp 100 ribu untuk beberapa benih cabai. Di antaranya cabai super hot carolina reaper, rainbow chili, seven pot primo, big black mama, peter dan sebagainya.
Modal tersebut dari tabungan uang saku semasa sekolah dulu. Hasilnya cukup menguntungkan. Selama hampir setahun sejak memulai pada 2012, Teguh dapat membuat median hidroponik sepanjang hampir 10 meter dengan biaya sendiri. Begitupun teknik pembuatannya yang dipelajari secara otodidak dengan bantuan komunitas pecinta cabai di medsos facebook.
“Ya hanya dari sharing ilmu dalam halaman fans komunitas pecinta cabai di facebook. Komunitas itu berbasis di Bandung, Jakarta dan kota-kota besar lainnya,”  jelasnya. [Achmad Basir]

Tags: