Tekan Biaya Produksi, Kurangi Jam Kerja dan Pangkas Uang Lembur

Sejumlah perusahaan masih mempertahankan karyawannya, langkah pengurangan jam kerja berpengaruh terhadap penghasilan yang mereka peroleh.

Sejumlah perusahaan masih mempertahankan karyawannya, langkah pengurangan jam kerja berpengaruh terhadap penghasilan yang mereka peroleh.

Surabaya, Bhirawa
Melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional beberapa bulan ini telah membawa permasalahan besar terhadap tenaga kerja yang bekerja pada sektor produksi. Pemutusan Hubungan Kerja secara besar-besaran diambil sebagai langkah paling terakhir demi menyelamatkan finansial perusahaan yang mengalami defisit anggaran.
Namun ada beberapa perusahaan yang masih tetap memperkerjakan karyawannya, meskipun kondisi finansial dalam kondisi bahaya. Yakni dengan mengurangi jam kerja perusahaan dan melakukan pemangkasan uang lembur.
Seperti CV Anugrah Garment, yang di wakili oleh Lydia Ongkowijojo, berlokasi di Kendangsari Surabaya, yang memperkerjakan 50 tenaga kerja baik untuk penjahitan, penyablonan, dan bagian finshing. Perusahaan tersebut saat ini lebih memilih memperkerjakan karyawannya secara bergantian. Karena sepinya permintaan kebutuhan garmen ditempat usaha yang dikelolanya.
“Kalau mem-PHK saya rasa kurang manusiawi, karena 70% karyawan disini merupakan warga sekitar yang mengais rezeki ditempat ini. Kami lebih memilih untuk melakukan pengurangan jam kerja demi efisiensi keuangan perusahaan akibat dari pelemahan rupiah. Kita melihat  beberapa rekanan perusahaan kami sudah mulai teriak karena ‘bottom line’ (laba) kita sudah mulai tergerus,” kata, Minggu (27/9).
Selain pengurangan jam kerja, lanjut dia, ekstra pendapatan seperti uang lembur untuk bagian produksi juga dilakukan pemangkasan. Dahulu bagi mereka yang melakukan lembur selama 3 jam lebih dari jam kerja mendapatkan Rp.30 ribu per harinya. Tetapi sekarang maksimal lembur hanya 1 jam saja dan tidak mendapatkan uang lembur.
“Kami akui memang sangat berat, jika harus memangkas uang lembur. Karena karyawan disini kebanyakan memang sudah cukup berusia antara 40-60 tahun. Dan kebanyakan adalah ibu-ibu yang menggantungkan hidupnya dari usaha ini,” terangnya.
Senada dengan CV Anugrah Garmen, Rudi Kusnadi direktur PT. Andika Furniture yang bergerak dalam bidang ekspor furniture usahanya saat ini terbilang lesu karena mahalnya sejumlah bahan baku pendukung furniture mengalami peningkatan. Memangkas penghasilan karyawan memang sangat tidak nyaman, karena membuat daya beli karyawan mengalami penurunan.
“Dengan di pangkasnya penghasilan menyebabkan daya beli karyawan mengalami penurunan. Tetapi hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari kondisi ekonomi global yang juga sedang terpuruk. Memang Indonesia tidak separah Malaysia, yang nilai mata uang ringgit mengalami pelemahan, tetapi perlu di ingat perbandingan kaum pekerja di Indonesia jauh lebih banyak di bandingkan di Malaysia,” ujarnya.
Sementara itu, Rudi Kusnadi, mengharapkan jika kondisi ekonomi di tahun depan harus membaik. Jika kondisi tersebut masih sama dan memburuk, tidak mustahil PHK bisa menghampir perusahaan ini. Atau kami harus pindah ke daerah yang memiliki UMR relatif terjangkau. [wil]

Tags: