Teladan Moralitas Nabi SAW

Foto Ilustrasi

Dalam sebulan (Maulud 1439 Hijriyah) ini sebagian besar masjid di Indonesia akan memperingati Mauludan, hari lahir Nabi Muhammad SAW. Negara (dan pemerintah RI) secara resmi juga memperingati hari besar keagamaan ini. Berbagai cara memperingati Maulid Nabi, termasuk dengan pembacaan kisah perjalanan hidupnya. Di berbagai daerah, aparat TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan Kepolisian turut larut dalam acara pembacaan shalawat Nabi SAW.
Peringatan Mauludan, dijadikan sebagai sarana peng-akrab-an aparat dengan rakyat. Terutama untuk mem-bentengi masyarakat terhadap “serangan” paham radikalisme, dan ekstremisme. Bisa bermuara pada terorisme ber-altar keagamaan. Bisa dipastikan, seluruh radikalis dan teroris, tidak suka kumpul-kumpul untuk pembacaan shalawat Nabi SAW. Juga tidak suka jamaah istighotsah (kelompok doa bersama serta pembacaan surat Yasin dan tahlil).
Radikalisme (dan terorisme), sesungguhnya ber-akar pada aliran salafy(yang menyimpang) berpusat di Arab Saudi. Ciri khas salafy, diantaranya, menolak konsep empat madz-hab, yang biasa dianut masyarakat Indonesia (dan mayoritas seluruh dunia). Ini menyebabkan pengucilan dari pergaulan muslim internasional. Arab Saudi tidak menjadi rujukan ke-agama-an Islam. Bahkan kelompok yang menyimpang dapat “meng-ekspor” terorisme ke seluruh dunia.
Terorisme, pasti, bertentangan dengan keagungan akhlaq (moralitas) Kanjeng Nabi SAW.Keteladanan Nabi Muhammad SAW, dikisahkan sebagai biografi oleh berbagai ahli dari berbagai bangsa, Arab hingga Eropa, yang muslim maupun non-muslim.Salahsatunya ditulis Michel G. Hart, yang menempatkan beliau SAW sebagai tokoh nomor satu paling berpengaruh di dunia, di atas Nabi Isa a.s., dan Isac Newton (penemu fisika grafitasi).
Karena berkah sawwab Nabi SAW pula, buku ini laris, menjadi best seller selama dua dekade.Di Indonesia, diterjemahkan oleh mantan Ketua Umum PWI Pusat, alm. H. Mahbub Djunaedi dengan judul “Seratus Tokoh,” akhir dekade 1970-an).Yang berbahasa Arab, ditulis oleh ulama-ulama sejak zaman awal (abad ke-9), serta penghimpunan sejarah hidup beliau pasca perang salib.
Diantara kitab yang paling masyhur mencertikan keagungan Nabi SAW, ditulis oleh imam besar Syekh Abdurrahman ad-Diba’i.Kitab (buku-bukunya) sangat masyhur karena sastranya indah, terutama yang memuat biografi berjudul”Maulid-Diba’iyah.” Pada pasal 14 diktum ke-9 disebutkan: “Rasulullah SAW lahir dalam posisi sujud dan berucaphamdalah.”
Dalam berbagai hadits dikisahkan keseharian beliau sebagai kepala rumahtangga. Dengan sanad berasal dari istrinya sayyidah Aisyah r.a., dikatakan, “Rasulullah biasa membantu cuci pakaian, perah susu kambing, membersihkan lantai, juga makan bersama pembantu dengan menu yang sama.”Pada saat paceklik, gulungan jubahnya diganjal lima biji batu, menandakan beliau tidak makan selama lima hari. Padahal beliau seorang pemimpin negara!
Dalam beberapa hadits shahih dikabarkan, bahwa Nabi SAW, sangat santun terhadap musuh. Tetapi tidak pernah gentar dalam perang mempertahankan diri. Begitu pula dalam perjanjian Madinah, misalnya, umat Yahudi (dan non-muslim lainnya) lebih diuntungkan. Walau di-kritisi para sahabat, namun Nabi SAW menyetujui “draft” yang disodorkan kamu non-muslim. Tak lama terbukti, Nabi SAW lebih benar.
Selama hidup, Nabi Muhammad SAW tidak men-teror kelompok lain. Seluruhnya berupa kenangan manis. Moral yang “manis” itu pula yang menyebabkan ajaran Islam berkembang sangat cepat ke seluruh dunia. Ketika Nabi SAW mangkat, tidak meninggalkan harta warisan. Aset pribadinya berupa uang 80 dirham dan 2 kavling tanah sudah dihibahkan untuk negara.
Keagungan moralitas beliau SAW, wajib diteladani, oleh pejabat, maupun rakyat. Nabi SAW tidak pernah ber-wasiat menurunkan kekuasaan kepada anak maupun kerabat.Serta tidak ber-wasiat tentang bentuk negara (khilafah) untuk negeri mayoritas muslim.

——— 000 ———

Rate this article!
Tags: