Telemedicine, Opsi Layanan Kesehatan di Tengah Pandemi

Oleh :
Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya

Badai pendemi Covid-19 telah meluluhlantakan sendi-sendi masyarakat dan bernegara. Korban bertumbangan terlebih bagi mereka pahlawan kesehatan di garda dan benteng terakhir penanganan Covid-19. Tenaga medis yang mengandalkan praktik profesi sebagai tenaga profesional kesehatan sangat merasakan dampaknya. Diyakini jumlah kunjungan mengalami terjun bebas, di sisi lain jikalau ada pasien tentu membutuhkan perubahan adaptasi penanganan “khusus” jika dibandingkan dengan kondisi normal minimal penerapan protokol kesehatan yang ketat dan berlapis, selain itu upaya proteksi atas risiko paparan penularan tentu juga semakin ketat dan terkadang agak ribet, misalnya mengurangi dan membatasi jumlah antrean, jeda waktu yang kian panjang dan mungkin Alat Pelindung Diri (APD) handal dan memadai.

Di sisi lain masyarakat sebagai penerima layanan kesehatan baik di layanan kesehatan rumah sakit, puskesmas, klinik dan lain-lain maupun kunjungan di praktik dokter juga mengalami perubahan orientasi. Jika kondisi tidak termasuk emergensi dan gawat darurat tentu kemungkinan mengurungkan untuk berkunjung ke layanan Kesehatan. Alih-alih memperoleh pengobatan dan kesembuhan, potensi terpapar virus korona sangat terbuka terutama di layanan Kesehatan sebagai salah satu area yang berpotensi menjadi episentrum penularan Covid-19. Kondisi pandemi harus disikapi sebagai momentum upaya transformasi digitalisasi teknologi informasi di bidang kesehatan dan kedokteran dalam bentuk layanan kedokteran jarak jauh atau telemedicine. Pelayanan tersebut dinilai sebagai salah satu terobosan di tengah wabah virus corona (Covid-19).

Penerapan Telemedicine

Layanan telemedicine adalah perkembangan teknologi yang tidak bisa terelakkan lagi keberadaannya. Telemedicine juga merupakan instrumen dengan pendekatan penerapan teknologi yang memungkinkan pasien berdiskusi dengan dokter secara privat, tanpa harus bertatap muka secara langsung. Diskusi tersebut akan membantu pasien mendapatkan informasi mengenai dugaan diagnosis, perawatan atau penanganan pertama pada penyakit maupun kasus cedera, hingga tips dalam meningkatkan kesehatan tubuh. Peraturan dari sisi dokter maupun pasien penggunapun masih terus digodok, untuk mencari solusi yang bisa menguntungkan kedua belah pihak. Kedepannya, penggunaan telemedicine akan terus dirancang bukan untuk menggantikan kunjungan ke dokter, tetapi sebagai pendamping perawatan yang semakin baik, efisien, dan tentu saja tepat serta memberikan kesembuhan dan aspek pemulihan semakin baik.

Di beberapa negara dunia, penggunaan teknologi telemedicine sudah dilakukan sejak lama. Namun di Indonesia, teknologi ini baru mulai umum digunakan sejak beberapa tahun terakhir. Sebenarnya secara filosofi awal layanan telemedicine bertujuan untuk memperkuat fasilitas pelayanan kesehatan di tingkat primer khususnya pada daerah terpencil, termarginal dan terluar. Selain itu juga terkait aspek pemerataan akses kesehatan, seperti persebaran tenaga kesehatan yang belum merata, masalah geografis dan topografis serta masih minimnya berbagai sarana, prasarana dan fasilitas kesehatan di beberapa area tertentu. Jenis E-health tersebut akan menciptakan fasilitas pelayanan kesehatan yang reliable dan cost-efficient. Walaupun dibutuhkan perangkat dan sumber daya teknologi informasi yang tidak sedikit, seperti akses internet, pembangkit tenaga listrik, alat periksa, dan platform website, tetapi telemedicine akan bermanfaat dalam jangka panjang. Berdasarkan regulasi layanan telemedicine tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Dalam Permenkes tersebut menjelaskan bahwa telemedicine adalah pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat. Layanan spesifik berupa konsultasi untuk menegakkan diagnosis, terapi, dan/atau pencegahan penyakit. Meski demikian dalam penerapan lebih lanjut dibutuhkan penguatan dari sisi koridor etik dan hukum, misalnya tentang apa saja yang pantas atau bisa dilakukan melelalui telemedicine secara etik dan secara hukum. Kemudian, mana yang tidak bisa dilakukan telemedicine, seperti upayan tindakan lebih detail memerlukan alat tertentu atau tindakan yang invasif maupun tindakan gawat darurat (emergency) maupun beberapa penanganan yang bersifat khusus dimana mutlak tidak bisa ditangani secara telemedicine.

———– *** ————-

Tags: