Tembakau Kasturi Jember Tembus Rp36 Ribu

Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan ESDM Jember Drs. Achmad Sudiyono saat komunikasi dengan para petani tembakau Kasturi di halaman gudang salah satu gudang pabrik rokok di sekitar kecamatan Patrang Jember.

Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan ESDM Jember Drs. Achmad Sudiyono saat komunikasi dengan para petani tembakau Kasturi di halaman gudang salah satu gudang pabrik rokok di sekitar kecamatan Patrang Jember.

Kab.Jember, Bhirawa
Para petani tembakau Jember kini sudah mulai menemukan titik terang, karena  tembakau produksinya mulai ditampung oleh pabrikan. Bahkan  Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan ESDM Drs.Achmad Sudiyono menyempatkan diri melihat secara langsung proses pembelian tembakau jenis kasturi disalah satu gudang pabrik rokok terbesar yang ada di Jember, Selasa (20/10).
“Pabrikan tidak memiliki target berapa kebutuhan yang dibutuhkan, yang penting tembakau petani bagus kwalitasnya, kami akan terus melakukan pembelian,” ujar Wongso Budi salah satu penanggung jawab gudang rokok yang ada di Patrang.
Menurut Wongso Budi, proses pembelian tembakau Kasturi ini berlangsung sejak bulan Juli 2015 kemarin. Harga petani tembakau ini dibeli oleh dirinya berkisar antara Rp.32 ribu – hingga Rp.36 ribu/kilogram  sesuai dengan kwalitas tembakaunya.” Kami membeli daun tembakau bagaian tengah hingga ke atas. Untuk bagian bawah kami tidak membelinya,” katanya.
Kepala Dinas Perindustrian Perdagamgan dan ESDM Kab. Jember, Drs. Achmad Sudiyono mengaku bahwa hasil produksi tembakau petani saat ini kwalitas cukup bagus, sehingga pabrikan mau membelinya. Bila dibandung bulan-bulan sebelumnya, kwalitas tembakau rusak akibat debu gunung raung. “Kami tidak mau memaksa pabrikan untuk membeli jika kwalitasnya jelek atau rusak,” tandasnya.
Oleh karena itu, harap Achmad, kedepan harus dilakukan kemitraan antara pabrikan dengan petani. Mulai dari berapa kebutuhan yang dibutuhkan pabrikan, kemudian pabrikan melakukan pendampingan mulai dari pembibitan dan pupuk.
“Sehingga kebutuhan pabrikan baik mengenai kwalitas maupun kwantitas dapat terpenuhi. Kejadian sebelumnya, terlihat tidak adanya koordinasi dari pabrikan dengan petani  berapa kebutuhan dan kwalitas yang dibutuhkan oleh pabrikan.  Sehingga kebutuhan tembakau yang diharapkan pabrikan dan kwantitasnya tidak terukur, sehingga terjadi overload produksi,” terangnya pula. [efi]

Tags: