Tenaga Honorer RSUD Mojokerto Wadul DPRD

tenaga-honorer-k2-beraksi-di-pemkab-kudusKota Mojokerto, Bhirawa
Nasib  puluhan tenaga cleaning service RSU Dr Wahidin Sudiro Husodo, Kota Mojokerto agar tetap dipekerjakan sebagai karyawan kontrak dibawah manajemen RS pupus. Menyusul sikap manajemen RS milik Pemkot Mojokerto tak memperpanjang kontrak kerja dan memilih menggandeng pihak ketiga.
Sikap itu dinyatakan Kabag Umum RSU Dr Wahidin Sudiro Husodo, Supriyanto usai menemui anggota Komisi II DPRD Kota Mojokerto, Senin (23/3) kemarin. Supriyanto dipanggil Komisi II DPRD setelah sebelumnya para honorer itu mengadu ke DPRD Kota Mojokerto.
”Ikatan kontrak kerja 50 tenaga cleaning service yang bertugas di tiga sektor berakhir 31 Desember 2014. Dan mulai Januari 2015 status mereka sebagai tenaga outsourching dibawah PT IGSA,” kata Supriyanto.
Pengalihan tenaga kontrak cleaning service ke PT IGSA, ujar Supriyanto, selain berakhirnya masa kontrak kerja juga karena regulasi BULD. ”Tenaga cleaning service dan Satpam di RSt berstatus BULD bisa dipihakketigakan. Karena untuk urusan ini tak menggunakan APBD tapi pendapatan BULD,” kilahnya.
Dan lagi, lanjut Supriyanto, tahun ini anggaran tenaga cleaning service tak dianggarkan di APBD.
”Hak-hak normatif mereka (tenaga cleaning service) tak terkurangi. Sama persis dengan yang diberikan RS. Jadi kalau mereka menolak bekerja di PT IGSA , tentunya akan rugi sendiri. Karena kontrak mereka dengan RS sudah berakhir demi hukum,” tukasnya.
Supriyanto mengaku tak tahu persis nama maupun jumlah tenaga cleaning service yang mengadu ke Dewan. ”Ada pengaduan FNPBI (Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia) soal tenaga cleaning service ke Dewan. Tapi masih belum jelas, apakah yang mengadu itu yang bersangkutan atau aktivis FNBPI yang memberi advokasi,” pungkasnya.
Sebelumnya, tenaga cleaning service RSU Dr Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto mengadu ke Komisi III  DPRD Kota Mojokerto, lantaran ikatan kerja mereka dengan manajemen RS dialihkan ke pihak ketiga secara sepihak.
Dihadapan ketua dan anggota Komisi yang membidangi Kesra itu, beberapa pewakilan pekerja yang tergabung dalam FNPBI Mojokerto itu tegas menyatakan menolak pelimpahan hubungan kerja dari RS ke PT IGSA.
”Kami menolak bekerjasama dengan rekanan RS, PT IGSA. Selain tanpa pemberitahuan dan tanpa adanya PHK (pemutusan hubungan kerja), dengan cara pelimpahan, status kami menjadi pekerja outsourching. Padahal, tenaga outsourching telah dilarang. Cara ini jelas-jelas sangat merugikan kami yang sudah dipekerjakan sebagai karyawan kontrak RSt sejak tahun 2009,” kata Siswanto, salah satu pekerja.
Menanggapi keluhan ini, Ketua Komisi III DPRD Kota Mojokerto, Junaedi Malik menyatakan akan segera meminta klarifikasi ke manajemen RS melalui hearing yang juga akan melibatkan Bagian Hukum dan Disnakertrans Kota Mojokerto.
”Karena baru satu pihak, tentunya tidak bisa kita mengambil sikap. Makanya segera kita gelar hearing untuk mengetahui kasus posisinya dulu,” kata politisi PKB itu. [kar]

Tags: