Tenggelamkan Bandar Narkoba

Karikatur bandar NarkobaIndonesia sudah menjadi lama “pasar” narkoba dari China, terutama melalui jalur laut. Tetapi takkan lama, jalur distribusi ini akan terjaga lebih ketat. Setidaknya, dengan komitmen BNN (Badan Nasional Narkotika), untuk menenggelamkan barang (beserta kapalnya) ke laut. Ini bagai “hukuman mati” di tempat, seketika pula. Pengedar narkoba perlu memperoleh straight justice,  karena di dalam penjara pun pengedar narkoba masih bisa menjalankan bisnis haramnya.
Sebagian terbesar (80%) “impor” narkoba di-distribusikan melalui angkutan laut. Indonesia dengan ribuan pulau, menjadi kawasan paling empuk peredaran narkoba. Modusnya, narkoba di-oper angkut dari kapal besar ke kapal kecil, lokasinya persis di perbatasan perairan internasional. Tak jarang, kapal kayu lokal turut disewa, dengan tujuan pulau Jawa. Sebagaimana terjadi di pantai selatan Sukabumi (Pelabuhan Ratu). Hal yang sama terjadi pantai Cikupa, Tangerang.
Pantai lain yang tersebar di seluruh Indonesia, tak kalah mirisnya. Maka logis, peredaran narkoba tak pernah mengendur, bahkan menunjukka tren meningkat. Ini semakin mencemaskan upaya pemberantasan narkoba. Maka wajar muncul wacana menenggelamkan kapal angkut narkoba. Itu digagas oleh Kepala BNN Komjen Budi Waseso. Meng-adopsi hukuman terhadap pencuri ikan yang tertangkap di laut.
Narkoba (bersama korupsi dan tindak pidana pencucian uang), digolongkan sebagai extra ordinary crime. Kriminal yang bersifat khusus paling jahat, sehingga harus ditangani secara khusus. Hukumannya harus khusus (maksimal) pula. Sehingga wajar, presiden telah bertekad tidak memberi grasi (pengampunan) bandar narkoba. Tetapi hukuman mati, dirasa masih lembek, karena eksekusinya memerlukan waktu lama. Setidaknya sampai lima tahun.
Waktu tunggu eksekusi biasanya digunakan oleh bandar narkoba tetap mengendalikan bisnisnya. Berdasar catatan BNN, 60% persen peredaran narkoba dikendalikan oleh bandar dari dalam penjara. Inilah yang menggemaskan, sehingga seluruh dunia men-dendam kepada bandar narkoba. Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention Againts Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances (tahun 1988). Yakni melalui UU No 7 tahun 1997.
Konvensi itu, memberi label khusus perdagangan obat narkotika dan bahan psikotropika sebagai kejahatan serius. Dalam Pasal 3 ayat (6) disebutkan bahwa pemerintah harus memastikan pengenaan sanksi yang maksimum. Bersyukur, sudah banyak pengadilan pertama (PN, Pengadilan Negeri) menjatuhkan vonis maksimal, hukuman mati. Lebih lagi pada tingkat kasasi.
Begitu pula regulasi (UU dan Peraturan Pemerintah) mendukung penajaman hukuman, dengan mengurangi hak napi bandar narkoba. Problem terbesar pemberantasan narkoba, adalah sistem pembinaan di Lapas. Penjara masih bagai “sorga” napi bandar narkoba. Bandar malah dipanggil dengan sebutan “bos” oleh sesama napi maupun oleh petugas Lapas. Karena itu diperlukan Lapas lebih serius, misalnya di-isolasi bagai napi teroris.
Misalnya PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tatacara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. PP ini mensejajarkan napi bandar narkoba dengan napi teroris, dan koruptor. Yang dibidik pada PP itu adalah pasal  34A. Isinya membatasi pengecualian untuk napi korupsi, terorisme, bandar narkoba, serta kejahatan pelanggaran HAM berat.
Sesungguhnya, pasal itu bukan menghapus pemberian remisi, melainkan memberi syarat khusus. Substansi syarat remisi secara tekstual adalah, huruf a, “bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya.” Syarat tersebut untuk napi koruptor, terorisme dan narkoba. Selanjutnya pada pasal 34A ayat (1) huruf b, persyaratan khusus (membayar lunas denda uang pengganti) untuk napi koruptor.
Maka gagasan menenggelamkan bandar narkoba (beserta kapalnya), patut segera direalisasi. Atau setidaknya, dibenamkan dalam pulau penjara khusus, dengan standar isolasi super ketat. Untuk itu, siapa pengawasnya?

                                                                                                                        ———   000   ———

Rate this article!
Tags: