Terapkan Full Day School, Harus Siap Naikkan Insentif Guru

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Mengubah model sekolah regular menjadi full day school (FDS) memang tidaklah mudah. Kesiapan siswa dan kesediaan orangtua menjadi faktor penting program itu bisa berjalan mulus. Namun tidak hanya itu, persiapan lain dalam hal sumber daya manusia maupun anggaran harus terhitung secara matang.
Seperti halnya SD Muhammadiyah 4 Pucang yang baru mengimplementasikan FDS selama dua bulan terakhir. Sejak dimulainya tahun ajaran baru 2016/2017 Juli lalu, sistem ini resmi dilterapkan untuk sekitar 1.600 siswa di sekolah yang beralamat di Jalan Pucang Jajar Surabaya itu. “Semua atas dorongan wali murid yang menghendaki full day. Sehingga tahun ini kita putuskan untuk menggunakan sistem itu,” terang Kepala SD Muhammadiyah 4 Surabaya Edi Susanto, Rabu (10/8).
Salah satu konsekuensi pasti yang harus ditanggung sekolah setelah menerapkan FDS adalah menaikkan insentif untuk guru. Edi mengakui, kebutuhan untuk menggaji guru selama satu bulan bisa mencapai Rp 399 juta. Itu setelah ada kenaikan insentif setiap gurunya antara 20 sampai 30 persen. “Satu orang bisa kita naikkan insentifnya antara Rp 400 ribu sampai Rp 500 ribu,” kata Edi.
Hal itu dimaklumi Edi lantaran beban guru juga meninggkat. Dari yang biasanya bisa pulang pukul 14.00 menjadi 15.30.  Selain insentif, Edi mengaku tidak ada persoalan lain dalam hal anggaran. Sebab untuk urusan makan siswa, hal itu bisa disiasati dengan membawa bekal dari rumah. “Memang ada yang memilih katering. Tapi yang bawa bekal sendiri dari rumah juga tidak sedikit,” terang Edi.
Sementara terkait biaya operasional, tidak terlalu signifikan pembengkakannya. Sebab, pola FDS yang diterapkan di sekolahnya sebenarnya hanya memindah kegiatan pada Sabtu ke Senin sampai Jumat. Yakni kegiatan ekstra kurikuler pada Senin, Selasa Rabu kemudian pembinaan ketuntasan belajar dilakukan pada Kamis dan Jumat. Dengan begitu, siswa tidak perlu lagi dibebani pekerjaan rumah. “Sabtu guru tinggal fokus pada Kelompok Kerja Guru (KKG) yang selama ini bingung mencari sela waktunya. Jadi kita diuntungkan juga dengan adanya full day ini,” kata dia.
Untuk melakukan perubahan ini, Edi mengaku tidak bisa berlangsung secara frontal. Butuh waktu sekitar dua tahun sampai akhirnya seluruh wali murid menerima dan siswa terbiasa. “Awalnya ada juga yang mempertanyakan satu dua orang. Tapi sejauh ini kita lakukan siswa enjoy saja di sekolah,” kata Edi.
Hal berbeda diungkapkan Kepala SDN Kertajaya Subandi. Pihaknya mengakui, pola FDS memang cocok untuk wilayah perkotaan yang orangtua siswanya sibuk bekerja. Namun, hal tersebut tidak mungkin dilaksanakan dalam waktu mendadak. Karena tidak hanya sarana penunjang untuk kegiatan siswa yang kurang, ruang kelas untuk pembelajaran sampai saat ini juga masih kurang di sekolahnya.  “Siswa saya itu ada 24 rombel (Rombongan belajar), tapi jumlah ruang kelasnya cuma 16 unit. Dari sini saja sudah tidak mungkin dilakukan full day,” kata Subandi.
Pihaknya merinci, setiap hari ada tiga gelombang siswa masuk sekolah. Kelas 1 dan 2 masuk pukul 06.30 – 11.00, kelas 3-4 masuk pukul 11.00 – 16.00 dan kelas 5 – 6 masuk pukul 06.30 – 13.15. Selain sarana, konsekuensi yang harus dipikirkan juga adalah tunjangan guru. Selama ini, gaji guru dan pegawai tidak maksimal bisa diambilkan dari 15 persen Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan 40 persen Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (Bopda). Dari dua sumber ini tidak mungkin digunakan untuk menaikkan insentif guru dan pegawai tidak tetap. “Kalau biaya operasional tidak masalah. Kalau pun ada pembengkakan tetap akan bisa dikaver BOS dan Bopda,” pungkas dia. [tam]

Tags: