Terapkan Tema Rumah, Pancing Anak Mandiri Beraktivitas

Jashon Marcelino tengah asyik memainkan aplikasi multimedia interaktif sebagai salah satu cara terapi pada anak autis sepertinya.

Jashon Marcelino tengah asyik memainkan aplikasi multimedia interaktif sebagai salah satu cara terapi pada anak autis sepertinya.

Kota Surabaya, Bhirawa
Cenderung asyik dengan dunianya sendiri menjadi ciri penyandang autis. Dalam kehidupan sehari-hari, kemampuan dalam komunikasi verbal, interaksi sosial dan konsentrasi kadang kala begitu lemah. Namun segala kekurangan tersebut tidaklah final. Masih ada jalan keluar untuk meminimalisirnya. Salah satunya dengan terapi menggunakan aplikasi yang telah dibuat mahasiswa Universitas Surabaya (Ubaya).
Satu tahun lamanya, Devi Oktaviani Effendy mahasiswi Fakultas Teknik Ubaya berupaya merancang sebuah penelitian untuk membantu penyandang autis berbasis multimedia. Dia perlu mengolaborasikan pemahaman tentang kepribadian dan teknologi. Karena itu, mau tidak mau dia pun harus terjun pada dua bidang keilmuan sekaligus, yaitu psikologi dan teknik informatika. Meski di antara keduanya hanya teknik informatika yang benar-benar dia kuasai.
“Membuat analisis mengenai kebiasaan anak autis menjadi tantangan yang paling berat. Saya harus mendatangi tempat-tempat terapi untuk konsultasi dan melakukan uji coba,” tutur Devi. Setelah berbagai upaya itu dia lakukan, akhirnya jadilah sebuah aplikasi multimedia interaktif untuk terapi autis.
Aplikasi tersebut dapat efektif digunakan oleh anak usia di atas lima tahun. Pada menu yang disajikan, anak diajak lebih mandiri dengan berbagai terapi permainan, aktivitas dan musik. Pada menu permainan meliputi angka, bentuk bangun, ekspresi, puzzle dan konsentrasi. Lalu pada menu aktivitas meliputi kegiatan sehari-hari di rumah seperti mandi, belajar, tidur, gosok gigi dan yang lain. Sementara menu musik digunakan untuk mengiri anak selama menggunakan aplikasi tersebut. “Aplikasi ini akan mengasah kemampuan anak melalui musik, visual dan konsentrasi. Yang paling penting, mereka senang belajar atau mengikuti terapi semacam ini,” kata dia.
Menurut dia, keunggulan aplikasi yang dibuatnya tersebut karena dilengkapi dengan instruksi singkat, jelas dalam bentuk suara. Selain itu, tema rumah yang digunakan dalam aplikasi ini membuat anak semakin dekat dengan kegiatan sehari-harinya. “Memang masih menuai kritik dari para terapis profesional karena hanya seputar aktivitas sehari-hari. Sehingga lemah pada penguatan karakter,” kata dia.
Awal mula karya ini dia kerjakan karena terinspirasi salah seorang keluarganya yang terkena cerebral palsy. Dari situ, dia lalu melakukan studi literatur dan wawancara dengan seorang terapis dari Alejo Academy Surabaya. “Akhirnya aplikasi ini saya buat untuk anak autis. Dan saya beri judul Aku Bisa agar bisa memotivasi semangat mereka,” tutur dia. Sejauh ini, aplikasi tersebut telah diujicoba ke tiga lembaga terapi ABK di Surabaya.
Jashon Marcelino, siswa merupakan salah satu penyandang autis yang telah mencobanya. Siswa TK B berusia 6 tahun itu tampak begitu senang kala mencoba aplikasi ini didampingi orangtuanya. Beberapa permainan tampak sukses dia lewati meski dalam prosesnya dia kerap mengalami kesalahan.
Sang ibu, Yolanda Siaw mengakui manfaat aplikasi tersebut cukup baik bagi seorang penyandang autis. Dia telah membuktikan kemudahan dan kreativitas menu yang ada di dalamnya. Kreativitas itu tampak dari visual yang menarik anak untuk berlama-lama menjalani terapi. “Visual yang bagus sejak awal adalah modal agar anak mudah tertarik. Namun karena autis, maka intruksi sederhana dari aplikasi perlu dan harus diperjelas dengan dibantu oleh orangtua,” kata Yolanda.
Menurut Yolanda, seoarang anak autis perlu dilatih untuk konsentrasi dan mandiri. Sebab, di sekolah mereka mungkin hanya belajar tentang angka dan gambar. “Jadi perlu banyak warna dan kombinasi untuk memberikan terapi pada anak,” kata dia. [tam]

Tags: