Terbesar di Jatim, Kota Probolinggo Alami Deflasi 035 Persen

Tim pengendali inflasi daerah lakukan sosialisasi.

Kota Probolinggo, Bhirawa
Kota Probolinggo mengalami deflasi(harga-harga secara umum jatuh dan nilai uang bertambah. Deflasi terjadi karena kurangnya jumlah uang yang beredar) sebesar 0,35 persen pada bulan Agustus. Kondisi ini terjadi karena empat kelompok pengeluaran mengalami deflasi, sedangkan tiga kelompok mengalami inflasi. Kendati demikian, Pemerintah Kota Probolinggo terus berupaya mengendalikan inflasi tersebut.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi adalah bahan makanan, sandang, pendidikan rekreasi dan olahraga, transportasi komunikasi dan jasa keuangan. Sedangkan kelompok yang mengalami inflasi antara lain makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, kelompok perumahan listrik gas dan bahan makanan serta kesehatan.
Dari beberapa kota di Jawa Timur, deflasi terbesar terjadi di Kota Probolinggo. Di bawah Kota Mangga ada Kabupaten Sumenep sebesar 0,19 persen, Kota Kediri 0,10 persen, Kota Madiun 0,08 perse, Kabupaten Banyuwangi 0,05 persen dan Kabupaten Jember 0,01 persen. Sedangkan kota yang mengalami inflasi di Kota Malang 0,05 persen dan Kota Surabaya 0,23 persen. Hal ini diungkapkan ketua Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Bambang Agus Suwignyo, Minggu (16/9).
Pemkot telah berupaya mengendalikan inflasi di bulan Agustus melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. Misalnya, DKUPP dengan kegiatan Pasar Minggu di Alun-alun, Semipro (Seminggu di Kota Probolinggo), Dinas Kesehatan melalukan pemantuan pada pemeriksaan fasilitas pelayanan kesehatan tidak ada kenaikan signifikan dan kenaikan beberapa harga obat tetapi tidak diikuti tingginya permintaan masyarakat.
Kemudian Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan memantau ada deflasi pada komoditas daging ayam ras, daging ayam buras, telur ayam ras. “Dan, ada Dinas Perikanan yang menyebutkan ikan kembung dan cumi-cumi mengalami kenaikan harga bahkan menyumbang laju inflasi, sesuai dengan rilis dari BPS,” katanya.
Perwakilan BI Malang Jaka Setyawan menyatakan menguatnya nilai tukar dolar yang berada di titik Rp 15 ribu tidak perlu jadi momok bagi masyarakat yang mengira kondisi ekonomi Indonesia akan seperti tahun 1998 silam. Jaka bilang, kondisi sekarang sangatlah berbeda karena perekonomian Indonesia masih sangat bagus.
Bahkan, kata Jaka, Indonesia masih masuk negara dengan ekonomi yang membaik ketiga setelah India dan China. Ia mengindikasikan kenapa Indonesia masih baik-baik saja, dilihat dari masih terkendalinya inflasi, perbankan masih sangat kuat dan Indonesia masih punya daya tarik bagi investor dunia.
“Harusnya kita tidak usah khawatir. Ya, memang kekhawatiran di masyarakat itu ada tetapi kita bisa mengantisipasi. Maksimalkan peran pihak masing-masing, lakukan tugasnya dengan baik-baik. Seperti pemberdayaan UMKM ini juga sangat baik menurut saya,” ujarnya.
Kasi Distribusi BPS Kota Probolinggo, Machsus mengimbau pada masyarakat, meski infasli masih terkendali tetapi perjalanan rupiah masih bergejolak. Untuk itu, ia minta masyarakat dalam berbelanja lebih berhati-hati dan belajar menahan diri. “Tidak perlu berbelanja yang tidak kita butuhkan karena bisa menganggu stabilitas ekonomi. Masyarakat harus berhati-hati dalam berbelanja terhadap sesuatu yang kita perlukan,” tegasnya.
Pemkot Probolinggo pun tidak tinggal diam jika kondisi ekonomi bergejolak di masyarakat. “Tetapi, insyaallah tidak akan terjadi inflasi yang sangat tinggi, tentu ada upaya yang kita lakukan,” lanjut sekda Bambang Agus.
Yakni, memonitor terus harga komiditi di pasaran oleh OPD terkait, melakukan operasi pasar bila terjadi kenaikan harga dengan drastis, memasok bahan komoditi dengan mendatangkan produk luar daerah ke Probolinggo untuk menstabilkan harga. “Lalu membuat posko pengaduan dan meningkatkan pasar-pasar tradisional seperti iwak-iwakan agar ditambah frekuensinya,” tambahnya. [wap]

Tags: