Terbitkan 11 Buku Antologi ber ISBN

Nurmal Hayati (tengah) bersama kedua siswanya Belva Pratidina (kiri) dan Inas Aidah (kanan) menunjukkan koleksi buku antologi cerpen ber ISBN di lingkungan sekolah, Jumat (3/1).

Cara SMAN 15 Surabaya Menumbuhkan Gerakan Literasi
Surabaya, Bhirawa
Dorong gerakan literasi siswa, SMAN 15 Surabaya terbitkan 11 buku antologi Cerita Pendek (Cerpen) yang diakui berdasarkan International Standart Book Number (ISBN). Buku ini merupakan kumpulan cerita pengalaman siswa kelas X selama mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) tahun 2019 lalu.
Pembimbing Program Literasi, Nurmala Hayati menuturkan, melalui buku antologi itu, pihaknya ingin memotivasi para siswa untuk merasa mampu dalam menulis. Sehingga siswa juga mampu meningkatkan bahan bacaannya untuk menjadi modal dalam menulis.
“Akhirnya literasi baca dan tulisnya berkembang. Sehingga ketika mereka punya karya (buku) ada nilai lebih. Ini yang akan ditularkan,” ujarnya.
Lebih spesifik, Nurmala menjelaskan, jika tema cerita yang diangkat berkaitan dengan harapan siswa, gugus, sekolah, impian hingga teman baru selama MPLS. Yang tak kalah penting, cerita yang dibuat bersifat orisinil, memunculkan ide segar, kaya diksi dan gaya bahasa.
“Projek menulis dalam MPLS ini baru pertama kali. Kami juga memberdayakan guru – guru yang mempunyai kemampuan menulis, jadi bisa menularkan (ilmu) pada siswa,” kata dia.
Untuk menerbitkan 11 buku dari 11 gugus itu, Nurmala bersama tim membutuhkan waktu empat hingga lima bulan. Rencananya, akan bekerjasama dengan salah satu toko buku untuk memasarkan karya cerpen antologi itu.
“Kami sudah menjual buku – buku ini utamanya ke wali murid. Di cetakan pertama kami ada 25 per judul buku. Tapi beberapa siswa yang karyanya ada dalam buku ini sudah menjual hampir 30 eksemplar buku,” paparnya.
Sementara itu, Waka Kesiswaan, Zaenal Arifin menambahkan, ini kali pertama pihaknya menerbitkan buku berstatus ISBN. Sehingga akan memacu siswa untuk terus mengasah kemampuanya dalam menulis.
“Ini edisi ketiga ISBN. Tapi mengusung tema MPLS ini yang pertama. Sebelumnya ada karya kelas XII juga yang berstatus nasional. Tahun ini perdana kelas 10 karya antologinya berstatus ISBN,” urainya.

Patahkan Stigma Negatif Lewat Karya Tulis
Pengalaman menulis dirasakan Belva Pratidina dan Inas Aidah. Pasalnya, antologi buku ber ISBN seolah mimpi bagi mereka. Meskipun keduanya suka menulis, namun baru pertama kali ini karyanya tercetak dan dibaca orang banyak.
Belva Pratidina mengatakan, dalam karya cerpen yang berjudul Malaikat MPLS yang ditulisnya menceritakan tenang kakak senior. Dimana, melalui cerita itu ia ingin mematahkan stereotip negatif tentang kakak senior selama MPLS.
“Banyak yang beranggapan kalau MPLS ini bikin tertekan. Tapi waktu ngalamin sendiri itu justru seru. Dan kakak kakak senior banyak yang membantu. Dan menurut saya MPLS ini erat akan kesan,” ujar dia.
Berbeda dengan Belva, Inas Aidah lebih memilih menceritakan soal gugusnya. Inas sendiri merupakan sosok yang tidak mudah akrab dan bergaul. Bahkan stigma pertama kali yang muncul di hari MPLS pertama membuat dia ingin segera melewati masa – masa itu. Dalam bukunya yang berjudul Indah pada Waktunya, Inas menceritakan proses pertemanannya dengan orang – orang yang tak pernah dia kenal sebelumnya.
“Di hari pertama teman – teman satu gugus atau satu kelas saya pada diam. Gak bergaul. Tapi lama kelamaan mulai akrab mereka asik. Dari itu saya melihat jika semuanya butuh proses untuk menjadi dekat,” katanya. [ina]

Rate this article!
Tags: