Tercemar, Nelayan Pantura Sebulan Tanpa Penghasilan

nelayan-panturaDPRD Jatim, Bhirawa
Hampir sebulan ini para nelayan di wilayah pantai utara (Pantura) Gresik-Lamongan harus mengencangkan ikat pinggang. Para nelayan ini tidak mendapat pemasukan, lantaran laut tempat mereka mengais rejeki diduga tercemari sehingga ikan-ikan banyak yang mati keracunan. Nelayan tidak berani menjual ikan hasil tangkapannya.
“Kasihan para nelayan ini. Mereka tidak mendapatkan penghasilan. Itu sudah lama, sekira sebulan ini. Nelayan tidak mendapat tangkapan. Ikan mau udang banyak yang mati,” kata anggota DPRD Jatim Chusnul Aqib, Minggu (4/12).
Wakil rakyat dari daerah pemilihan (dapil) IX ini menambahlkan, diduga kuat air laut di wilayah pantura tercemar. “Banyak ikan yang mati. Diduga kuat tercemar limbah pabrik. Wilayah Lamongan lebih parah kondisinya. Semula itu banyak sekali rajungan sekarang tak ada lagi,” ungkap politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Untuk itu, Aqib mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim memperhatikan nasib para nelayan. “Kami mendesak pemerintah segera menangani masalah ini. Sebab jika dibiarkan, para nelayan ini bisa marah. Pemerintah bersama instansi terkait harus bergerak cepat. Jangan kecewakan rakyat kecil,” tegas anggota Komisi A DPRD Jatim.
Sementara itu Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jatim Bambang Sudono belum bisa dikonfirmasi terkait persoalan ini. Saat ditelepon hanya terdengar nada sambung, dan pesan singkat juga belum dibalas.
Seperti diberitakan, para nelayan tetap membuang semua ikan hasil tangkapannya, baik di tengah laut maupun di daratan. Mereka terpaksa harus meninggalkan wilayah laut yang diduga sedang tercemar limbah pabrik.
Jika sebelumnya hanya radius 4 mil hingga 5 mil, kini lebih jauh lokasi penangkapannya, yakni pada radius 15 mil hingga 20 mil. Jarak yang begitu jauh tentu menambah biaya akomodasi dan juga bekal para nelayan. Kalau tetap bertahan di lokasi yang tercemar tentu akan semakin memperburuk nasib para nelayan.
“Dapat tangkapan ikan, tapi dalam keadaan mati semua. Dijualpun tidak laku, karena pembeli dan nelayan juga takut,” ungkap salah satu nelayan, Muhlisin.
Mukhlisin mengaku, dirinya juga nelayan lain, tidak bisa menuding pabrik mana yang diduga mencemari karena di wilayah pantura Lamongan banyak pabrik. Matinya ikan, seperti rajungan, dagingnya membusuk dan warnanya hitam, juga ada yang kuning.
“Kita sudah tiga kali membawa sampel ke Kantor Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan Dinas Perikanan dan Kelautan Lamongan,” ujar dia.
Dari tiga sampel yang diusung ke Kantor Laborat Dinas Perikanan dan Kelautan, baru sampel pertama yang sudah dilabeli, yakni ikan-ikan itu diduga tercemar zat besi. [Cty]

Tags: