Terdampak Erupsi Bromo, Harga Kentang Naik

Harga kentang di pasar desa Sawotratap melambung tinggi, kini perkilo pedagang menjualnya Rp 23 ribu

Harga kentang di pasar desa Sawotratap melambung tinggi, kini perkilo pedagang menjualnya Rp 23 ribu

Sidoarjo, Bhirawa
Ratusan hektar lahan kentang di Kabupaten Probolinggo rusak akibat erupsi Gunug Bromo, membuat harga tanam dengan nama latin  Solanum tuberosum itu melambung tinggi. Kondisi ini dikeluhkan oleh para pedagang dan konsumen.
Pengusaha katering di Kec Gedangan, Kab Sidoarjo, Yuli Eka, menyampaikan, harga kentang di pasar desanya saat ini sebesar Rp 23 ribu/kg, padahal sekitar dua minggu terakhir, harga kentang yang ia beli di pasar Waru, masih Rp 15 ribu/kg.
Sedangkan Wahib, seorang pedagang di pasar Desa Sawotratap, membenarkan, ia menjual kentang dengan harga Rp 23 ribu/kg. Dikarenakan, polowijo ini distribusinya agak lambat. Untuk mendapatkannya, ia kulakan di pasar Tradisional Porong, Sidoarjo dan pasar Keputran, Surabaya.
“Info yang saya dapat, saat ini stok ketang dari daerah timur berkurang , akibat gagal panen karena debu bromo, saat ini disuplai dari daerah Brebes, Jawa Tengah,” kata Wahib, Senin (11/1) kemarin.
Tetapi menurut staf PNS di Dinas Koperasi Perindag Kab Sidoarjo, M Amin, harga komoditi kentang ini di sejumlah pasar tradisional besar di Kab Sidoarjo masih stabil-stabil saja.
Ia menyebutkan, laporan yang ia dapat pada Minggu ( 10/1) kemarin, di Pasar Larangan, Sidoarjo, harga kentang masih berkitar Rp 15 ribu/kg. Kalau sampai terjadi perbedaan harga dengan sejumlah pasar besar tradisional lainnya, paling selisihnya hanya Rp 500 an saja. ”Harga kentang masih stabil, kalau harga sampai dinaikkan drastis, itu pedagang yang nakal saja, kalau harga di pasar -pasar besar masih stabil,” tegas Amin.
Lebih lanjut ia mengatakan, stok kentang di pasaran tidak hanya tergatung dari wilayah sekitar gunung Bromo saja. Tapi bisa disuplai dari daerah Malang dan kemungkinan juga dari daerah lain di Jawa Tengah. ”Harga polowijo itu fluktuatif, cepat bisa berubah, seminggu bisa berubah sampai dua kali, kita gak kaget, kalau terjadi tidak seberapa lama akan stabil kembali,” papar Amin.
Sebagaimana diketahui, sayuran khas warga Suku Tengger seperti kentang, kubis, bawang pring, sawi hingga tomat, saat Bromo menyemburkan debu vulkanik, telah menutupi daun-daun polowijo tersebut. Khusus tanaman kentang,  petani disana memastikan akan terjadi gagal panen, karena benih kentang yang saat itu baru berusia satu bulan, akhirnya membusuk akibat tidak kuat tertimbun material panas debu vulkanis. [ali]

Tags: