Terendam Air, Petani Semangka – Melon Gagal Panen di Kabupaten Lamongan

Di tahun 2020 yang bersamaan dengan kondisi pandemi Covid-19 ,salah satu petani di daerah Karanggeneng,Desa Latukan memperlihatkan semangkanya yang terendam air.(Alimun Hakim/Bhirawa).

Lamongan,Bhirawa
Pukulan ganda kini dialami petani semangka dan melon di Kabuoaten Lamongan dengan momentum yang bersamaan.

Kondisi Pandemi dan iklim tak menentu membuat petani buah Semangka dan Melon bersedih lantaran tahun ini sudah dipastikan gagal panen.

Padahal,para petani sangat mengharapkan hasil panenya mampu untuk bertahan dimasa pandemi yang sampai saat ini masih melanda.

Kesedihan bertambah, ketika curah hujan yang tinggi dalam beberapa hari terakhir yang tak pernah diprediksi sebelumnya oleh petani semangka dan melon.

Hujan lebat kemarin membuat volume air di area persawahan meningkat dan membuat buah-buahan yang ditanam terendam air hingga berakibat fatal pada gagalnya panen buah di tahun ini.

Saat ini petani hanya bisa pasrah dan membiarkan semangka dan melon tersebut membusuk di sawah dan ada yang memanen secara cepat disaat buah masih belum matang sepenuhnya.

Salah satu petani Semangka dan Melon yang ada di Desa Banteng Putih, Kecamatan Karanggeneng, Yanto mengaku bersedih lantaran sudah dilanda pandemi ditambahi curah hujan yang tinggi dalam beberapa hari terakhir yang merendam tanaman semangka dan melon.

“Seharusnya kami (para petani,red) bisa menikmati panen kini terpaksa harus menerima kenyataan.Tanaman semangka dan melon terendam air sehingga membusuk, selain itu juga ditambah serangan hama tikus,” aku Yanto pada wartawan,Rabu (3/11).

Satu hektar lahan, menurut Yanto, biasanya bisa menghasilkan 2 ton semangka atau melon. Jumlah tersebut jika habis terjual bisa menghasilkan uang setidaknya Rp. 35 juta. Sementara, biaya produksi selama menanam semangka atau melon ini mencapai hampir Rp. 10 juta. “Dengan adanya cuaca buruk dan serangan hama tikus ini, petani rata-rata hanya memperoleh uang Rp. 1 juta per hektar. Sangat jauh dari biaya produksi yang telah kami keluarkan,” akunya.

Kondisi ini, terang Yanto, diperparah dengan harga Semangka dan Melon yang juga anjlok. Jika sebelumnya perkilo bisa seharga Rp. 5 ribu hingga Rp. 6 ribu, kini semangka atau melon tersebut hanya seharga Rp. 1.400 saja. Akibat gagal panen ini, hasil panen yang biasanya bisa mencapai hasil maksimal kini dibarkan saja membusuk di sawah. “Pasrah saja mas, semoga musim depan cuaca lebih bersahabat dan serangan hama tikus bisa dikendalikan,” harap Yanto.

Kondisi serupa juga diakui oleh Zuli, petani semangka dan melon Desa Latukan, Kecamatan Karanggeneng. Zuli juga menyebut petani semangka di desanya juga mengalami hal yang sama. Yuli menyebut, petani di desanya juga pasrah dengan kondisi cuaca buruk yang menimpa tanaman mereka. “Sama mas (terkena cuaca buruk), pasrah saja,” aku Yuli.

Sekedar diketahui, salah satu sentra tanaman semangka dan melon di Lamongan terdapat di Desa Latukan dan Desa Banteng Putih, Kecamatan Karanggeneng. Di 2 desa ini, ada lebih 200 hektar lahan pertanian yang di musim kemarau ditanami buah melon, semangka, sunrise serta Apolo. [aha]

Tags: