Terima Aduan Pungli, Inspektorat Periksa Dinas ESDM Jatim

Foto Ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Inspektorat Provinsi Jatim sebagai anggota Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Pungutan Liar (Pungli) langsung menerjunkan tim untuk melakukan pemeriksaan di Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jatim. Langkah ini dilakukan menindaklanjuti pengaduan masyarakat yang melaporkan dugaan permintaan pungli, dalam pengurusan izin atau rekomendasi teknis yang dilakukan oknum pejabat ESDM Jatim.
Inspektur Provinsi Jatim sekaligus Wakil Ketua Harian Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Pungli, Nurwiyatno mengatakan, dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemprov Jatim diberikan kewenangan di bidang energi dan sumber daya mineral untuk menerbitkan perizinan dan/atau rekomendasi perizinan pertambangan, air tanah, energi baru terbarukan dan ketenagalistrikan.
Sehubungan dengan hal tersebut, menurut dia, telah ditetapkan Peraturan Gubernur Jatim Nomor 49 tahun 2016 tentang Pedoman Pemberian Izin Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral di Jatim yang dimaksudkan untuk memberikan pedoman dalam penyelenggaraan di bidang energi dan sumber daya mineral secara utuh dan komprehensif. “Baik itu mengenai permohonan izin maupun penerbitan izinnya dengan mekanisme sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku,” katanya.
Hasil uji petik administrasi terhadap pemprosesan atau pengurusan rekomendasi teknis yang dilakukan tim Inspektorat Jatim terhadap Sub Urusan Mineral dan Batubara ESDM Jatim periode tahun 2017 (Januari-27 September 2017), didapatkan pemprosesan rekomendasi teknis jauh melebihi batas maksimal waktu pemrosesan yang telah ditetapkan yaitu 17 hari.
“Selain itu, terdapat berkas permohonan yang masuk, sudah lebih dari tiga bulan masih dalam proses belum selesai izinnya. Ini yang jadi temuan, karena melebihi waktu 17 hari yang ditetapkan,” katanya.
Kemudian, hasil uji petik administrasi terhadap pemrosesan atau pengurusan Rekomendasi Teknis Sub Urusan Geologi dan Air Tanah periode tahun 2017, didapatkan waktu pemrosesan rekomendasI teknis bulan Januari-Mei 2017 sesuai dengan ketentuan. Sedangkan rata-rata waktu pemrosesan Juni-September 2017 masih di atas satu bulan. “Hal ini melebihi batas maksimal waktu pemrosesan yang telah ditetapkan yaitu 17 hari,” tegasnya.
Setelah itu, lanjut dia, juga dilakukan pemeriksaan pada pemprosesan rekomendasi teknis untuk Perizinan Sub Urusan Ketenagalistrikan didapatkan total waktu pemrosesan rekomendasi teknis yang telah selesai hanya ada dua permohonan yang selesai tepat waktu, sedangkan sebagian besar selesai melebihi waktu yang ditentukan yaitu melebihi 17 hari kerja, dengan rata-rata waktu pemrosesan 59 hari.
‘Kami duga keterlambatan dalam penyelesaian di antaranya disebabkan karena lamanya jarak waktu antar berkas permohonan diterima Dinas ESDM Jatim sampai dengan dilakukannya peninjauan di lokasi. Sebagian besar jarak waktu antara berkas diterima dari Pelayanan Perizinan Terpadu (P2T) pemprov sampai dengan dilaksanakannya pengecekan ke Iokasi Iebih dari satu bulan,” jelasnya.
Bahkan, menurut mantan Kepala BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah) Jatim ini, ada beberapa berkas yang jarak waktunya sampai dengan dua bulan. Sampai dengan akhir pemeriksaan, masih terdapat 14 berkas permohonan yang masih belum dilakukan pengecekan ke lokasi dengan jarak waktu antara berkas masuk sampai dengan akhir pemeriksaan telah Iebih dari satu bulan dengan rata-rata jarak waktu sebesar 53 hari.
Dari hasil pemeriksaan adminstrasi terhadap jangka waktu penandatanganan rekomendasi teknis oleh Kepala Dinas ESDM Jatim, dapat dijelaskan bahwa sampai saat pemeriksaan (26 September 2017) masih terdapat 205 berkas rekomendasi teknis yang posisinya di Kepala Dinas menunggu persetujuan dan tandatanganan.
“Bahkan, terdapat rekomendasi teknis yang sampai dua sampai tiga bulan belum ditandatangani. Kondisi tersebut terjadi karena kepala dinas masih finalisasi dengan melakukan klarifikasi kembali terhadap materi dan persyaratan perizinan tersebut,” paparnya.
Nurwiyatno juga menjelaskan terkait adanya laporan masyarakat yang dipungli uang sebesar Rp 5 juta oleh pejabat ESDM dalam pengurusan izin kelistrikan, hal itu bukan uang pungutan untuk kepentingan pribadi. Melainkan, gambaran biaya keseluruhan memproses izin, dengan rincian untuk biaya transportasi, penginapan dan lumpsum bagi tim teknis yang melaksanakan peninjauan. Kondisi tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Sedangkan masalah yang berkaitan dengan pernyataan di sebuah media cetak bahwa setelah diancam oleh beberapa Asosiasi untuk dilaporkan ke aparat penegak hukum atau KPK, Kepala Dinas ESDM langsung menerbitkan Surat Izin tersebut tanpa ada pungutan apapun, dapat dijelaskan bahwa surat izin itu memang sudah waktunya terbit bukan karena adanya ancaman dari pihak manapun. Sehingga, masalah tersebut hanya merupakan kesalahpahaman saja,” pungkasnya.
Sementara itu, dalam beberapa pekan yang lalu, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Jatim menerima setidaknya enam pengaduan yang ditujukan pada Dinas ESDM Provinsi Jatim, terkait dengan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (IUJPTL).
Tanpa menyebutkan pelapor, Kepala ORI Perwakilan Jatim, Agus Widyarta mengatakan, dari enam kasus pengaduan itu, satu kasus diantaranya sudah terselesaikan. “Kalau yang masalah terkait IUJPTL akhirnya kasus ini sudah terselesaikan, ketika kami bertemu dengan dinas tersebut. Namun soal IPR, masih belum ada kelanjutan lagi,” ujarnya.
Dikatakannya, ketika pihaknya mengklarifikasi terkait pengaduan IPR, dari pihak Dinas ESDM menyatakan kalau mau mengkonsultasikan terlebih dulu pada Kementerian ESDM. “Namun ternyata hingga saat ini masih belum ada kepastian jawaban yang diberikan,” ujarnya.
Untuk pengaduan kasus IPR itu rata-rata didominasi pelapor asal Malang. Mereka melaporkan betapa sulitnya untuk bisa menyelesaikan perizinan untuk pertambangan rakyat tersebut. Bahkan, pelapor juga menduga kalau diperlukan pelicin untuk memperlancar izin tersebut.
“Selain dari Malang, sepertinya juga ada dua laporan yang akan diajukan pelapor asal Lumajang. Namun, kami belum menerima laporan, karena mereka masih belum memasukkan laporan hingga saat ini,” katanya.
Dikatakannya, terkait IPR, sebenarnya hal itu berkaitan dengan adanya perubahan dalam Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah, dimana kewenangan Kabupaten/kota ada yang diserahkan ke provinsi. “Jika memang dulunya di kabupaten/kota bisa dilakukan, jangan sampai di tingkabt provinsi justru terhambat,” ujarnya.
Agus berharap, Dinas ESDM Provinsi Jatim juga membentuk pos pengaduan untuk bisa menangani permasalahan pengaduan sebelum aduan itu mengarah ke ORI. “Silahkan ditangani dulu permasalahannya. Jika memang tidak ada penyelesaian, maka aduan bisa dilanjutkan ke ORI,” katanya.
Bahkan, Agus mengakui, rata-rata di organisasi perangkat daerah yang ada dilingkungan Pemerintah Provinsi Jatim belum dilengkapi dengan posko pengaduan beserta SDM yang bisa menangani permasalahan yang ada.
Untuk kedepannya, ORI Perwakilan Jatim juga tidak segan-segan melangsungkan inspeksi mendadak ke sejumlah organisasi perangkat daerah khususnya dalam hal pelayanan publik, sehingga pelayanan yang diberikan menjadi berkualitas dan lebih baik lagi. [iib.rac]

Tags: