Terkait Masalah Pupuk Bersubidi, Gubernur Ajak LMDH Kolaborasi Temukan Solusi

Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa

Pemprov Jatim, Bhirawa
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa meminta Perkumpulan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (PLMDH) untuk melakukan identifikasi berbagai persoalan yang dihadapinya secara detail. Khususnya terkait akses subsidi pupuk dan pengakuan terhadap kelembagaan.
Gubernur Khofifah menegaskan, permasalahan LMDH sejak dulu adalah kesulitan subsidi pupuk. Maka, rakor ini digelar bertujuan untuk mencari titik temu. “Rakor bertujuan how to solve the problem. Ada regulasi tolong diidentifikasi semua yang tadi disampaikan,” tutur Khofifah di sela rakor PLMDH di Graha Cemara Obyek Wisata Alam Coban Rindu Desa Pandesari Kecamatan Pujon Kabupaten Malang, Senin (7/9).
Ia juga mengimbau agar LMDH tidak salah alamat dan harus sesuai prosedur. “Selalu dari dulu persoalan mereka adalah ingin mendapatkan subsidi pupuk. Saya sangat tahu, sebetulnya tanpa harus menjadi gubernur saya sudah sering menyampaikan ini. Karena ada beberapa yang tidak masuk dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK),” jelas Khofifah.
Maka, jika tidak masuk dalam RDKK, petani hutan ini juga tidak bisa mendapatkan kuota dari subsidi pupuk. Mengingat dalam beberapa waktu terakhir ada regulasi yang harus disosialisasikan. Antara lain regulasi kartu tani dan legalitas hukum.
“Tadi ini kok harus ada kartu tani, kalau dari salah satu pabrik pupuk gitu. Kemudian ada yang cukup tanda tangan kepala desa kemudian ada yang harus melengkapi saya rasa Nomor Induk Kependudukan (NIK) itu penting,” paparnya.
Sebab, jelas Khofifah, jika tidak mencantumkan NIK, pemerintah mengkhawatirkan terjadinya potensi moral hazard dan duplikasi. “Saya rasa nanti ini akan berkepanjangan urusannya. Jadi regulasi seperti ini memang harus disosialisasikan kepada mereka,” tandas Khofifah.
Legalitas tersebut memang butuh identifikasi lebih lanjut. Misal menggunakan format Kemenkumham. Saat ini ada sekitar 1500 LMDH sudah masuk dalam akta notaris dan 303 masuk daftar Kemenkumham. Namun juga ada yang baru SK kepala desa dan mereka sangat memerlukan pendampingan teknis.
Di Jatim sendiri, total tedapat 1.842 kelembagaan mendukung ketahanan pangan, total 565.014 kepala keluarga dengan luas hutan milik negara 1,3 juta hektar dan hutan milik rakyat 641.800 hektar. “Saya setuju sekali. Pendampingan supaya mereka legalitasnya lebih clear setelah akta notaris Kemenkumham,” imbuh Khofifah.
Selain itu, LMDH juga menginginkan pendampingan koperasi. Gubernur telah menyampaikan kepada Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Jatim. Masyarakat desa hutan ingin agar mereka memiliki koperasi semacam koperasi karyawan (kopwan).
Koperasi tersebut akan melembaga sebagai jenis usaha yang bisa mereka kumpulkan dalam jumlah besar. Kemudian, masyarakat desa hutan bisa bertemu dengan pedagang-pedagang besar sehingga meningkatkan profit. “Itu yang harus kita dukung. Jadi pada dasarnya LMDH ini menurut saya adalah pahlawan ketahanan pangan,” puji Khofifah.
Maka, format tersebut harus bersinergi dengan keputusan-keputusan di kabupaten/kota masing-masing. “Kalau memang itu menyulitkan ya dikomunikasikan. Karena RDKK itu, sekarang e-RDKK itu juga dari kabupaten,” ucap Khofifah.
Sementara itu, Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Jatim Nur Rohim seputar program perhutanan sosial dan kesiapan petani hutan bersinergi dalam berbagai program Pemprov Jatim. Meliputi peningkatan produk, pengembangan usaha dari hulu hilir termasuk program tanam, petik, olah, kemas, jual dan perluasan akses kelola.
Pihaknya berharap kemudahan akses pupuk. Karena menurut Rohim, selama ini masyarakat desa hutan masih mengalami kesulitan mendapatkan pupuk. Bila memungkinkan, Rohim juga meminta agar pemerintah mengajari membuat pupuk sekaligus membangun pabriknya. “Kami punya ahli dan pengusaha dan mereka bisa menjadi opteker di beberapa usaha kehutanan ke depan,” imbuhnya.
LMDH sendiri telah mengelola pertanian semusim, perkebunan kopi, dan hutan lestari di beberapa daerah yang bisa dioptimalkan sebagai wahana wisata. Termasuk sumber daya perempuan desa hutan yang kreatif membuat kerajinan dan makanan. “Semua yang kami miliki ini sudah cukup melamar OPD di Jatim untuk bersinergi membangun ekonomi masyarakat desa hutan,” terang Rohim.
Ke depan, ia juga berharap agar pemerintah tidak lagi mempermasalahkan nama kelompok dan legalitas hukum karena kelompok masyarakat desa hutan sudah berbadan hukum. Sehingga sinergi nanti benar-benar bisa berjalan. “Kami butuh ikatan pasti dalam sinergi ini. Jangan sampai ada pertanyaan sampean dari mana?,” pungkas dia. [tam]

Tags: