Terkendala Aturan Pusat, Surabaya Tak Bisa Tarik Pajak

DPRD Surabaya,Bhirawa
Masih banyaknya jenis kegiatan ekonomi masyarakat yang belum terjangkau kebijakan pajak menjadi sorotan Wakil ketua DPRD Surabaya, Aden Dharmawan. Beberapa yang terpantau adalah tempat pijat kesehatan sejenis reflexy dan lainnya , serta  apartemen yang menyewakan hinuian secara bulanan. Pihak Pemkot menyatakan banyak arturan pajak nasional yang tidakmemungkinkan pemerintah daerah menarik pajak dari sektor-sektor ekonomi tertentu.
Keberadaan tempat tempat pijat reflexy ini mengusik wakil ketua DPRD Surabaya, Aden Dharmawan. Politisi dari Partai Gerindra ini lantas menanyakan kepada Kepala Dinas Pengelolaan Pendapatan dan Keuangan (DPPK) Kota Surabaya Yusron Sumartono soal peluang menarik pajak kepada tempat tempat pijat tersebut.
Pertanyaan itu dilontarkan ketika berpapasan dengan Yusron menjelang rapat paripurna di lantai 3 DPRD Surabaya, Sabtu (29/7). “Pak Yusron kepada penyelenggara tempat pijak reflexy itu apakah tidak dikenai pajak? Karena potensinya cukup besar loh pak bila diterapkan di seluruh wilayah Surabaya,” kata Aden Dharmawan mengawali pembicaraan dengan Yusron.
Menurut Aden, tempat tempat yang menyelenggarakan pijat reflexy itu paling tidak mengeluarkan modal yang lumayan. Misalnya untuk sewa tempat baik yang beroperasi di ruko atau mall. Selain itu mereka memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai 10 orang di satu tempat.
Dari pengamatan Aden, tempat tempat pijat reflexy itu buka mulai pagi sampai malam hari. “Saya melihat jumlah pelanggan pijat reflexi sangat banyak. Bahkan hampir tidak pernah sepi pagi sampai malam,” ujarnya.
Menanggapi hal ini, Yusron Sumartono mengatakan untuk tempat tempat pijat yang tidak ada unsur hiburannya atau bukan pijat plus plus tidak bisa dikenai pajak. Karena aturan sesuai undang undangnya memang seperti itu.
“Kami tak bisa menarik pajak kepada penyelenggara tempat pijat reflexy. Paling mereka ini hanya berkewajiban membayar pajak penghasilan saja, tapi ini bukan wewenang kami tapi KPP,” ujar Yusron.
Menurut Yusron memang sebenarnya banyak potensi pajak yang mestinya bisa diambil. Tetapi ada rambu rambu berupa undang undang yang telah mengaturnya, sehingga Pemkot Surabaya juga tak bisa melangkahinya.
“Potensinya memang ada, tetapi kami juga tak bisa memungut pajak kalau tidak ada dasarnya. Seperti pijat sehat itu pokoknya kalau tidak ada unsur plus plusnya kami tak bisa memungut,” ujar Yusron disambut tawa Aden dan Irvan wahyudrajat Kadishub Surabaya yang saat itu ikut nimbrung dalam perbincangan santai itu.
Sementara itu terkait dengan banyaknya ruko ruko yang disulap menjadi hotel atau penginapan, DPPK kata Yusron juga tegas memungut pajaknya. Kecuali apartemen yang disewa bulanan, lagi lagi DPPK tak bisa menariknya. Alasannya karena apartemen menyewakan kamarnya dengan tarif bukan harian seperti hotel tetapi ada unsur sewanya.
Keberadaan hotel dan apartemen yang kini lagi booming dipasarkan lewat online itu memang mengahruskan Pemkot Surabaya untuk lebih memasang mata dan telinga melakukan pengawasan.
Sedangkan untuk tempat kost yang sudah ditarik pajak di Surabaya jumlahnya ada 100 tempat. Mereka ditarik pajak sebesar limar persen. “Untuk tempat kost ini hanya diwajibkan untuk tempat yang memiliki 10 kamar atau lebih dan bertarif minimal Rp750 ribu perbulan,” kata Yusron. [gat]

Tags: