Terorisme 3.0: Sosial Media Menjadi Instrumen Penyebaran

Oleh :
Widia Putri Lukitaningrum
Mahasiswi Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang

Dalam dunia Internasional, terorisme adalah sebuah fenomena yang menjadi perhatian lebih. Karena pada dasarnya terorisme ini merupakan tindakan yang mengganggu kestabilan dunia karena ancaman keamanan yang dilakukan oleh pelaku terror.

Terorisme memiliki pengertian sebuah tindakan untuk mencapai tujuan dengan cara melakukan kekerasan yang akan meimbulkan rasa takut masyarakat.

Dalam metamorfosisnya, terorisme ini dapat dikatakan lambat jika dibandingkan dengan dunia industry dan transportasi. Pada saat ini pada bidang industri dan transportasi sudah mencapai di era 4.0 hingga 5.0 , sedangkan terorisme ini masih pada era 3.0.

Di era Terorisme 1.0 terorisme hanya seputar tindakan perlawanan terhadap negara yang umumnya termotivasi nasionalisme hingga karena adanya ingin merdeka. Jika pada generasi Terorisme 2.0 dikenal sebagai kejahatan terhadap humanity atau kemanusiaan.

Terorisme 2.0 lawannya tak hanya negara, namun sudah pada skala relasi internasional. Generasi kedua dari terrorisme memiliki satu negara sebagai pusat dari gerakannya dan tersebar di negara-negara lain.

Tujuan dari gerakan Terorisme 2.0 ialah menciptakan ketakutan terhadap publik. Sedangkan pada Terorisme 3.0 kerap dikenal sebagai gerakan kejahatan terhadap hati nurani.

Di era Terorisme 3.0 dapat dicontohkan gerakan teror ISIS. Terorisme 3.0 berbasis di 1 wilayah namun lebih luas lagi jaringannya dibandingkan Terorisem 2.0. Instrumen yang digunakan untuk penyebarannya ialah kemajuan internet atau jejaring sosial. Perlawanan kelompok Terorisme 3.0 merujuk pada perlawanan terhadap semua orang secara menyeluruh.

Cara penyebaran terorisme 3.0 ialah menggunakan media sosial yang mudah dijangkau, menjadikan penyebarannya secara global lebih mudah. Karena kefleksibelan dari cara penyebaran pengaruh, membuat negara sasaran dari tindakan ini susah mengidentifikasi untuk melakukan pencegahan.

Di era terorisme 3.0 tindakan untuk melakukan teror sudah terorganisir karena didalamnya ada sebuah organisasi yang cara kerjanya memiliki jaringan anggota yang terserbar diberbagai wilayah.

Organisasi ini melancarkan aksinya dengan bergerak melalui media alat komunikasi seperti gadget dengan mengandalkan kemampuan komunikasi digital yang tinggi.

Dengan semakin pesatnya kemajuan alat elektronik dan media masa, menjadikan mudahnya penyebaran ancaman tindakan terorisme 3.0. Karena pada dasarnya mereka menyadari kini diseluruh belahan dunia mengalami pengaruh globalisasi yang ditandai dengan semakin meratanya penyebaran kemajuan teknologi informasi, yang menjadikan tindakan Terorisme 3.0 memanfaatkan kemajuan tersebut.

Jika ditinjau menurut teori faktor psikologisnya ada 3 penyebab seseorang menjadi terorisme. Yang pertama faktor frustasi, karena semakin frustasi seseorang maka semakin agresif oarng tersebut. Yang kedua faktor social termined theory atau akumulasi banyaknya pengalaman, hal tersebut karena sering menonton video dari sosial media YouTube berupa cara-cara untuk merakit bom ataupun berupa pengalaman tindakan kekerasan yang pernah diterima korban. Dan yang ketiga adalah faktor dari instinct theory yang mana tindakan terorisme terjadi karena adanya insting yang dimiliki manusia untuk berbuat baik ataupun buruk. Permasalahan individu yang kompleks atas kekecewaanya tidak dapatnya Hak Asasi Manusia, menuntut kesejahteraan, frustasi, ketidakpuasan, serta mencari kebahagiaan menjadi sasaran pelaku teroris untuk mempengaruhi korban.

Bentuk dari permasalahan dalam diri tersebut yang kemudian dituangkan dengan menciptakan buku, video, pesan siaran, blog dan media sosial lainnya. Ketika perkembangan teknologi telekomunikasi pada jaringan internet, membantu tindakan penyebaran yang lebih efektif.

Keefektifan tersebut seperti kemudahan-kemudahan cara penyebarannya, seperti membuat konten yang kemudian dibagikan kemedia sosial. Ketika kontennya yang mengandung sisi positif dan negatif yang akan mempengaruhi psikologis korban sasarannya.

Dari hasil penelitian sebelumnya mengenai tindakan Terorisme 3.0 menyatakan bahwa media sosial sebagai peran penting penyebaran dalam mempengaruhi korban. Peran penting media sosial ialah sebagai sarana bagi kelompok terror untuk menyebarluaskan ajaran dan ideologinya.

Dalam strategi pengambilan simpati para korban, pelaku tindakan terorisme melakukan berbagai tindakan propaganda. Tindakan propaganda ini seperti ujaran kebencian, ideologi-ideologi kekerasan, portal online berbasis islam, dan hujatan pada produk barat yang semuanya dilakukan melalui media sosial.

Propaganda ini dilakukan agar mempengaruhi psikologi orang-orang yang mendukung gerakan terorisme. Melalui pengaruh Psikologis dan media sosial penyebarannya sangat cepat jika dibandingkan melalui perekrutan seperti generasi Terorisme 1.0 dan 2.0.

Pengaruh dari gerakan terorisme pada psikologis sosial dapat berbuah tindakan kekerasan yang akan mengarah pada tindakan agresi. Dengan itulah dengan cara mempengaruhi psikologis korban akan mudah membujukanya untuk melakukan tindakan terorisme.

——– *** ———-

Tags: