Terpental Mitra Warga, Tertinggal Jalur Wali Kota

Anggota Komisi D DPRD Surabaya Reni Astuti saat mengunjungi tempat tinggal Tomi Ardiansyah di Jl Pulo Tegalsari, Selasa (12/7). [adit hananta utama]

Anggota Komisi D DPRD Surabaya Reni Astuti saat mengunjungi tempat tinggal Tomi Ardiansyah di Jl Pulo Tegalsari, Selasa (12/7). [adit hananta utama]

Tomi Ardiansyah, Siswa dari Keluarga Tidak Mampu dengan Nilai UN Rendah
Kota Surabaya, Bhirawa
Keberadaan 2.000 berkas permohonan siswa dari keluarga tidak mampu ke meja Wali Kota Surabaya cukup mengejutkan banyak pihak. Dari mana berkas itu terkumpul, dan bagaimana proses selanjutnya akan berjalan. Sementara tahapan secara resmi telah ditutup danĀ  anak-anak dari keluarga tidak mampu yang tidak diterima jalur mitra warga sebagian telah memilih sekolah swasta meski dengan berat hati.
Perasaan menyesal sekaligus sedih tersimpan rapi dalam hati Tomi Ardiansyah. Lulusan SMPN 24 itu harus memendam keinginannya masuk jurusan Teknik Permesinan di SMKN 3 lantaran gugur dari Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur mitra warga akhir Juni lalu. Sebagai gantinya, dia pun harus mau bersekolah di SMK swasta dengan biaya masuk yang cukup memberatkan.
“Nilai Ujian Nasional (UN) cuma 13. Jadi sebelum proses verifikasi dari sekolah sudah gugur karena nilainya rendah,” tutur Tomi saat ditemui di tempat tinggalnya Jl Pulo Tegalsari IV Surabaya, Selasa (12/7).
Tomi beralasan, nilai UN-nya rendah karena selama sekolah dia harus nyambi kerja. “Jadi pengantar air galon. Upahnya lumayan, sehari bisa Rp 20 ribu sampai Rp 25 ribu,” tutur dia.
Tomi bekerja karena kondisi ekonomi keluarganya memang cukup memprihatinkan. Sebagai gambaran kondisi keluarganya, Tomi sudah menyandang status yatim sejak usianya satu tahun. Dan tiga tahun yang lalu, ibunya merantau ke Papua bekerja sebagai pembantu. Dalam rumah dengan satu kamar yang ditinggalinya saat ini, Tomi hidup bersama dua kakak, satu saudara ipar dan seorang neneknya.
“Baru satu tahun ini kita tinggal di rumah kontrakan. Biasanya Tomi tinggal di pos ponten bersama neneknya,” tutur Meri Astria, kakak perempuan Tomi. Selama ini, lanjut Meri, dirinya tinggal berpindah-pindah di mess tempat dia bekerja.
Dengan kondisi ekonomi seperti itu, penyesalan semakin mendalam ketika Meri mendengar ada informasi tentang PPDB jalur wali kota. “Tidak tahu ada jalur itu. Baru tahu dari koran saja,” kata dia. Seharusnya, beban ekonomi bisa terkurangi jika Tomi bisa diterima di sekolah negeri. Karena di SMK Kartika, Karah yang menerimanya itu dia harus membayar biaya masuk sekitar Rp 3,5 juta. Rinciannya, Rp 2,9 juta untuk uang gedung, dan Rp 600 ribu untuk seragam. “Baru saya cicil Rp 500 ribu. Tapi tiga bulan lagi harus dilunasi,” ungkap Meri.
Selain biaya masuk, Meri juga harus menanggung SPP per bulan sebesar Rp 300 ribu. Pihak sekolah sudah memberi keringanan dengan memotong biaya SPP dari yang seharusnya menjadi Rp 100 ribu per bulan. Di bakal sekolah barunya itu, Meri juga memilihkan program keahlian untuk Tomi yang sekiranya tidak membutuhkan biaya tambahan terlalu banyak. “Saya pilihkan jurusan Perbankan supaya kalau praktik tidak butuh biaya besar. Kalau mesin kan harus habis bahan banyak dan alat-alatnya juga mahal,” tambahnya.
Saat mengunjungi Tomi, Anggota Komisi D DPRD Surabaya Reni Astuti mengungkapkan rasa prihatinnya. Karena selain tidak masuk jalur mitra warga, Tomi juga tidak termasuk dalam jalur wali kota. Sementara kondisi ekonomi keluarga Tomi juga sangat pas-pasan. Kendati demikian, pihaknya tidak bisa memberi janji apapun. Karena proses PPDB Surabaya sendiri secara resmi telah ditutup. “Mudah-mudahan nanti pemerintah tetap bisa memperhatikan. Dan yang penting Tomi tetap semangat sekolahnya, jangan putus asa,” tutur Reni.
Ketua RW VII Kelurahan Wonokromo Rochim Arofah mengakui kondisi keluarga Tomi memang termasuk tidak mampu. Sayang, pihaknya sendiri tidak mengetahui ada PPDB jalur wali kota. Termasuk dari kelurahan atau struktur pemerintah di atasnya juga tidak ada informasi seperti itu. “Kalau jalur resmi kan seharusnya ada sosialisasi. Dari kelurahan sendiri tidak ada info,” kata Rochim. [Adit Hananta Utama]

Tags: