Terpukau Masyarakat Negeri Sakura Menjunjung Tinggi Paham ‘Wa’

Putri Zizi dan Erlyn Feranti berbagi pengalaman dari Jepang kepada rekan-rekannya satu Prodi Sastra Jepang Unitomo, Selasa (3/3).

Putri Zizi dan Erlyn Feranti berbagi pengalaman dari Jepang kepada rekan-rekannya satu Prodi Sastra Jepang Unitomo, Selasa (3/3).

Kota Surabaya, Bhirawa
Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki hubungan cukup dekat dengan Indonesia. Selain karena romantisme historis yang kuat, juga karena hubungan bilateral kedua negara. Karena itu, tak jarang mahasiswa-mehasiswa Indonesia menjadikan Jepang sebagai jujukan untuk belajar. Termasuk tiga mahasiswa Universitas Dr Soetomo yang baru saja pulang mengikuti Japan-East Asia Network of Exchange for Student and Youth Program (Jenesys).
Sepekan saja sudah cukup bagi Putri Zizi Yuliana, Erlyn Feranti dan Sandi Prawito untuk mengecap kesan luar biasa terhadap Jepang. Sebuah negara dengan peradaban teknologi yang serba canggih, namun tak pernah lupa akan akar budayanya. Mulai dari hal terkecil dalam kehidupan sehari-hari, semua tak lepas dari tradisi lama yang masih terjaga.
Untuk makan saja ada tradisi yang teratur. Putri menceritakan, masyarakat Jepang tidak pernah makan langsung tancap gas hingga kekenyangan. Di sana, porsi makanan hanya sedikit namun tersedia bermacam-macam dalam meja. Caranya pun harus dimulai dengan minum ocha (teh), baru memakan sayur, kemudian sup miso. Setelah tiga menu itu, barulah masyarakat Jepang memakan makanan berat seperti nasi atau ikan.
“Tradisi itu bukan untuk jamuan tamu atau pesta. Tapi tradisi makan yang setiap hari dilakukan orang Jepang,” tutur Putri ditemui di kampusnya, Selasa (3/3).
Meski rasanya hambar, tapi masih cocok untuk lidah orang Indonesia. Selain tradisi makan, Putri juga kagum dengan budaya tertib masyarakat Jepang. Selama sepekan mengikuti program beasiswa itu, dia nyaris tak pernah mendengar bunyi klakson mobil di jalan.  Selain karena rendahnya jumlah kendaraan, kondisi ini juga tercipta atas budaya tertib dan saling menghargai satu sama lain.
Budaya-budaya tersebut, diakui Putri karena masyarakat masih memegang teguh paham ‘Wa’. Sebuah paham yang mengajarkan tentang keharmonisan hidup. Untuk mencapai keharmonisan itu, masyarakat harus bisa saling menghargai tanggung jawab masing-masing dan hak orang lain. “Tentu saja ini menjadi pelajaran penting untuk masyarakat kita. Paling tidak untuk saya sendiri,” kata dia.
Tidak sibuk menikmati budaya masyarakat Jepang. Putri juga belajar banyak hal di sana. Di antaranya membuat taman zen. Sebuah taman yang dibuat dari bebatuan. Selain itu juga belajar membuat haiku (puisi Jepang) dan menulis huruf kanji. “Program beasiswa ini memang untuk mengenalkan budaya Jepang lebih dalam kepada mahasiswa yang sedang belajar tentang Jepang,” tutur dia.
Putri mengatakan, beasiswa ini ia peroleh dari Konjen Jepang. Tak mudah untuk memperolehnya. Dia harus melewati serangkaian seleksi. Di antaranya membuat naskah berbahasa Jepang tentang apa yang ingin dipelajari dari Jepang. Setelah itu, ada pula tes wawancara Bahasa Jepang. “Saya berangkat bersama 50 mahasiswa dari Indonesia,” tutur dia.
Selain Putri, Sandy juga memiliki pengalaman menarik selama di sana. Sandy menemukan sebuah toilet berusia ratusan tahun. Di toilet itu, wisatawan datang tidak untuk buang hajat, melainkan hanya foto bersama. “Itu toilet yang unik. Karena tidak ada pemisah untuk pria dan wanita. Jadi saya juga bingung mau memakainya,” tutur dia. [tam]

Tags: