Tersangka Korupsi, Lima Anggota DPR Tak Dilantik

2-grafis-anggota-DPR-ditunda-pelantikannyaJakarta, Bhirawa
Lima calon anggota legislatif terpilih tak jadi dilantik sebagai anggota DPR 2014-2019, Rabu (1/10). Pembatalan pelantikan kelima wakil rakyat ini terjadi karena statusnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Sekretariat Jenderal DPR menerima surat pemberitahuan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu (1/10) dini hari.
“Saya terima suratnya dari KPU Rabu jam 02.00 dini hari,” kata Sekretaris Jenderal DPR RI  Winantuningtyastiti,  Rabu (1/10).
Sebelumnya, KPU telah mengirimkan surat kepada Presiden SBY mengenai persetujuan penundaan pelantikan lima anggota DPR karena dugaan tersangkut kasus korupsi.  Kelima anggota terpilih itu adalah Jero Wacik, Idham Samawi, Herdian Koesnadi, Jimmy Demianus, dan Iqbal Wibisono. Hingga Selasa (30/9) kemarin, KPU masih menunggu surat balasan dari Presiden SBY.
Jero merupakan tersangka kasus dugaan pemerasan di Kementerian ESDM yang kini ditangani KPK. Idham merupakan tersangka kasus dugaaan korupsi dana bantuan untuk klub sepak bola Persiba Bantul. Adapun Herdian terseret kasus dugaan korupsi proyek puskesmas di Dinas Kesehatan Tangerang Selatan.
Secara terpisah, anggota Komisi Pemilihan Umum Hadar, Nafis Gumay, mengatakan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyetujui usulan penundaan pelantikan sejumlah anggota parlemen terpilih yang terlibat persoalan hukum.
“Saya belum lihat langsung copy suratnya, tapi yang jelas sudah masuk ke Sekretariat KPU persetujuan dari presiden itu tadi malam (Selasa),” kata Hadar di Kompleks Gedung Parlemen.
Dengan disetujuinya surat tersebut, maka para anggota dewan bermasalah itu tidak dilantik kemarin. Mereka baru akan dilantik setelah seluruh proses hukum mereka selesai dan dinyatakan tidak bersalah.
Sementara itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi sikap Presiden SBY yang menunda pelantikan anggota DPR dan DPD terpilih yang terjerat kasus korupsi.     “Langkah presiden SBY untuk tidak melantik anggota DPR atau DPD yang berstatus tersangka layak diapresiasi. Keputusan ini sedikit banyak mengubah persepsi tentang Presiden SBY terkait dengan komitmen pemberantasan korupsi,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi.
Sebelumnya, KPK mengirimkan surat rekomendasi kepada KPU untuk tidak melantik anggota DPR dan DPD yang terjerat kasus korupsi. KPU kemudian meneruskannya ke Presiden SBY karena membutuhkan persetujuan presiden karena presiden yang melantik para anggota DPR dan DPD terpilih tersebut.
Gaji Naik Drastis
Sebanyak 560 anggota DPR RI  periode 2014-2019 (lima masih ditunda pelantikannya) akan mendapatkan gaji dan fasilitas yang cukup memadai.  Winantuningtyastiti  membeberkan  setiap anggota DPR berhak memperoleh gaji pokok sebesar Rp 4,2 juta per bulan. Di luar itu, ada juga tunjangan keluarga, listrik, kesehatan, dan lain-lain. Total keseluruhan berkisar Rp 58-60 juta per bulan.
“Untuk mobil dinas, ada bantuan uang muka pembelian Innova. Untuk fasilitas rumah dinas,  telah disiapkan sebanyak 51 rumah di Ulu Jami dan sisanya di Kalibata, Jakarta Selatan,” katanya.
Meski demikian, kata Sekjen DPR RI itu, kesekretariatan masih memberi waktu dua bulan untuk DPR yang lama berbenah dan pindah dari rumah dinas yang ditempati. “Karena banyak yang harus mengurus sekolah, KTP, dan lain-lain, kita beri waktu dua bulan untuk mengosongkan rumah. Sekarang sudah ada yang menyerahkan kunci, tapi masih ada yang belum juga,” katanya.
Sementara itu, pengamat anggaran dari Koordinator FITRA, Uchok Sky Khadafi mengatakan, penghasilan anggota  dewan periode 2014-2019 naik sebesar Rp 13.4 juta. Dijelaskannya pada 2010 atau berdasarkan slip gaji per bulan pada 2010, anggota dewan dengan posisi sebagai anggota biasa menerima jumlah take home pay sebesar Rp 57.648.400.
Penghasilan ini diperoleh dari jumlah gaji pokok dan tunjangan sebesar Rp 16.178.400, dan penghasilan dari penerimaan lain-lain seperti tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi intensif, akomodasi rumah, dan item lainnya sebesar Rp 41.506.000. “Jadi, sebetulnya penghasilan bersih anggota dewan pada 2010 sebesar Rp 44.934.400. penghasilan ini diperoleh dari Rp 57,6 juta dikurang dengan akomodasi rumah sebesar Rp 12,7 juta,” katanya.
Akomodasi rumah sebesar Rp 12,7 juta diberikan kepada anggota dewan ini bersifat sementara, dan juga karena pada  2010, tempat tinggal atau perumahan DPR di Kalibata, direnovasi. Kemudian, pada 2013 penghasilan anggota dewan kotor sebesar Rp67.274.345. Dan penghasilan bersih sudah dipotong pajak sebesar Rp 58.366.000. “Jadi, selama menjadi anggota dewan sejak 2009 – 2014, ada kenaikan penghasilan anggota dewan sebesar Rp 13.431.600. Kenaikan penghasilan ini diperoleh dari slip gaji pada 2013 sebesar Rp 58,3 juta dikurangi slip gaji pada 2010 sebesar Rp 44,9 juta. Dari gambaran di atas, diam-diam anggota dewan dan Sekjen DPR menaikkan  penghasilan anggota dewan sebesar Rp 13.4 juta,” katanya.
Karena sudah mendapat kenaikan gaji, Uchok pun berharap banyak kepada anggota dewan yang baru. “Jangan korupsi ya? Jangan mengutak-atik anggaran rakyat, atau jangan minta proyek kepada kementerian atau lembaga, nanti kalian ditangkap KPK. Bekerja untuk kepentingan rakyat atau konstituen. Penghasilan bersih sekitar Rp 58,3 juta itu sudah mewah,” katanya. [ira, cty, gat, ins]

Tags: