Tertantang Dalami Teknik Sekaligus Ciptakan Sendiri Biola

Ramadhan Ghifari menjajal kemampuannya bermain biola di halaman sekolah didampingi Kepala SMK Airlangga Sidoarjo Astuti dan teman-temannya.

Ramadhan Ghifari, Violinis Muda Andalan SMK Airlangga Sidoarjo
Sidoarjo, Bhirawa
Menggesek senar biola menjadikannya sebuah instrumen musik adalah pekerjaan yang selalu menantang bagi Ramadhan Ghifari. Sejak masih belajar hingga ratusan panggung dia jelajahi, sensasi memainkan biola tak pernah sedikit saja berkurang. Siswa kelas XII SMK Airlangga Sidoarjo itu pun menjadi violinis muda andalan sekolahnya.
Rama, sapaan akrabnya, mulai menekuni teknik bermain biola sejak duduk di bangku kelas 2 SMP. Saat itu, dia mulai tampil di panggung sekolah. Hingga saat memasuki bangku SMK, tekniknya semakin matang dan dipercaya untuk mengisi sejumlah acara formal di pemerintahan. “Kalau dulu masih di sekitar Sidoarjo saja. Sejak SMA/SMK dikelola provinsi, sekarang sudah sering manggung ke luar kota,” tutur Rama.
Salah satu panggung terbesar yang pernah dia kuasai ialah pembukaan Lomba Kompetensi Siswa (LKS) SMK di Banyuwangi pada 2017. Bersama partner duetnya, dia menghipnotis ribuan penonton yang hadir saat itu. “Kalau kompetisi belum pernah ikut sih. Di FLS2N (Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional) juga tidak ada kategorinya. Jadi cuma tampil dari panggung ke panggung,” tutur siswa jurusan Perhotelan itu.
Tidak hanya di panggung acara pemerintahan, Rama juga kerap diundang untuk bermain di cafĂ© dan wedding. “Penghasilannya ya buat bayar sekolah ini. Selain manggung juga ngajar ekstrakurikuler dan privat juga,” tambahnya.
Jenis musik top 40 dan jazz menjadi andalannya. Ini yang membuatnya merasa beda. Karena pada umumnya violinis lebih cenderung mengandalkan musik klasik. Namun, dia berusaha berbeda dengan menyesuaikan perkembangan dunia musik yang ada. “Kalau musik klasik itu setiap violinis harus bisa. Karena itu seperti dasarnya begitu,” tutur penggemar Iskandar Wijaya dan Idris Sardi itu.
Selain joga menyuarakan alunan biola, Rama juga punya keahlian untuk membuat alat musiknya sendiri. Meski baru produksi untuk digunakan sendiri, karyanya sudah lebih dari cukup untuk digunakan. “Sudah sesuai standar. Tapi belum berani menjualnya,” tutur dia.
Selama menekuni kerajinan membuat biola, Rama mengaku sudah membuat empat buah biola. Dua dari kayu impor jenis maple dan as dari Kanada. Dua lagi dari kayu lokal yang diambil dari pohon mangga dan asem. “Ternyata menggunakan dua jenis kayu lokal ini tak kalah menarik. Serat pohon mangga dan asem unik untuk dibuat jadi bahan biola,” tutur dia.
Keinginan untuk membuat itu dimulainya dari melihat para pengrajib biola di dekat tempat tinggalnya, Wonoayu, Sidoarjo. Dia belajar dengan melihat-melihat hingga ikut membantu para pengerajin di sana. “Pengrajin itu senang dengan anak muda seperti saya yang mau belajar. Saya juga semakin semangat,” tutur pelajar 19 tahun ini.
Prinsip membuat biola, kata dia, adalah presisi bodi, panjang dan lebarnya serta kenyamanan yang paling penting. Dia berharap, kedepan akan mampu memproduksi biola dengan harga murah sehingga bisa digunakan oleh kalangan menengha ke bawah. “Standar harga yang untuk kelas menengah ke bawah itu sekitar Rp 2 juta untuk pabrikan. Tapi yang hand made bisa lebih mahal,” tutur dia.
Kepala SMK Airlangga Sidoarjo Astuti menuturkan, bakat yang dimiliki siswanya tersebut cukup potensial. Karena itu, pihaknya tak segan ikut mencarikan panggung agar bakat siswanya tereksplorasi. “Jadi kalau ada kegiatan di sekolah lain itu saya pasti tawar-tawarkan anak saya supaya bisa tampil,” tutur dia.
Tutik, sapaan akrabnya, menyadari, potensi siswa tidak hanya bisa diungkit dari dalam kelas saja. Sebagai pendidik, bakat-bakat yang dimiliki siswa ini harus dikembangkan dan jangan sampai dimatikan. “Dulu ada juga guru yang protes ke saya karena rama sering tidak masuk. Ya harus ikut remidi. Jadi kewajibannya secara formal tetap tidak ditinggalkan,” tandasnya.
Tidak hanya bermain biola, Tutik juga melihat banyak potensi yang dimiliki siswanya. Fasilitas yang diberikan pun sama. Bahkan untuk Rama, Tutik berinisiatif mencarikan partner vokalis untuk setiap penampilannya. “Awalnya cuma biola, sekarang ada kolaborasinya dengan vokalis. Kita pilihkan siswa yang punya bakat vokal bagus untuk berkolaborasi dengan Rama,” pungkas dia.

Ingin Lanjutkan Kolaborasi Hingga Lulus Sekolah
Seperti duet maut, Inocent Purwanto sebagai vokalis dan Ramadhan Ghifari violinis. Keduanya menjadi ikon SMK Airlangga Sidoarjo yang cukup dikenal di dalam dan luar sekolah. Kepiawaian Rama dalam memainkan biola pas mantap dengan suara Inocent.
“Nyaman berkolaborasi dengan Rama. Kita bahkan ingin lanjut kolaborasinya jadi satu grup setelah lulus sekolah nanti,” tutur Inocent.
Siswi kelas XII jurusan Pariwisata itu mengaku, selama berkolaborasi dengan Rama, tidak pernah ada masalah yang begitu berarti. Keduanya justru bisa saling mengisi kekurangan dengan saling mengingatkan. “Rama menguasai teknik permainannya. Kalau ada kurang, biasanya cuma masalah teknis saja,” kata dia.
Dalam hal vokal, Inocent cukup punya banyak pengalaman. Bahkan saat duduk di bangku kelas dua, dia sempat mewakili Jawa Timur dalam ajang pencarian bakat di Jakarta. “Enam bulan di Jakarta ikut kompetisi itu,” tutur dia.
Inocent mengaku bangga dengan kolaborasinya tersebut. Sebab, selain cukup nyaman. Setiap penampilannya selalu membawa nama sekolah yang dia banggakan. “Pertemua saya dengan Rama untuk kolaborasi juga ditemukan sekolah. Jadi suport sekolah sangat luar biasa,” pungkas dia. [tam]

Tags: