Tetap Survive Meski Harus Menghemat Belanja

Upaya SMAN 16 Remajakan Sekolah Menggandeng Alumni dan Orangtua
Surabaya, Bhirawa
Kombinasi warna kuning dan jingga tampak segar menghias wajah SMAN 16 Surabaya. Pagar dan pintu gerbangnya dicat baru, mural bergambar seronok diganti dengan tulisan visi sekolah. Kondisi tersebut adalah gambaran kecil dari upaya sekolah meremajakan diri setelah masa transisi berjalan baru sekitar delapan bulan.
Kepala SMAN 16 Surabaya Roosdiantini mengakui, sekolah memang sedang melakukan efisiensi dalam belanja anggaran. Namun, efisiensi tidak menghalangi upaya sekolah untuk berinovasi. Apalagi aktifitas belajar mengajar yang harus tetap diutamakan.
“Kita baru saja memperingati Dies Natalis ke-32 pada 9 Agustus lalu. Selama 32 tahun sekolah ini berdiri, momen ini tak pernah sekalipun diperingati,” kata Rossdiantini. Padahal, lanjut dia, dalam peringatan tersebut sekolah dapat mengeksplorasi banyak potensi. Baik potensi siswa maupun potensi jejaring sekolah dengan alumni, orangtua dan para pendahulu sekolah.
Di sisi lain, sekolah juga tengah berhias. Mengubah wajahnya yang semula lusuh karena kurang perawatan menjadi lebih cantik. “Kita sedang berhemat, tapi inovasi-inovasi bisa kita lakukan dengan saling bekerjasama,” tutur dia.
Roosdiantini mengaku, sekolah telah mengatur skala prioritas dalam pengelolaan anggaran. Misalnya kebutuhan primer seperti gaji Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang harus diutamakan. Sementara untuk kebutuhan seperti listrik, air, telepon dan ATK harus dihemat.
“Karena sumber kita hanya dari BOS dan SPP. Itu pun ada 52 siswa tidak mampu yang minta keringanan,” kata dia.
Keringanan itu diberikan ke siswa mulai dari nol rupiah alias gratis hingga yang membayar Rp100 ribu. Sementara nominal SPP untuk wilayah Surabaya mencapai Rp150 ribu. “Ada juga yang cuma bayar Rp20 ribu, Rp30 ribu dan Rp75 ribu. Tapi tidak apa-apa, kekurangan itu sudah tercover,” tutur dia.
Munculnya siswa dari keluarga tidak mampu itu akhirnya melahirkan gerakan orang tua asuh (Gota). Anggotanya terdiri dari orangtua siswa yang mampu secara ekonomi, alumni dan guru. Merekalah yang akhirnya menutup kekurangan siswa.
Roosdiantini mengaku, kesadaran masyarakat untuk ikut peduli terhadap pendidikan tidak serta-merta muncul. Terlebih di Surabaya yang semula gratis. Namun seiring waktu dan upaya sekolah melakukan komunikasi yang intensif, kesadaran itu perlahan akhirnya muncul.
“Sekarang saja sudah sekitar 60 persen yang sudah bayar untuk bulan ini. Padahal awal-awalnya orangtua bisa nunggak SPP sampai 3-4 bulan,” tutur dia. K endati tidak ada lagi sokongan dari pemerintah kota seperti halnya Bopda, pembinaan prestasi dan bakat siswa di sekolah tersebut dapat terus berlanjut. Klub basket misalnya, para atlit tetap bisa mengikuti lomba. Sementara kader lingkungan sekolah tunas hijau juga tengah bersiap mengikuti jamboree nasional di Kalimantan 19 Agustus mendatang.
“Lagi-lagi, semua itu tidak lepas dari peran orangtua. Gurunya kita yang menyediakan. Tetapi transport siswa ditanggung sendiri. Yang pasti, semua program dan pengeluaran itu masuk dalam RKAS (Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah). Hanya sumbernya yang berbeda-beda,” pungkas dia.

Dapat Salam dari Sekolah Italia
Ada momen yang tak kalah spesial kala SMAN 16 Surabaya memperingati hari sekolah itu berdiri. Salah satu siswanya yang telah mengikuti pertukaran pelajar di Italia pulang dan membawa banyak cerita. Dia adalah Haritz Lawan Prakasa siswa kelas XII IPA.
“Ambil program satu tahun di Italia. Banyak pengalaman dari sana dan yang penting mampu mengubah sudut pandang saya tentang dunia ini,” tutur Haritz.
Sepulang dari Italia, Haritz membawa sejumlah oleh-oleh untuk sekolahnya. Selembar bendera Italia yang ditandatangani peserta pertukaran pelajar dari berbagai dunia, peta Italia dan surat dari kepala sekolah tempat Haritz bersekolah. Dalam surat tersebut, apresiasi disampaikan pimpinan Lice Statale Gian Battista Vico atas keikutsertaan siswa SMAN 16 dalam program pertukaran pelajar di sana.
“Ini rapornya. Nilainya yang sempurna yaitu percakapan bahasa italia dan sikap. Di sana, ada pelajaran yang di sini tidak ada. Misalnya filsafat, bahasa latin dan sejarah seni,” pungkas dia. [tam]

Tags: