The Trimaskentir Bawa Pulang Tiga Penghargaan di FSS 2017

Shinta Kurniawati (kanan), Verina Marcilla, Moch Aldy, Akbar Maulana, Raja M Akmal, Dean Rizqullah R dan Rais Akbar(bawah) Menunjukkan trophy penghargaan mereka kategori film terbaik FSS 2017.

Surabaya, Bhirawa
Film the Trimaskentir sukses mendapat tempat istimewa di hati para penikmat film pendek. Terbukti, film ini menyabet penghargaan untuk tiga kategori FSS (Festival Sinema Sekolah) 2017 yang diselenggarakan oleh dindik Jatim beberapa waktu yang lalu. Tiga kategori itu adalah, sutradara terbaik, aktor terbaik dan film terfavorit.
Menurut penuturan Ketua produksi, Verina Marcilla pencapaian timnya dalam pagelaran FSS 2017 merupakan pencapaian yang diluar dugaan. Karena film The Trimaskentir sendiri, dibuat berawal dari tugas sekolah siswa kelas XI-10 IPS. Tim yang beranggotakan Verina Marcilla, Rais Akbar dan delapan teman mereka berniat untuk menbawa tugas sekolahnya diajang bergengsi FSS 2017. Sebanyak 43 pemain yang berkontribusi dalam film tersebut.
Verina menjelaskan, bahwa produksi film yang dia buat bersama timnya merupakan ajang untuk mencari pengalaman. Selama dua bulan mereka menyiapkan proses produksi, mulai dari pembuatan naskah ulang, casting hingga proses editing.
Pendaftaran FSS sendiri dimulai dengan melengkapi persyaratan yang diminta dari pihak FSS. Film yang sudah di produksi kemudian harus di upload di situs resmi youtube milik Rapendik. Dalam kategori ini, SMAN 2 Surabaya masuk dalam 10 besar nominasi film terbaik dan sukses menyabet film terfavorit dengan mendapat like sebanyak sepuluh ribu dari reviewer. Untuk mendapatkan kategori film terfavorit Verina dan tim harus mengalahkan 20 peserta lainnya baik dari SMA maupun SMK.
Dalam film yang mereka buat, konsep yang diusung merupakan gabungan dari tiga genre cerita. Yaitu romance, persahabatan dan komedi.
“Awalnya kita disuruh buat film dari salah satu naskah. Kita mikirnya kayak ini gak ada yang cocok. Kita gabungin aja sekaligus. Karena tiga-tiganya bagus” ungkap pemeran Utama the Trimaskentir, Moch. Aldy.
Lebih lanjut, laki-laki berkacamata tersebut menambahkan jika pemilihan tema yang mereka ambil merupakan tema yang ringan, yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Film The Trimaskentir bercerita mengenai tiga orang sahabat yang berasal dari jurusan SMA yang berbeda yaitu (IPA, IPS dan Bahasa). Mereka bertiga memperebutkan cinta dari seorang perempuan yang sama. Secara garis besar film tersebut bercerita mengnai bagaimana cara menghargai perbedaan pemikiran dalam sebuah persahabatan. “Nah kita ingin mengangkat konflik itu” ungkap verenia
Dia menambakan, bahwa film ini ditulis dari tiga penulis yang berbeda genre. Untuk memperindah alur cerita film, ketiga penulis tersebut berdiskusi untuk membuat cerita baru yang menarik untuk dijadikan sebuah film. Selain itu, untuk mempromosikan filmnya, Verina dan tim membuat poster ajakan untuk menonton karya pertama mereka. Poster tersebut mereka sebarkan di lingkungan sekolah, lingkungan keluarga maupun masyarakat.
Film yang berdurasi 5 menit tersebut merupakan film pertama yang mereka buat yang sukses mendapatkan tiga penghargaan. Namun, tentu saja mereka menemui beberapa kendala seperti pengambilan adegan yang berulang, pengambilan angle gambar yang sesuai cerita, permainan grading color pada proses editing membuat proses rendering video melambat.
Keunggulan film The Trimaskentir sendiri, menawarkan permainan ekspresi wajah dengan sedikit dialog. Film tersebut lebih menonjolkan cerita dibandingkan sebuah suasana dialog para pemainnya.
“Di film itu, para pemain lebih banyak gak ngomongnya. Kita memainkan ekspresi dan efek suara” terang Sutradara, Rais Akbar
Tambahnya, menurutnya film dengan banyakdialog, lebih sulit dipahami baik secara pesan maupun ide cerita. Hal tersebut bisa saja dilatari oleh penggunaan alat shooting maupun improvisasi dialog yang membuat cerita tersebut tidak pada intinya.
Dari pemikiran tersebut, mereka mengambil ssatu perspektif yang disimpulkan secara bersama di mana mereka lebih menonjolkan kesesuaian cerita dengan gambar bukan ke tokoh cerita maupun alat-alatnya yang digunakan.
Penghargaan tiga kategori yang di rengkuh SMAN 2 Surabaya mendapat tanggapan positif dari Kepala sekolah SMAN 2 Surabaya, Tatik Kustini. dia menuturkan bahwa pihak sekolah mengapresiasi karya siswa nya dalam ajang FSS.
“Untuk sekelas propins, anak kita memegang nomer yg mempunyai efek. Seperti sutradara, aktor terbaik dan sinema terbaik” ujarnya. Lanjutnya, dia berharap agar pencapaian tersebut bisa ditularkan kepada adik-adiknya. Sehingga bisa memotivasi lagi untuk menghasilkan karya terbaik untuk kedepannya. Selain itu, dia menuturkan bahwa prestasi tersebut tidak diperhitungkan sebelumnya. Mengingat sinematografi tidak termasuk dalam ekstrakulikuler sekolah. Melainkan, tergabung dalam ekstrakuliler jurnalistik. Sekolah berharap, semua pihak atau stakeholder termasuk orang tua dan alumni, bisa bekerjasama dalam meningkatkan kualitas dan prestasi siswa.
“Sekolah hanya memberikan support moril, dan fasilitas standart yang sudah ada” tambahnya.

Tatik Kustini

Ingin Bukukan Kumpulan Naskah Film Siswa
Di balik kesuksesan tim Trimaskentir membawa pulang tiga kategori, peran Condro Wiratmoko sebagai guru seni budaya sekaligus pembimbing sangat diperhitungkan. Berawal dari inisiatifnya dalam mengobah pola pembelajaran yang sesuai dengan k13, Condro memberikan pembelajaran teater dalam bentuk apresiasi dan evaluasi sinematografi dari berbagai film.
Guru seni budaya ini menambahkan, materi pembelajaran teater lebih prospek untuk materi pembelajaran. Apresiasi sinema dinilai sebagai langkah tepat untuk bisa menganalisa berbagai macam perfilman yg nantinya akan dibuat dalam sebuah projek film dari karya siswa-siswi.
Dia juga menekankan kepada murid-murid nya untuk mempelajari berbagai aspek perfilman. Setelah mengapresiasi sinema, siswa diminta untuk membuat naskah yang memiliki pesan moral, unsur pendidikan dan amanat. Dari naskah tersebut mereka tidak memerankan langsung dalam penokohan, melainkan mereka diminta untuk memvisualisasikan dalam bentuk konsep yg nantinya akan dipresentasikan. Ide konsep sinema seolah-olah sudah pernah dibuat.
“Kenapa saya buat perbedaan pembelajaran seperti ini? Karena kalau saya mengajari praktek teater atau teater sendiri saya juga bukan di bidang disiplin ilmunya” terangnya pembina the Trimaskentir.
Dia menambahkan, bahwa pencapaian anak muridnya merupakan pemaksimalan dari hasil karya yang dibuat oleh murid-muridnya. Dia beranggapan, bahwa pencapaian tersebut tidak semerta-merta karena metode pembelajaran yang dia terapkan. Melainkan karena dalam pembelajaran tersebut ada motivasi yang dia sampaikan ke pada anak didiknya.
Point pentingnya, tambahnya membuat pola pembelajaran yang berbeda di mana ada seni dan juga ada inovasi nya. Dan saya apresiasi hasil dari pembuatan naskah mereka akan saya bukukan berupa kumpulan antologi naskah film. Saat ini kumpulan antologi naskah masih dalam proses layouter. Nantinya, buku antologi tersebut akan didistribusikan baik untuk perpustakaan maupun komersil.
Penerbitan buku Itu dianggap sebagai motivasi untuk mereka dalam berminat untuk membuat naskah. Kumpulan antologi naskah ini, juga bertujuan untuk dokumentasi dan referensi hasil karya siswa untuk pembelajaran selanjutnya. [ina]

Tags: