Tiada Hutan Terbakar (lagi)

TNI (gabungan) dan Polisi akan dikerahkan untuk meminimalisir kebakaran hutan. Sampai zero hot-spot pada tahun (2017) ini. Pengalaman kebakaran hutan tahun 2015, telah menyebabkan musnahnya 2,6 juta hektar. Kerugian tak ter-perikan mencapai lebih dari Rp 200 trilyun. Serta 50 juta warga pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, terpapar dampak kabut asap. Kebakaran juga diduga dilakukan oleh sindikat pembukaan lahan internasional.
Masyarakat di beberapa daerah yang terdampak langsung 500 ribu jiwa. Bukan hanya penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yang diderita, melainkan sudah menyebabkan korban jiwa. Indonesia darurat kabut asap, dengan ratusan titik api, meliputi hamparan luas jutaan hektar. Ini (darurat kabut asap) terbesar di dunia. Ternyata bukan sekadar gejala alam, melainkan kebanditan terhadap lingkungan hidup.
Presiden meng-apresiasi kinerja kebakaran hutan selama ini (selama tahun 2016). Telah terjadi penurunan lebih dari 80% titik api dan luasan lahan. Karena itu pemerintah melanjutkan upaya pemadaman serta pencegahan kebakaran. Yakni mengerahkan personel TNI gabungan dan Polisi. Telah diperintahkan ter-struktur, mulai tingkat desa, sampai Kodam dan Polda.
Selain itu juga melibatkan masyarakat, dengan cara pemadaman “istimewa,” yakni shalat istisqo’. Doa minta hujan tetap diturunkan di lokasi hot-spot. Sebab, pengerahan pesawat untuk water bomber, tidak akan mencukupi. hanya sekadar cara mengurangi luas areal yang terbakar. Itupun bagai sirkuit adu cepat dengan pembakaran lahan di tempat lain. Hanya hujan yang bisa mengalahkan kobaran api yang terlanjur meluas.
Pencegahan kebakaran, niscaya menjadi bagian dari sistemik yang wajib dilakukan. Diantaranya melalui penegakan hukum. Bukan sekadar dengan “pedang” UU Nomor 32 tahun 2009 tentang PPLH (Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Tetapi juga mesti dianggap extra-ordinary court, disejajarkan dengan terorisme. Sebab, lingkungan yang sehat merupakan hak asasi manusia sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi.
UUD pasal 28H ayat (1) menyatakan: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik.” Sebagai hak asasi, maka kondisi lingkungan hidup yang baik senantiasa harus di-audit oleh pemerintah. Sebagaimana UU PPLH pasal 1, di-definisi-kan: “Audit lingkungan hidup adalah evaluasi … terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.”
Aksi teror pembakaran lahan dan hutan, setidaknya telah rutin terjadi sejak 15 tahun terakhir. Selama itu pula masyarakat, terutama di Sumatera dan Kalimantan, menderita. Bahkan negeri tetangga (Singapura dan Malaysia) sudah beberapa kali protes, akibat kabut asap. Tetapi penyelesaian oleh pemerintahan bagai buka-tutup lubang. Gejalanya makin meningkat, disebabkan lemahnya penegakan hukum.
Ternyata bukan hanya penegakan hukum yang lemah. Konon pembakaran lahan merupakan “pesanan.” Selanjutnya dijadikan tanaman industri. Misalnya untuk kelapa sawit, karet atau tanaman lain untuk pabrik kertas. “Pesanan” melibatkan sindikat internasional. Karena hasil tanaman industri (sawit) diangkut ke negeri tetangga. Sebagian “pesanan” perusahaan konglomerasi. Sebagian lain (yang lebih besar), dikuasai oleh bandit-bandit sebagai “sediaan” lahan siap tanam.
Areal yang sudah dibakar, harganya akan melonjak sejuta persen! Faktanya, tanah hutan liar yang semula tak bernilai, setelah dibakar menjadi terang benderang, harganya menjadi Rp 100 juta per-hektar. Biasanya minimal 20 hektar. Tak jarang, kerabat tetua adat setempat turut menjadi beking. Tidak seluruh lahan yang berupa hutan liar dibakar. Sebagian juga ditebang untuk diambil kayunya. Jadi, keuntungan bandit perambah hutan ber-lapis-lapis, tanpa pertanggungjawaban pula.
Pembakaran lahan, mestilah dipahami sebagai korupsi dengan modus pencurian disertai pemberatan (curat). Berlapis-lapis ancaman hukumannya. Hanya diperlukan keberanian pemerintah.

                                                                                                        ——— 000 ———

Rate this article!
Tags: