Tiada Lagi Subsidi BBM

Karikatur BBMPEMERINTAH sudah mulai jujur dengan harga BBM. Harga premium saat ini senilai Rp 7.600,- merupakan harga ke-ekonomi-an bensin dengan oktan (RON) 88. Tidak ada lagi subsidi BBM, kecuali solar untuk angkutan umum. Selanjutnya harga BBM akan mengikuti harga minyak dunia di pasaran internasional. Bisa naik, bisa juga turun tiba-tiba.
Sebelum menempuh jujur dalam penentuan harga BBM, pemerintah membentuk tim reformasi audit ke-usaha-an. Tim bertugas memeriksa manajemen tata kelola migas. Tugasnya antara lain memeriksa Petral, anak perusahaan PT Pertamina yang berkantor di Singapura. Melalui Petral inilah pemerintah membeli minyak premium dengan kandungan oktan 88% (premium). Walau sebenarnya sudah sangat jarang negara lain yang mengkonsumsi premium.
Konon karena bersifat pesanan khusus (dan tiada pembeli lain), menyebabkan harga BBM premium bersifat  “khusus” pula. Harga BBM premium ditentukan dengan patokan MOPS (lembaga manajemen harga yang berpusat di Amerika Serikat). Selain MOPS harga premium juga ditambah dengan berbagai macam pajak. Termasuk PPN dan PBB-KB (Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor) sekitar Rp 1.115,- per-liter.
Hasil pemungutan PBB-KB juga di-bagi hasil-kan ke Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten dan Kota, sesuai besarnya konsumsi BBM daerah. Jadi, ketika BBM premium (oktan 88) dinyatakan bersubsidi, sebenarnya juga dipungut pajak. Begitu pula harga saat ini (Rp 7.600,-) juga termasuk pembayaran pajak jenis PPN dan PBB-KB. Sedangkan turunnya harga premium disebabkan turunnya harga minyak dunia.
Sayangnya, nilai kurs rupiah melemah terhadap dolar Amerika. Patokan harga impor migas menggunakan nilai tukar senilai Rp 12.300,- per-US$. Andai nilai tukar menguat sampai dibawah Rp 12.000,- per-US$, maka pemerintah juga wajib menurunkan harga BBM premium oktan 88. Kejujuran terhadap nilai tukar rupiah mestinya juga disosialisasikan berkait dengan harga BBM.
Naik ataupun turunnya harga BBM merupakan keniscayaan di seluruh dunia. Sekitar satu setengah bulan lalu (Selasa 18 November 2014) pemerintah menaikkan harga bensin dan solar bersubsidi masing-masing sebesar Rp 2.000,-. Kenaikan itu telah direkomendasikan oleh para ahli ekonomi sejak lama, sebelum pergantian pemerintahan. Padahal pada waktu yang sama, berbagai negara di dunia menurunkan harga BBM.
Kenaikan harga BBM bersubsidi memang direkomendasikan karena “disangka” memberatkan pemberian subsidi. Padahal dengan harga premium senilai Rp 8.500,- per-liter, sebenarnya tergolong serampangan. Bayangkan, harga premium oktan 88 di Indonesia lebih mahal dibanding harga pertamax plus (oktan 95) di Malaysia (seharga Rp 8.300,-). Sedangkan pertamax plus di Indonesia malah seharga Rp 11.600,-.
Ironisnya, sampai saat harga premium senilai Rp 8.500,- masih di-istilahkan sebagai BBM bersubsidi. Juga dibedakan dengan BBM non-subsidi berupa pertamax ataupun dex (solar). Namun setelah menurunkan tim reformasi tata-kelola migas, baru diketahui bahwa harga BBM di Indonesia tergolong mahal. Yang non-subsidi maupun yang subsidi kelewat mahal. Karena itu pemerintah merevisi harga BBM yang diberlakukan sejak 1 Januari 2015.
Seiring globalisasi bisnis, harga pertamax (oktan 92) diturunkan bertahap. Jika tidak, BBM dari luar negeri akan semakin “menguasai” pasar BBM dalam negeri. Pertamax oktan 92 akan turun menjadi Rp 8.800,- (semula Rp; 10.200,- lalu turun menjadi Rp 9.950,-). Begitu pula pertamax plus (oktan 95) turun menjadi seharga Rp 9.650,- (sebelumnya Rp 11.600,-). Harga-harga tersebut hanya berlaku di pulau Jawa, di luar Jawa harganya lebih mahal.
Kejujuran pemerintah tentang harga BBM patut diapresiasi. Masyarakat kini bisa menerima harga BBM, walau tidak ada lagi subsidi. Sedangkan berbagai program bantuan kepada masyarakat, harus dianggap sebagai kewajiban pemerintah untuk memenuhi amanat UUD pasal 28H ayat (3).

                                                          ————–   000   ————–

Rate this article!
Tiada Lagi Subsidi BBM,5 / 5 ( 1votes )
Tags: