Tidak Abai DBD

Kasus demam berdarah dengue (DBD) masih tetap menjadi endemi, menyusup bersamaan dengan wabah pandemi virus corona. Musim hujan, dengan tambahan genangan air menjadi tempat kembang biak nyamuk aedes aegepty. Sampai bulan Juni 2020, secara akumulatif terdapat 68 ribu kasus suspect DBD! Ternyata terdapat “korelasi” suspect DBD berada di daerah dengan kasus CoViD-19 yang tinggi pula. Pemerintah dan masyarakat diharapkan tak abai terhadap aspek kebersihan lingkungan.

Suspect DBD tak kalah cepat dengan CoViD-19. Pada Maret (2020) lalu masih tercatat 16.099 kasus. Pada bulan (Juni) ini naik menjadi 68 ribu kasus, naik 422% dalam tiga bulan. Walau angka kematian sebanyak 346 orang (0,05%). Karena kasus DBD tergolong bisa di-minimalisir dengan berbagai upaya preventif, promotif, dan kuratif. Antara lain dengan gerakan masyaraka 3M (menguras, menutup, dan mengubur) timbulan air.

Kementerian Kesehatan mencatat fenomena pewabahan ganda, antara CoViD-19 denga DBD. Karena daerah dengan catatan endemik-nya bersamaan. Realitanya, propinsi dengan jumlah kasus DBD tertinggi, adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Lamung, Sulawesi Selatan, dan NTT (Nusa Tenggara Timur). Laporan suspect DBD lebih cepat diketahui karena gejalanya bisa dilihat dengan mudah. Juga secara ke-endemik-an lebih dikenal masyarakat sejak lama.

Sebanyak 439 daerah (dari 460 kabupaten dan kota) melaporkan terjadinya kasus suspect DBD, sekaligus juga terdapat CoViD-19. Arinya, 95% daerah mengalamai infeksi ganda (dobel wabah) bersamaan. Persamaan lainnya, vaksin DBD juga belum manjur benar. Pencegahan hanya dengan cara menghindar dari gigitan nyamuk aedes aegepty, yang suka “lembur” pada siang hari. Serta bisa berada di tempat yang nampak bersih (termasuk di ruang ber-AC, dan di dalam mobil).

Namun jumlah suspect DBD yang tercatat selingkup nasional menurun dibanding periode yang sama (triwulan pertama) tahun lalu. Pada periode yang sama, sampai bulan Juni. kematian akibat DBD juga lebih rendah dibanding tahun 2019 lalu (sebanyak 436 orang per-Maret 2019). Selingkup nasional sepanjang tahun 2019 tercatat 137.761 kasus DBD, dengan angka kematian sebanyak 917 orang. Usia suspect paling banyak pada anak 5–14 tahun (41,72%), serta usia dewasa 15–44 tahun (37,25%).

Sampai kuartal pertama tahun (2020) ini jumlah korban (jiwa) DBD tertinggi terjadi pada propinsi NTT (Nusa Tenggara Timur), sebanyak 21 orang. Disusul Jawa Barat (15 orang), dan Jawa Timur (11 orang). Ketiganya masuk dalam “zona merah” DBD. Empat propinsi lain menempati “zona kuning,” yakni, Lampung (7 orang), Jawa Tengah (4 orang), serta Bengkulu dan Sulawesi Tenggara, masing-masing 3 orang.

Endemi DBD tergolong cepat. Pada tiga pekan awal tahun 2020, masih sebanyak 100 kasus, tersebar dienam propinsi. Terutama di Jawa Barat, Jambi dan Bali. Namun pada pekan ke-10 (awal Maret 2020) sudah tercatat 14 ribu lebih kasus. Sampai bulan (Juni) ini sudah 68 ribu kasus. Seluruh daerah (propinsi) bisa mengalami pe-wabah-an. Sampai Satgas Penanganan CoViD-19, me-warning seluruh perangkat kesehatan tidak abai terhadap endemi DBD.

Sebaran DBD beriringan dengan musim hujan, dan intensitas curah hujan pula. Hujan deras menyebabkan genangan lebih banyak. Seluruh daerah bisa mengalami pe-wabah-an, sesuai kondisi lingkungan. Di Jawa Timur, misalnya, sampai April (puncak musim hujan) tercatat 3.280 kasus. Puskesmas, dan RSUD diharapkan tidak menutupi kasus DBD.

Kini pe-wabah-an penyakit makin diwaspadai melalui Inpres Nomor 4 Tahun 2019. Di dalamnya mengatur mekanisme deteksi, serta respons terhadap wabah penyakit.

——— 000 ———

Rate this article!
Tidak Abai DBD,5 / 5 ( 1votes )
Tags: