Tidak Cukup Deklarasi, Butuh Sinergi dalam Mewujudkan

Kondisi Su'aini warga Dusun Barat Sawah, Desa Sido Gedung Batu Kecamatan Sangkapura Bawean yang hidup dalam pasung lebih dari 6 tahun. [wahyu kuncoro]

Kondisi Su’aini warga Dusun Barat Sawah, Desa Sido Gedung Batu Kecamatan Sangkapura Bawean yang hidup dalam pasung lebih dari 6 tahun. [wahyu kuncoro]

Harap-harap Cemas Wujudkan Jatim Bebas Pasung 2017
Kota Surabaya, Bhirawa
Jatim bebas pasung 2017 sudah dideklarasikan Gubernur Jatim Dr Soekarwo Juni 2014 lalu di Kabupaten Ponorogo. Setelah dua tahun berjalan, respon daerah khususnya yang di wilayahnya terdapat warga yang masih dipasung nyaris tidak terasa. Terbukti, jumlah warga yang masih dipasung tidak mengalami penurunan yang signifikan. Kalau saat dideklarasikan ada 764 warga di Jatim yang dipasung, maka sekarang ini masih ada 718 warga yang mengalami hidup dalam kondisi dipasung.
Berada dalam kamar yang lebih mirip seperti kandang hewan ini, sudah enam  tahun ini Su’aini melewati hari-harinya. Tempat tidur dari papan kayu tanpa alas dan sebuah bantal putih yang warnanya berubah jadi hitam karena begitu kotornya menjadi teman setianya.
“Sudah makan mas,” tanya Sobirin salah seorang pendamping program Jatim bebas pasung yang menemani Bhirawa mengunjungi Su’aini di rumahnya, Senin ( 30/5) yang lalu.
“Belum,” jawab Su’aini dengan tatapan mata kosong. Begitu Sobirin menawarkan rokok, laki-laki paro baya yang hanya mengenakan sarung ini menganggukkan kepalanya. Sesaat kemudian, Su’aini pun asyik dengan mengisap rokoknya. Tidak banyak yang bisa Bhirawa dapatkan dari mulutnya, beberapa pertanyaan yang diajukan Bhirawa dan Sobirin hanya disambut dengan tatapan mata kosong sambil sesekali tersenyum.
Melihat kondisi rumah dan perabotan yang ada di rumah, wajar kalau keluarga ini masuk kategori keluarga miskin. Rumah Su’aini yang berada di Dusun Barat Sawah, Desa Sido Gedung Batu Kecamatan Sangkapura Bawean ini berada 1,5 km dari jalan Jalur Lingkar Bawean (JLB). Akses jalan yang sempit, membuat tidak semua rombongan bisa ikut mendatangi rumah Su’aini. Jalan yang tersedia hanya bisa dilalui dengan jalan kaki. Kalaupun menggunakan motor harus ekstra hati-hati karena jalanan yang licin dan menanjak.
“Su’aini mulai menunjukkan gangguan jiwa sejak dia kerja di Malaysia 6 tahun yang lalu,” tutur Mak Samna (65) orangtua Su’aini berkisah.
Awalnya, Su’aini dibiarkan bebas tanpa pasung. Namun lambat laun gangguan jiwa yang dialami Su’aini membawa ancaman bagi warga sekitarnya. “Su’aini mulai suka mengejar-ngejar perempuan di desa. Bukan itu saja, Su’aini juga sering merusak kaca dan pintu rumah tetangga,” kata Mak Samna.
Akibatnya, lanjut Mak Samna keluarga sering harus mengganti rugi kerusakan yang diakibatkan ulah Su’aini.
“Kami ini untuk makan saja susah apalagi kalau harus terus menerus mengganti kaca yang dirusak.  Sebagai jalan keluar, keluarga akhirnya memutuskan untuk memasung,” kata Mak Samna .
Dengan kondisi Su’aini terpasung, keluarga merasa lebih tenang.  “Saya bisa mencari uang dengan mencari kayu bakar di kebun, juga tidak ada lagi keluhan dari tetangga akibat ulah Su’aini,” lanjut Mak Samna.
Salah seorang perawat yang senantiasa mengawasi perkembangan kejiwaan Su’aini mengakui bila perkembangan kejiawaan Su’aini relatif lamban. “Kondisi orangtua pasien yang miskin membuat tidak ada yang mengawasi,” tutur Ny Norman, perawat yang sehari-hari bertugas di Puskesmas Pembantu di Desa Sido Gedung Batu.
Ketika Bhirawa menawari apakah Mak Samna mengizinkan kalau Su’aini boleh dirawat di Surabaya, dengan wajah berbinar dia menganggukkan kepalanya.
“Saya pasrah saja, karena di sini keluarga juga tidak bisa  mengurusnya,” kata Mak Samna.
Di Bawean, bukan hanya Su’aini yang mengalami nasib seperti itu. Dalam catatan Bhirawa, masih ada 15 warga Bawean yang sampai saat ini hidup dalam  kondisi terpasung. Angka itu sudah berkurang dari angka yang sebelumnya  yakni 17 warga. “Dua warga sudah berhasil kami lepaskan pasungnya,” kata petugas Puskesmas di Sangkapura Ny Kamaria.
Ingin memastikan bagaimana kondisi warga yang sudah dibebaskan dari pasung, Bhirawa meminta Ny Kamaria untuk mengantarkan ke rumah dua orang warga yang sudah bebas pasung tersebut.  Mempertimbangkan waktu dan akses jalan yang tersedia, akhirnya rombongan memutuskan hanya mengunjungi rumah Arwani, salah seorang korban pasung yang sudah dibebaskan.
Dibandingkan dengan rumah Su’aini, rumah Arwani relatif mudah terjangkau. Rumah Arwani yang berada di Dusun Rujing, Desa Sungai Telauk Kecamatan Sangkapura hanya sekitar 100 meter dari Jalur Lingkar Bawean (JLB).
Sampai di teras rumah, Bhirawa dan rombongan disambut hangat kedua orangtua Arwani. Ayah Arwani yang bernama Anwari sudah terlihat sangat renta. Kemiripan nama Arwani dan Anwari sempat membingungkan Bhirawa.
Anwari menceritakan awal mula Arwani harus dipasung. Saat remaja, sebagaimana remaja di kampungnya Arwani pun mondok di Sidogiri Gresik. Karena tidak betah akhirnya Arwani pulang kembali  ke Bawean.
“Sejak pulang dari Bawean Arwani selalu minta hal-hal yang di luar kemampuan saya, seperti minta motor dan lain-lain. Karena tidak terpenuhi Arwani menjadi pemurung dan kadang suka marah dan merusak apa saja yang didekatnya. Akhirnya, saya memasungnya,” kata Anwari.
Setelah lebih dari 10 tahun dalam pasungan, pihak keluarga dengan didorong oleh petugas Puskesmas setempat melepas pasungannya. Dalam pengamatannya Bhirawa, kondisi Arwani yang sudah lemas memang sudah seharusnya dilepaskan. Menurut penuturan Ny Kamaria, kemiskinan menjadi alasan utama terjadinya praktik pemasungan di Bawean. Bahkan ironisnya dalam kasus yang menimpa Arwani, keluarga yang jelas miskin ini tidak mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah.
“Bantuan yang diperuntukkan untuk warga miskin di sini banyak yang salah sasaran. Keluarga Arwani yang jelas-jelas miskin tidak pernah mendapat bantuan apa pun,” kata Ny Kamaria dengan muka memerah menahan kesedihan.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Sosial Jatim Dr Sukesi Apt MARS mengungkapkan terkait pencanangan Jatim bebas pasung 2017, pihaknya secara khusus diberi tugas melakukan pendataan dan pendampingan.
“Pendampingan yang kami lakukan adalah pendampingan terhadap keluarga dan korban,” kata Sukesi lewat ponselnya, Senin (6/6) kemarin.
Pendampingan kepada keluarga agar nantinya klien terpasung bisa minum obat secara teratur. “Harapannya korban tidak kambuh lagi dan tidak perlu lagi dipasung,” kata Sukesi. Selain itu, bagi keluarga dan klien yang terpasung mendapatkan bantuan.
“Bagi klien mendapatkan bantuan makanan, sedangan keluarganya dapat bantuan berupa Usaha Ekonomi Produktif,” kata Sukesi. Lebih lanjut Sukesi menekankan bahwa pendataan yang dilakukan Dinsos Jatim adalah melalui sistem online yakni e-pasung.
“Data yang kami miliki saat ini ada 718 warga yang masih terpasung. Data itu adalah by name by address,” jelasnya lagi.
Sukesi berharap agar pemkab/pemkot juga ikut proaktif  untuk mengatasi masalah pasung ini.
“Butuh sinergi dan kesungguhan semua pihak untuk mewujudkan Jatim bebas pasung 2017 mendatang,” kata Sukesi. [Wahyu Kuncoro]

Tags: