Tidak Perlu Revisi Kembali UU Pilkada

Foto Ilustrasi

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tidak perlu direvisi kembali terkait peserta pilkada berstatus tersangka dapat diganti oleh partai politik atau gabungan parpol. Bahwa hukum acara pidana di Indonesia mengenal asas praduga tak bersalah.
Jadi, sepanjang putusan pengadilan belum berkekuatan hukum tetap (inkrah), yang bersangkutan kita anggap belum bersalah.
Hal itu sebagai jawaban berbagai pertanyaan mengenai perlu tidaknya merevisi kembali UU No. 1/2015 tentang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) sehubungan ada usulan agar pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) atau merevisi kembali UU tersebut.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 pernah mengalami perubahan hingga dua kali. Baik pada perubahan pertama (UU No. 8/2015) dan terakhir (UU No. 10/2016), belum ada ketentuan parpol/gabungan parpol dapat mengusulkan pasangan calon pengganti terkait dengan peserta pilkada berstatus tersangka.
Saya mengimbau calon pemilih tidak usah galau, yang penting tidak mencoblos pasangan calon berstatus tersangka pada hari-H pemungutan suara pilkada, 27 Juni 2018.
Menurut saya, tertangkapnya sejumlah peserta pilkada, yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka, menunjukkan ketidakmampuan parpol menyuplai pemimpin yang bersih.
Harusnya di tahap awal parpol konsultasi dengan KPK sehingga tidak mencalonkan orang yang bermasalah hukum.
Menyinggung operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah calon kepala daerah oleh KPK, Teguh mengatakan semua itu pembelajaran penting bagi para petinggi parpol.
Jadi, biar untuk pembelajaran pemilih untuk cerdas dan parpol harus cermat menyeleksi bakal pasangan calon yang akan mereka usung pada pilkada.

Teguh Yuwono
Ketua Program Magister Ilmu Politik FISIP Universitas Diponegoro Semarang

Rate this article!
Tags: