Tiga Bulan 2 Warga Tewas, Dinkes Kota Probolinggo Uji Lab 11 Tikus

Takut terkenan virus kencing tikus warga berburu tikus rumahan.

Kota Probolinggo, Bhirawa
Warga Kota Probolinggo mewaspadai bahaya leptospirosis atau yang dikenal dengan penyakit kencing tikus. Sebab, hingga Maret, tercatat 2 warga Kota Probolinggo meninggal dunia akibat terserang bakteri itu. Jumlah itu meningkat dari tahun lalu. Sepanjang 2017, hanya tercatat satu orang saja yang meninggal akibat bakteri bernama leptospira tersebut.
Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat mencatat, penyakit kencing tikus itu baru terdata sejak tahun lalu. Saat itu ada 6 penderita dan satu di antaranya meninggal dunia. Pada tahun ini, sampai Maret, ada 5 warga yang terdeteksi terkena bakteri leptospira. Dua di antaranya meninggal dunia.
Dua warga yang meninggal itu tinggal di Kelurahan Jati, Kecamatan Mayangan dan Kelurahan Kebonsari Wetan, Kecamatan Kanigaran.
Kepala Dinkes setempat, Ninik Ira Wibawati, Minggu 15/4 mengungkapkan, penangan pada penderita sudah dilakukan.
“Kami menggandeng Dinkes Provinsi Jawa Timur untuk melakukan pemeriksaan di lingkungan warga yang meninggal karena kencing tikus,” kata Ninik.
Adanya temuan kasus leptospirosis atau yang dikenal dengan penyakit kencing tikus 2 tahun terakhir di Kota Probolinggo jadi perhatian Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat. Sejumlah langkah pun telah dilakukan, ujarnya.
Penangan pada penderita sudah dilakukan. Tak hanya itu, Dinkes juga telah mengambil sampel tikus di sekitar lokasi warga meninggal karena penyakit kencing tikus itu. “Ada 11 tikus yang dibawa untuk dites, tapi masih belum tahu hasilnya,” terang dr Ninik.
11 tikus yang diuji ke lab itu diambil dari 2 tempat yang ditinggali penderita yang meninggal. Dinkes kemudian juga melakukan penyelidikan di sekitar rumah korban yang meninggal.
Jaraknya 10 sampai 15 rumah. Dinkes juga menggali informasi warga lain yang sakit dengan gejala yang sama. Selain itu, Dinkes juga menyemprot desinfektan di sekitar rumah korban. Diketahui, 2 tahun terakhir ditemukan kasus penyakit kencing tikus.
Temuan kasus Leptospira atau yang dikenal penyakit kencing tikus 2 tahun terakhir di Kota Probolinggo harus diwaspadai warga. Apalagi, sudah ada penderita meninggal imbas bakteri itu. Untuk mengantisipasinya, warga perlu mengetahui dan melakukan upaya pencegahannya, lanjutnya.
Yusminingsih, kabid Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) pada Dinkes setempat mengatakan, penyakit kencing tikus ini disebabkan oleh bakteri leptospira yang terdapat pada kencing dan kotoran tikus.
“Sebenarnya tidak hanya tikus saja, namun pada hewan lain seperti anjing, kambing, sapi, juga bisa menularkan. Tapi, untuk hewan-hewan itu kan ada perawatan, karena ada pemiliknya. Berbeda dengan tikus, tidak ada yang merawat maupun mengobati. Di Indonesia yang banyak ditemukan leptospira itu pada tikus,” terangnya.
Leptospira sendiri sebuah organisme yang hidup di perairan air tawar, tanah basah, lumpur, dan tumbuh-tumbuhan. Bakteri ini terdapat dalam kencing dan kotoran tikus. Bakteri ini masuk ke air atau tanah dan bisa bertahan hingga berbulan-bulan.
Bakteri leptospira dapat masuk melalui mata, hidung, mulut, atau luka terbuka pada kulit. Misalnya, air yang bercampur bakteri, dipakai mandi atau minum. Atau makanan yang terkontaminasi kencing dan kotoran tikus, lanjutnya.
“Air yang mengandung kencing tikus bercampur bakteri leptospira, bisa masuk melalui kutikula yang ada di bawah kuku. Bisa juga makanan tercemar dengan kencing tikus karena penempatannya yang tidak aman,” ujarnya. Contoh, seperti bungkus mi instan yang berlubang karena digigit tikus. Mi instan tersebut wajib dibuang.
Gejala sakit kencing tikus ini diawali dengan gejala yang hampir sama dengan penyakit tifus. “Seperti demam tinggi, mual, pusing, trombosit turun, dan leukosit tinggi. Trombosit turun dan leukosit tinggi itu menandakan sedang terjadi infeksi di dalam tubuh,” tandasnya.
Yusminingsih meminta kepada warga agar menjaga lingkungan. Kondisi lingkungan yang sehat mencegah munculnya tikus di lingkungan rumah. Penyakit ini rentan menyerang mereka yang kerap beraktivitas di tempat lembab. Seperti petani, nelayan, atau petugas kebersihan. Langkah yang bisa dilakukan warga terutama untuk menjaga kebersihan rumah dan dapur. Sampah dapur hendaknya dibuang dalam waktu 1 x 24 jam, tambahnya.(Wap)

Tags: