Tiga Gubernur Jalin Erat Harmony Budaya Sunda Jawa

Gubernur Jawa Timur DR H Soekarwo SH MHum bersama Gubernur Jawa Barat DR (HC) H Ahmad Heryawan Lc dan GUbernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X memainkan angklung sebagai tanda terjalinnya persaudaraan dalam Harmony BUdaya Sunda Jawa di Hotel Bumi, Surabaya, dengan diiringi seluruh undangan.

Launching Jalan Prabu Siliwangi dan Jalan Sunda di Surabaya

Pemprov Jatim, Bhirawa
Rekonsiliasi budaya yang diprakarsai Gubernur Jawa Timur, Dr. H. Soekarwo dan Gubernur Jawa Barat, Dr. H. Ahmad Heryawan merupakan momen yang bersejarah dalam menjalin erat persaudaraan, menandai berakhirnya 661 tahun permasalahan antara etnis Sunda dengan etnis Jawa pasca tragedi Pasundan Bubat yang terjadi pada tahun 1357 Masehi.
Rekonsiliasi ini diwujudkan melalui penggantian dua jalan arteri dengan simbol Sunda di Kota Surabaya, yakni Jalan Prabu Siliwangi akan menggantikan sebagian Jalan Gunungsari (Dekat Jalan Gajah Mada) dan Jalan Sunda akan menggantikan sebagian Jalan Raya Dinoyo (Dekat Jalan Majapahit).
“Lewat peristiwa ini, permasalahan antara etnis Jawa dan Sunda yang terjadi sejak 661 tahun lalu, selesai hari ini. Alhamdulillah, baik saya dan Pak Aher akhirnya bisa menemukan satu titik kesamaan” kata Pakde Karwo, sapaan akrab Gubernur Jatim dalam orasinya pada acara Rekonsiliasi Budaya Harmony Budaya Sunda-Jawa di Hotel Bumi Surabaya, Selasa (6/3).
Pakde Karwo mengatakan, rekonsiliasi penting untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, khususnya antara etnis Sunda dan Jawa. Akibat tragedi Pasunda Bubat, kedua etnis ini kerap berselisih dalam berbagai hal yang menyangkut hubungan kemanusiaan, seperti perkawinan, pendidikan dasar, dan lainnya.
Menilik sejarah, lanjutnya, penting bagi generasi masa kini untuk mendudukkan tragedi Perang Bubat sebagai peristiwa kebudayaan, dan untuk melenyapkan masalah ini diperlukan terobosan-terobosan kebudayaan antara masyarakat Sunda dan Jawa, salah satunya lewat rekonsiliasi Harmony Budaya Sunda-Jawa ini.
Pakde Karwo menambahkan, rekonsiliasi ini akan merekatkan bangsa Indonesia melalui simpul-simpul yang memberikan orientasi nilai perjuangan dan persatuan, dengan bingkai dan landasan keragaman budaya, sebagai sumber kekuatan bangsa Indonesia.
Dalam orasinya, Gubernur Jawa Barat, Dr (HC) H Ahmad Heryawan Lc juga akan melakukan hal serupa di Jawa Barat, tepatnya di Kota Bandung, penamaan Jalan Majapahit dan Jalan Hayam Wuruk di Kota Bandung.
“Nama Jalan Majapahit akan menggantikan Jalan Gasibu di tengah kota, kemudian Jalan Kopo diganti Jalan Hayam Wuruk. Estimasinya, penggantian kedua jalan ini dilakukan pada bulan April atau awal Mei 2018 mendatang,” katanya.
Senada dengan Pakde Karwo, Kang Aher sepakat rekonsiliasi ini menjadi bagian penting untuk mempererat hubungan antara etnis Sunda dengan Jawa. Bahkan, rekonsiliasi turut menjadi sejarah dan terobosan yang tepat untuk menyatukan Indonesia.
Apalagi, jumlah etnis Jawa mencapai 42% dari seluruh etnis di Indonesia, sedangkan etnis Sunda mencapai 14%. Jika digabungkan, jumlahnya mencapai 56% atau separuh lebih dari seluruh etnis di Indonesia. “Artinya jika masalah Jawa dan Sunda selesai, maka perkara-perkara besar di Indonesia juga selesai” ujarnya.
Dalam orasinya, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X yang disebut Pakde Karwo sebagai Pengageng Budaya Jawa mengungkapkan pemberian nama-nama jalan ini diharapkan memutus sejarah kelam yang meretakkan hubungan antara etnik Sunda dengan Jawa. Demikian juga DIY juga meletakkan nama Jalan Siliwangi, Pajajaran dan Majapahit.
Ditambahkan, penamaan jalan menjadi tonggak awal sejarah baru rekonsiliasi etnik Sunda-Jawa. Diharapkan Gubernur yang merupakan representasi rakyat, semakin memulihkan tali persaudaraan untuk menjadi satu bangsa Indonesia yang bermartabat.
“Dalam agama apa pun kita tidak pernah mengenal adanya dosa turunan. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa berkenan menunjukkan jalan lurus-Nya, sehingga kita menjadi lebih utuh sebagai satu bangsa,” kata Gubernur DIY.
Sebelumnya, Kepala Disbudpar Jatim, D H Jarianto MSi mengatakan, Harmony Budaya Sunda Jawa ini merupakan upaya mempersatukan dua suku besar yang ada yakni Suku Jawa dan Suku Sunda. Kedua suku diakui kalau mempunyai jumlah penduduk yang cukup banyak.
“Kegiatan inilah (Harmony Budaya, red) yang ditunggu-tunggu, untuk mempersatukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Harapannya tidak akan lagi bisa memecah persatuan bangsa dan negara Indonesia,” tandas Jarianto.
Kegiatan Harmony Budaya Sunda Jawa ini diawali seni budaya kolaborasi kesenian dari Jawa Timur dan Jawa Barat, dilanjutkan orasi budaya dari ketiga Gubernur dan melaunching nama Jalan Prabu Siliwangi dan Jalan Sunda di Kota Surabaya ditandai penekanan tombol sirine secara bersama, dan penyerahan cinderamata (plakat, kain batik, dan piagam) dari Gubernur Jatim pada Gubernur Jabar dan Gubernur DIY.
Kegiatan selanjutnya seluruh undangan bersama ketiga Gubernur memainkan angklung. Diakhiri diskusi panel dengan narasumber berkompeten, seperti Prof Dr Agus Aris Munandar MHum dari UI Jakarta “Bukti-bukti Perekat Sejarah antara Dua Etnik di Masa Silam”, Prof Dr Haryono dari Universitas Negeri Malang “Hikmah yang dapat diambil dari Pasundan Bubat menuju Kehidupan Masa Kini”, Dr. Undang Ahmad Darsa dari Univ. Pajajaran Bandung “Bukti-bukti Perekat di Budaya Sunda”, serta Prof. Aminudin Kasdi dari Univ. Negeri Surabaya “Peran Majapahit di Nusantara”
Hadir dalam kesempatan ini, Sekdaprov Jatim, Dr. H. Akhmad Sukardi, Pangdam V/Brawijaya, Wakapolda Jatim, bupati walikota se-Jatim, bupati walikota eks Padjajaran, Jajaran komandan kodim, jajaran Polda jatim, para kapolres se-Jatim , Kepala Disbudpar Provinsi Jatim dan Jabar, tokoh budayawan Jabar dan Jatim, mahasiswa, dan media massa. [rac]

Tags: