Tiga Keputusan Dzurriyah NU Pedoman di Tahun Politik

Para Dzurriyah pendiri NU dan Ulama saat berada di Pondok Pesantren (Ponpes) Tebu Ireng, Jombang, Rabu (24/10). [Arif Yulianto/ Bhirawa]

Jombang, Bhirawa
Para dzurriyah atau keturunan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) serta sejumlah ulama menggelar halaqoh di Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Jombang, Rabu (24/10). Pertemuan ini menghasilkan tiga keputusan penting terkait tahun politik Pemilu 2019.
Pertama, meminta NU tetap tegak di atas khittah 1926 seperti yang telah diputuskan pada Muktamar ke-26 tahun 1979. Hal itu juga dipertegas dalam Muktamar NU ke-27 di Situbondo pada tahun 1984.
“Kami meminta agar NU tegak berdiri di atas khittah 1926. Itu yang pertama. Berdasarkan hasil diskusi yang kita lakukan,” kata Choirul Anam (Cak Anam), juru bicara pertemuan tersebut.
Cak Anam melanjutkan, keputusan kedua, NU tidak terlibat dalam politik praktis, politik kepartaian, maupun perebutan kekuasaan.
Dan ketiga, warga NU bebas menentukan pilihan dengan tetap mengedepankan sembilan pedoman politik warga NU, seperti yang ditetapkan dalam Muktamar ke-28 di Krapyak, Yogyakarta pada tahun1989 yang lalu.
“Tiga keputusan itulah yang kita hasilkan dalam Halaqoh Ulama Nahdliyyin dalam rangka menjaga marwah NU. Usai dari Tebuireng akan ada pertemuan lanjutan di kediaman Kiai Hasib Wahab di Pesantren Tambakberas, Jombang,” tambahnya.
Pertemuan dengan tema ‘Halaqoh Ulama Nahdliyyin dalam rangka menjaga marwah NU’ itu berlangsung sekitar enam jam bertempat di Ndalem Kasepuhan Pesantren Tebuireng, Jombang.
Selain keturunan pendiri NU, sejumlah ulama dari Jawa Timur (Jatim) dan Jawa Tengah (Jateng) sebanyak 36 orang juga hadir pada halaqoh ini, seperti KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah, yang sekaligus sebagai tuan rumah, KH Abdul Hasib Wahab dari Tambakberas, KH Agus Sholahul Am Wahib Wahab, KH Najih Maimun Zubair dari Rembang, Jawa Tengah, serta kiai dari Pondok Lasem, Rembang, Jawa Tengah.
Selain itu hadir pula Profesor Zahro, Rektor Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum (Unipdu) Jombang, serta Profesor Aminudin Kasdi.
“Ada juga kiai dari Surabaya, Malang, serta Jakarta. Total adal 36 kiai dan keturunan pendiri NU yang hadir,” terang Ketua Komite Khitah 1926, KH Agus Sholahul Am Wahib Wahab yang juga merupakan penyelenggara acara tersebut.(rif)

Tags: