Tiga Mahasiswa Untag Buat Inovasi Raja Singa

Dari kanan, Badriyatus Sholihah, Khusnul Maulana Ibrahim, Muhammad Fadhil Salvado saat menunjukkan kinerja Raja Singa, Pembangkit Listrik yang manfaatkan empat sumber energi.

Alat Pembangkit Listrik Hasil Konversi Empat Sumber Energi
Surabaya, Bhirawa
Dikategorikan sebagai Negara dengan iklim tropis, membuat Indonesia memiliki dua musim. Yaitu musim hujan dan musim kemarau. Namun, tak banyak masyarakat yang tahu perihal pemanfaatan dua musim tersebut untuk energi terbarukan. Hal tersebutlah yang kemudian coba dibuktikkan oleh tiga mahasiswa dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag), yakni Khusnul Maulana Ibrahim, Muhammad Fadhil Savaldo. Dan Badriyatus Sholihah.
Ketiganya membuat inovasi Raja Singa sebagai pembangkit listrik tenaga sinar matahari, hujan, bising dan tekanan. Diungkapkan Ketua tim, Khusnul Maulana Ibrahim, dalam pembuatan prototype Raja Singa, pihaknya mendapat inspirasi dari keadaan masyarakat. Di mana energi listrik menjadi kebutuhan yang cukup tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu pihaknya melakukan terobosan inovasi untuk energi terbarukan.
“Mungkin banyak yang sudah menggunakan panel surya sebagai penghasil listrik. Tapi, kalau sedang musim hujan bagaimana? Ini tidak bisa dipakai,”ujar dia.
Dari itulah, kemudian pihaknya membuat pembangkit listrik tenaga hujan dengan memanfaatkan Piezoelektrik. Untuk bisa dikonversikan ke energi listri. Proses yang sama juga dilakukan dalam perancangan pembangkit listrik tenaga Bising yang memanfaatkan suara audio dan Tekanan yang memanfaatkan getaran dari hentakan kaki.
“Jadi sistem desainn dibuat seperti rangkaian sirkuit. Pada panel surya, energy cahaya matahari yang ditangkap akan dimaksimalkan dengan Maximum Power Point Tracker (MPPT),”jelas dia. Sedangkan untuk pembangkit listrik tenaga hujan, bising dan tekanan, piezoelektrik disusun secara seri yang kemudian akan diberi bost converter. Fungsinya, untuk mengalikan atau melipatgandakan tegangan dari yang dihasilkan.
“Nantinya semua tegangan dari masing-masing sumber pembangkit diolah di rangkaian komparator yang selanjutnya masuk control charger dan penyimpanan aki,”terangnya.
Untuk mengetahui sinyal tegangan yang dihasilkan, lanjut dia, bisa melalui android dengan menggunakan jaringan Bluetooth. Dari hasil penelitian yang sudah di uji coba, energi listrik yang dipancarkan panel surya rata-rata sebesar 19-21 volt. Sementara energi listrik dengan tenaga hujan dengan simulasi air yang digunakan menghasilkan 3,2 volt. “Ini perolehan tertinggi selama kita melakukan uji coba. Untuk tenaga bising yang dihasilkan dari getaran hentakan kaki sebesar 7,8 volt,”urainya.
Kendati begitu, mahasiswa Teknik Elektro semester enam ini mengaku jika ada berbagai kendala dalam pembuatan prototype Raja Singa. Mulai dari komponen dan piezoelektrik yang jarang ada di pasaran. Selain itu, kapasitas dan kemampuan piezoelektrik yang didapat di pasaran terbilang rendah.
“Kami berharap ini bisa digunakan untuk di taman-taman kota. Tapi kami juga mengakui kalau memang ada penyempurnaan dan penataan konstruksi piezoelektrik yang lebih maksimal. Dan metode optimalisasi daya yang dihasilkan,”pungkas dia.
Sementara itu. Pebimbing tim Raja Singa sekaligus Dosen Teknik Elektro, Puji Slamet menambahkan perlu adanya peningkatan inovasi teknologi. Utamanya, untuk rangkaian control charger agar sifatnya lebih kontinu. Sehingga, sekecil apapun tekanan atau kebisingan yang didapat mudah untuk dikonversikan ke energi listrik. [ina]

Tags: