Tiga Saksi Akui BB Kayu Jati Milik Perhutani

Tiga saksi dari Perhutani yang dihadirkan JPU diambil sumpahnya oleh majelis hakim PN Situbondo kemarin. [sawawi/bhirawa].

Tiga saksi dari Perhutani yang dihadirkan JPU diambil sumpahnya oleh majelis hakim PN Situbondo kemarin. [sawawi/bhirawa].

Situbondo, Bhirawa
Persidangan kasus pencurian kayu jati dengan terdakwa Asyani memasuki agenda keterangan saksi-saksi, Kamis kemarin (19/3). Tiga saksi dari pihak Perhutani berhasil dihadirkan JPU Ida Haryani SH, masing-masing Sawin,Kepala KRPH Jatibanteng, Sayadi dan Musyanto yang menjabat sebagai Polhuter (polisi hutan teritorial). Ketiganya serempak, jika BB (barang bukti) potongan kayu jati yang ada di rumah Cipto, adalah kayu milik Perhutani di Petak 43 F.
Sawin dihadapan majelis hakim yang diketahui Kadek Dedy Arcana, menuturkan kronologis penemuan kayu di rumah Cipto, yang belakangan diketahui miliki Asyani, nenek empat cucu. Menurut Sawin, dari temuan itu, pada 24 Juli pihaknya langsung menghubungi Polsek Jatibanteng, guna melakukan patroli. “Dari tim gabungan itu, diakui bahwa kayu-kayu yang disimpan di rumah Cipto, merupakan kayu bekas tebangan di lahan milik Perhutani, di Petak 43 F,” ujar Sawin.
Sawin juga menuturkan perbedaan jenis kayu jati milik Perhutani dengan kayu jati milik warga, dari bagian kelir, warna dan diameternya. Selanjutnya, kata Sawin, kayu itu diangkut ke tempat beubel untuk dijadikan sebagai tempat tidur.
“Kayu itu kalau dilihat dari segi globalnya sama dengan tunggak yang tersisa di TKP.  Ditempat Cipto, juga ada kayu jenis selain kayu jati. Tapi kayu jati saja yang kami sita bersama tim gabungan guna dijadikan BB,” tegas Sawin.
Jarak antar waktu kejadian dengan penyitaan BB, lanjut Sawin, berkisar 2 pekan saja. Selanjutnya, tutur Sawin, pihaknya membuat LA (laporan kehilangan kayu) guna ditembuskan kepada pimpinan Perhutani dan pihak Kepolisian.
“Saya ketemu nenek Asyani hanya sekali saja saat dikonfrontir di Rutan. Selepas itu, saya belum pernah ketemu lagi.  Kayu yang berasal dari BB itu, ditanam pada tahun 1974, dan masih belum waktunya dilakukan penebangan. Kerugian kami (Perhutani) dari kasus ini sekitar Rp 4,3 juta,” pungkas Sawin yang juga membantah melakukan permintaan uang kepada Asyani.
Di sisi lain, sejumlah fakta baru dalam persidangan kemarin terkuak bahwa barang bukti yang di hadirkan berjumlah 38 lembar sirap jati. Pengakuan itu memantik, sang nenek memarahi dan memaki saksi dari Perhutani saat melihat barang bukti yang dihadirkan sebagian besar diakui bukan miliknya. Pemandangan lain, pengacara terdakwa terpaksa membopong ke kursi terdakwa untuk menenangkannya, karena nenek Asyani marah marah terus.
Dalam persidangan kemarin juga sempat terjadi ketegangan antara kubu penasehat hukum dan jaksa penuntut hukum lantaran saksi yang dihadirkan banyak tidak tahu dan mengagungkan keterangan berdasarkan info yang saksi terima.
Tensi persidangan pun makin tinggi saat saksi diminta membedakan bonggol kayu yang dari Perhutani dengan warna kayu milik Asyani yang seharusnya berbeda namun dibilang sama. “Secara kasat mata, kayu lembaran nenek Asyani warnanya lebih putih dan kayu Perhutani lebih coklat pekat kekuningan, ” papar Kuasa Hukum Asyani, Supriyono SH.
Fakta-fakta itulah yang membuat Penasehat Hukum nenek yakin bahwa Perhutani diduga salah mempidanakan nenek Asyani karena barang bukti yang dimiliki nenek berbeda dengan bonggol milik Perhutani yang hilang di petak 43f hutan produksi Jatibanteng. Dalam persidangan pemeriksaan saksi ini dihadirkan 38 lembaran kayu jati olahan dengan lebar 15 cm dan tebal 3 sampai 5 cm. Kayu kayu ini disita dari rumah seorang tukang mebel bernama Cipto yang tak lain adik ipar Asyani.
Kayu itu lantas diakui milik Asyani karena nenek tersebut meminta Cipto untuk membuatkan kursi panjang untuk tempat pijat. Persidangan nenek pun masih menyita perhatian banyak orang hingga membuat ruang sidang penuh sesak. Sidang sendiri kembali di tunda Senin depan (23/3) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan oleh JPU. [awi]

Tags: