Tiga Tantangan Transformasi Ketenagakerjaan di Era Revolusi Industri 4.0

Menaker Ida Fauziyah

Jakarta, Bhirawa.
Ada 3 tantangan transformasi ketenagakerjaan dari dampak Revolusi Industri 4.0. Yakni, pertama, transformasi ketrampilan (skills transformation). Kedua, transformasi pekerjaan (job transformation) dan ketiga, transformasi sosial (society transformation).
“Menghadapi 3 tantangan tersebut, diperlukan inovasi dalam penyiapan kompetensi tenaga kerja. Seperti, regulasi ketenagakerjaan yang fleksibel dan jaminan sosial terhadap peningkatan kompetensi. Juga jaminan sosial terhadap pendapatan masyarakat,” ungkap Menaker Ida Fauziyah saat menjadi pembicara kunci (keynote speech) dalam Coference 2045 “Education To Ignite The Creative Industry” di perpustakaan Nasional-Jakarta, Jumat (28/2).
Ida Fauziyah menyebutkan, ketiga transformasi Ketenagakerjaan itu, banyak disebut peneliti, akan berdampak dalam pekerjaan. Pekerjaan yang berulang-ulang, rutin dan kurang interpersonal, akan hilang. Sementara pekerjaan yang tidak berulang, tidak rutin, interpersonal, akan bertahan. Sedangkan orang-orang dengan pekerjaan ketrampilan tinggi, akan lebih mungkin bertahan dan men dapatkan lebih banyak pendapatan.
“Orang-orang berketerampilan  menengah, lebih mungkin akan diubah oleh robot dan artificial intelligence. Sementara, orang dengan pekerjaan berketerampilan rendah, seperti juru masak, pembersih dll, masih akan bertahan. Tetapi dengan upah sangat rendah,” papar Ida.
Dikatakan, lembaga pendidikan dan pelatihan(Diklat), tidak hanya brtugas mendidik dan melatih saja. Tetapi harus mampu menjadi wadah (platform) ekosistem  peningkatan ekonomi wilayah. Caranya, yakni dengan berkolaborasi dengan berbagai jenis stakeholder (pemangku kepentingan). Acara Mulai dari stakeholder pendanaan, kebakaran akademisi, peluang kerja, komunitas dan pengalaman dari dunia usaha. Untuk menciptakan nilai tambah bagi ekonomi wilayahnya.
Dalam konteks Diklat vokasi revolusi industri 4.0, ungkap Ida, akan memberi 4 dampak. Yakni perubahan tujuan pendidikan dan pelatihan vokasi yang awalnya untuk mendapat pekerjaan (job matching). Menjadi mempertahankan, agar terus bisa bekerja (lifelong employment security) dan kewirausahaan (entrepreneurship & star up).
Dampak kedua adalah perubahan kebutuhan ketrampilan, dari spesialisasi menjadi konferensi (multi-skill). Dikarenakan tuntutan kebutuhan produksi satu produk, yang harus menggunakan teknologi multi-disiplin. Ketiga, perubahan kurikulum pendidikan dan pelatihan vokasi yang semakin individual dan berorientasi menciptakan produk. Keempat, perubahan sasaran Diklat vokasi dari kaum muda (youth People) menjadi kaum rentan terpinggirkan.
“Pemerintah saat ini fokus pada peningkatan kompetensi tenaga kerja, melalui Diklat vokasi. Untuk jangka pendek, pelatihan vokasi akan berperan sentral, karena dampaknya yang relatif lebih cepat bisa dirasakan masyarakat, dibanding pendidikan vokasi. Saya yakin, transformasi Diklat vokasi Indonesia, menjadi kunci penyiapan SDM Indonesia dalam meng hadapi Era Digital ini,” tambah Ida Fauziyah.
Menaker menyambut positif hadirnya vokasi kreatif (vokraf). Karena vokraf menjadi bagian penting dari industri kreatif. Selain dibutuhkan oleh anak-anak muda sekarang, vokraf juga menjadi penyeimbang ekonomi akan lebih baik lagi. Para anak muda diminta jangan berhenti belajar. 
“Saya yakin, kalian akan mendapat masa depan yang lebih baik. Jangan berhenti belajar,” seru Ida Fauziyah yang disambut tepuk riuh hadirin. (Ira)

Tags: