Tiga Tempat Penampuangan Sementara di Kota Probolinggo Urung Dibangun

Tumpukan sampah di TPA Bestari.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Produksi Sampah TPA Bestari Nanggung, Tak Cukup untuk Energi Listrik

Kota Probolinggo, Bhirawa.
Rencana Dinas lingkungan Hidup (DLH) Kota Probolinggo untuk membangun tempat penampuangan sementara (TPS) di wilayah selatan batal dilakukan. Hal ini karena anggaran untuk TPS terkena refocusing pada tahun 2020. Walau demikian menumpuknya sampah produksi sampah tpa bestari nanggung, tak cukup untuk energi listrik. Hal ini diungkapkan Sunjoto, kabid Penanganan dan penanggulangan sampah, dinas Lingkungan Hidup Kota Probolinggo, Selasa (20/4)

“Rencana tahun 2020 ada pembangunan TPS di wilayah selatan, namun dibatalkan karena terkena refocusing. Anggarannya sebesar Rp 200 juta,” ujarnya. Bahwa anggaran untuk pembangunan TPS itu fokus untuk 3 kecamatan di wilayah selatan. “Kademangan, Kedopok dan Wonoasih, yang saat ini memang minim untuk TPS,” terangnya.

Selain TPS yang urung dilakukan pengadaannya, DLH juga memangkas rencana anggaran belanja untuk pengelolaan sampah. Salah satunya adalah pengadaan truk. “Rencana truk arm roll dianggarkan 2 saja, namun karena anggaran di-refocusing maka hanya 1 truk realisasinya,” katanya.

Selain itu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Probolinggo terkendala adanya larangan merekrut tenaga honorer atau PTT sehingga jumlah PTT untuk petugas penyapu jalan semakin minim. Sehingga memunculkan gagasan untuk melakukan pengadaan road sweeper atau truk penyapu jalan, ungkap Rachmadeta Antariksa, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Probolinggo.

“Karena ada larangan untuk rekrutmen PTT, maka kami membuka tenaga relawan. Ternyata peminatnya cukup tinggi untuk menjadi relawan,”. Selain itu, DLH memiliki gagasan untuk melakukan pengadaan swiper atau truk untuk menyapu jalan. “Namun hanya difungsikan di jalan protokol kota probolinggo yang kondisinya bagus,” tuturnya.

Deta menjelaskan bahwa pengadaan road sweeper ini baru tahapan gagasan di DLH saja. Melihat jumlah PTT penyapu jalan saat ini ada 115 orang. “Mengingat anggarannya cukup besar untuk pengadaan sweeper sampai Rp 2,5 Miliar per unit,” terangnya.

Jika terealisasi pengadaan sweeper, maka hanya digunakan di jalan protokol saja. Sedangkan jalan-jalan kelurahan atau kecamatan dilakukan pembersihan oleh PTT penyapu jalan. “Selama ini untuk akses jalan kelurahan dan jalan kecamatan ini belum semuanya terakses penyapu jalan,” lanjutnya.

Produksi sampah di Kota Probolinggo, cukup besar. Namun, nanggung. Karenanya, sampah yang masuk ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bestari, kapasitasnya tidak mencukupi untuk diolah menjadi listrik.

Menurut Deta, sampah yang masuk ke TPA Bestari, rata-rata setiap hari mencapai 70 ton. Angka ini sebenarnya besar, tapi nanggung jika akan dimanfaatkan untuk sumber energi listrik. “Untuk bisa membangun pembangkit listrik dari sampah, minimal dibutuhkan sampai 100 ton per hari,” ujarnya.

Dengan angka 70 ton per hari, sampah yang masuk ke TPA Bestari membuat kondisinya cepat penuh. Sel baru yang digunakan pada awal 2020, kini telah memiliki ketinggian 7-8 meter. “Pada 2019 dibuat sel baru dan digunakan pada Januari 2020 dengan kedalaman 2 meter. Saat ini ketinggian sampah yang menempati sel baru ini mencapai 7-8 meter,” tandasnya.

Jika akan membuat sel baru dibutuhkan anggaran sekitar Rp 4-5 miliar. “Kami berupaya mengurangi sampah yang masuk ke TPA Bestari dengan melibatkan mitra seperti dari Papesa. Namun, efektivitas pemilahan sampah ini hanya mengurangi 5 persen sampah yang masuk ke TPA,” tambahnya.[wap]

Tags: