Tim Aidex Wanala Unair dan Cerita dari Puncak Denali

Tim Airlangga Indonesia Denali Expesition (Aidex) Wanala Universitas Airlangga (Unair) berhasil menaklukkan Puncak Denali, puncak gunung dengan ketinggian 20.320 kaki atau setara dengan 6.194 meter di atas permukaan laut (MDPL).

Tabah di Bawah Tekanan Suhu -55°C dan Serangan Frostbite
Kota Surabaya, Bhirawa
Tim Airlangga Indonesia Denali Expesition (Aidex) Wanala Universitas Airlangga (Unair) telah berhasil menaklukkan puncak gunung dengan ketinggian 20.320 kaki atau setara dengan 6.194 meter di atas permukaan laut (MDPL). Sejarah mencatat setelah tiga ksatria Airlangga itu melakukan summit dalam kurun waktu sekitar 12 jam dari kamp 5 menuju puncak Mc Kinley, gunung tertinggi di belahan bumi utara. Suhu minus 55°C dan serangan frostbite menjadi cerita tak terlupakan sepanjang perjalanan ketiganya.
Persis pada 15 Juni jam 14.05 (23.05 waktu Alaska), Mochamad Roby Yahya mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan, Muhammad Faishal Tamimi Fakultas Vokasi dan Yasak alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik menjejakkan kakinya di puncak the high one (sebutan puncak Gunung Denali).
“Tidak sedikit permasalahan yang dilalui, para tim telah mengorbankan kuliah, keluarga, waktu dan tenaga untuk menggapai puncak Denali ini,” tutur Manajer Tim Aidex Wanala Unair Wahyu Nur Wahid, Minggu (18/6).
Di balik keberhasilan tersebut ada perjuangan luar biasa demi mengibarkan bendera almamater dan sang merah putih. Cuaca dan medan yang ekstrem, suhu minus 55°celcius, ketebalan es setinggi lutut, hingga terjadinya radang pada anggota tubuh akibat kedinginan yang luar biasa (frosbit) menjadi ‘santapan’ mereka sehari-hari. Semua dijalani dengan bekal kekuatan tekat tabah sampai akhir.
Sebelum mencapai puncak, tim selama tujuh hari berada di kamp 4 yang berada pada ketinggian 14.200 kaki atau 4.328 mdpl. Aktivitas tim terhenti dihadapkan pada kondisi whiteout. “Sebuah situasi di mana cuaca yang tertutup salju mengubah berkas cahaya yang menyebabkan hanya objek gelap yang terlihat dan snow showers (hujan salju),” kata Wahyu.
Hal ini mengakibatkan tenda yang mereka gunakan tertutup salju, bahkan tidak terlihat sedikit pun. Selang beberapa hari, tepatnya pada 13 Juni 2017, cuaca membaik dan matahari mulai terlihat. Akhirnya mereka memutuskan untuk berangkat menuju kamp 5 atau yang dikenal dengan high camp pada ketinggian 17.200 kaki 5.243 mdpl. Perjalanan cukup melelahkan dengan tanjakan 45 hingga 60 derajat. “Tanjakan curam ditambah sisa-sisa hujan salju yang membuat ketebalan saljunya hingga selutut,” terang dia.
Empat jam perjalanan menuju kamp 5, salah satu atlet kemudian diketahui melambat, nafas mulai terengah karena dingin. Tim akhirnya mencapai kamp 5 setelah menempuh perjalanan selama 9,5 jam.
Wahyu menuturkan, saat itu kondisi tim sudah teramat lelah. Maka, tim harus beristirahat menyiapkan tenaga  untuk summit attack. Tepat pada 15 Juni pukul 03.00 pagi, tim melakukan perjalanan dengan membawa perlengkapan seringan mungkin.  “Di antaranya kapak es, tracking pole, ransel dan makanan serta minuman secukupnya,” kata dia.

Tags: