Tingkat Kemiskinan Jatim Turun 0,57 Persen

foto ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Selama periode Maret – September 2017, persentase penduduk miskin Jatim mengalami penurunan sebesar 0,57 poin persen, yaitu dari 11,77 persen pada Maret 2017 menjadi 11,20 persen pada September 2017.
Penurunan itu, dikatakan Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jatim, Teguh Pramono dalam menyampaikan rilisnya, sebagai langkah keberhasilan Jatim dalam mengentaskan kemiskinan.
“Penurunan selama satu semester ditunjukkan dengan turunnya jumlah penduduk miskin sebesar 211,74 ribu jiwa yang semula berjumlah 4.617,01 ribu jiwa pada Maret 2017 menjadi 4.405,27 ribu jiwa pada September 2017,” katanya, di kantor BPS Jatim, Selasa (2/1).
Dikatakannya, jika dilihat pada periode Maret 2011 – September 2017, kecuali pada September 2013 dan Maret 2015. Peningkatan angka kemiskinan pada September 2013 dan Maret 2015, antara lain dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak.
Sementara, jika ditinjau secara daerah kota dan desa, lanjutnya, selama periode Maret – September 2017 penurunan persentase penduduk miskin terjadi di perkotaan (turun 0,74 poin persen) dan di perdesaan (turun 0,24 poin persen).
Dipaparkannya juga, kalau ada beberapa faktor yang terkait dengan penurunan persentase penduduk miskin selama periode Maret – September 2017, antara lain selama periode Maret – September 2017 terjadi inflasi umum sebesar 1,36 persen.
Selain itu, selama periode Maret – September 2017 beberapa komoditi makanan mengalami penurunan indeks harga konsumen (IHK), yaitu gula pasir, cabe rawit, bawang merah, dan tahu mentah masing-masing mengalami penurunan 10,47 persen, 83,55 persen, 37,56 persen, dan 0,10 persen.
“Begitupula dengan Indeks upah buruh tanaman pangan mengalami kenaikan sebesar 1,37 persen, yaitu dari 135,06 pada Maret 2017 menjadi 136,91 pada September 2017,” katanya.
Teguh juga mengatakan, peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibanding peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). “Pada bulan September 2017, kontribusi garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 73,96 persen,” katanya.
Kenaikan garis kemiskinan di perkotaan lebih tinggi dibanding di perdesaan. Garis kemiskinan untuk perkotaan meningkat sebesar 8,26 persen dan untuk wilayah perdesaan sebesar 2,49 persen.
Tingginya kenaikan garis kemiskinan tersebut meliputi garis kemiskinan makanan (10,80 persen untuk perkotaan dan 2,13 persen untuk perdesaan) dan garis kemiskinan bukan makanan (1,89 persen untuk perkotaan dan 3,59 persen untuk perdesaan).
Pada September 2017, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama, seperti beras yang memberi sumbangan sebesar 19,05 persen di perkotaan dan 23,38 persen di perdesaan. Bahkan, rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar ke dua kepada Garis Kemiskinan (9,49) persen di perkotaan dan 10,06 persen di perdesaan). Komoditi lainnya yang mempengaruhi adalah daging sapi, gula pasir, telur ayam ras, daging ayam ras, tempe, dan tahu. [rac]

Tags: