Tingkatkan Kesejahteraan Pekerja, SPN Ajukan Tuntutan ke Disnaker

Kepala Disnaker Lamongan Moh.Kamil saat berdialog dengan serikat pekerja.(Alimun Hakim/Bhirawa).

Lamongan , Bhirawa
Di awal tahun 2019 ini, Serikat Pekerja Nasional (SPN) melayangkan sejumlah tuntutan ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Lamongan, untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja.
Beberapa tuntutan tersebut diantaranya adalah meminta Disnaker Lamongan untuk mengawal Pelaksanaan UMK dan UMSK/UMSP di Kabupaten Lamongan dan menertibkan pelaksanaan pekerja kontrak dan pelaksanaan Outsourcing
“Waspada penyelenggara outsourcing bodong, kami juga minta Disnaker menginisiasi pelaksanaan struktur skala upah di tiap perusahaan di Lamongan,” Kata Ari Hidayat, Ketua SPN, Senin (7/1).
Selain itu, kata Ari, mereka juga meminta Disnaker untuk menginisiasi klasifikasi perusahaan memproduksi produk produk unggulan, untuk mengklasifikasi perusahaan yang layak membayar upah sektoral.
“Supaya Kabupaten Lamongan dapat menyusun Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK),” ujarnya.
SPN juga meminta Dsinaker untuk mengawasi perusahaan tentang kepesertaan BPJS, dan mengevaluasi pelayanan BPJS yang pelayanannya dinilai menurun, dengan menghilangkan beberapa item pelayanan.
“Hasil evaluasi itu kemudian direkomendasikan ke pusat. Serta maksimalkan upaya penegakan hukum ketenagakerjaan, dengan memaksimalkan fungsi pengawas ketenega kerjaan dan mediator,” ucap Ari.
Menurut Ari, ketegasan pemerintah dalam mengawal kebijakan industrialisasi dan ketenagakerjaan sangat diperlukan, agar peranan pemerintah dengan berbagai wewenangnya dapat berfungsi maksimal.
“Agar pekerja dapat merasakan keberadaan pemerintah Kabupaten Lamongan sebagai penyelenggara Kegiatan Industri dan ketenagaKerjaan di Kabupaten Lamongan,” tutur Ari.
Menanggapi tuntutan dari SPN, Moh. kamil, Kepala Disnaker Lamongan, mengatakan bahwa hampir seluruh tuntutan tersebut sudah dilaksanakan.
“Sebenarnya kan sudah semuanya itu mas, masalah tripartit sudah, pembinaan sudah dilaksanakan. Masalah BPJS tenaga kerja, sudah 84 persen perusahaan yang sudah ikut BPJS,” kata Kamil.
Menurut Kamil, sekitar 16 persen perusahaan di Lamongan yang belum menjadi peserta BPJS, akan menjadi Pekerjaan Rumah (PR) Disnaker Lamongan di tahun 2019.
“Kalau perkara pelayanan, itu ranahnya BPJS. Kalau kita kan ranahnya bagaimana perusahaan itu ikut BPJS,” tuturnya.
Sementara untuk UMK Lamongan, terhitung mulai bulan Januari 2019 naik menjadi Rp. 2.233.641, dari sebelumnya Rp. 1851.000.
“Jadi UMK itu sudah beres, lha pelaksanaannya nanti itu pengawasannya masuk ke ranah pengawas tenaga kerja Provinsi. Karena dalam undang-undang 23, ada 3 kewenangan yang ditarik ke Provinsi, yaitu terkait pengawasan tenaga kerja, masalah K3 dan terkait wajib lapor perusahaan,” ucap Kamil.
Sedangkan terkait Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK), Kamil mengatakan, hal itu belum bisa dilaksanakan, karena masih minimnya perusahaan yang bergerak pada bidang yang sama.
“Disnaker Lamongan memang mendorong, tapi Apindonya kan belum ada, karena perusahaan yang sejenis masih belum banyak, di Lamongan ini masih beda-beda semua,” kata Kamil, menanggapi tuntutan dari SPN. [mb9.]

Tags: