Tipikor Masuk RUU KUHP?

martin-butuh-tim-solid-untuk.4549Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) warisan kolonial sedang dilakukan oleh DPR-RI bersama pemerintah. KUHP dan ke-acara-annya (KUHAP) merupakan peraturan terhadap tindak kriminal dan pelanggaran hukum biasa. Namun pada revisinya beberapa anggota DPR (termasuk yang berbasis agama) menyusupkan klausul tentang Tipikor (tindak pidana korupsi). Disinyalir, pemerintah dan DPR mengurangi kewenangan KPK.
Tindak pidana korupsi (dan gratifikasi) merupakan extra ordinary crime, kejahatan luar. Sehingga harus diberantas secara luar biasa, dengan sistem regulasi yang luar biasa. Terutama menyangkut kewenangan kelembagaan pemberantasan korupsi (KPK). Lembaga anti-korupsi di Indonesia didirikan berdasarkan amanat TAP MPR Nomor XI tahun 1999 (setara UUD). Lalu diperkuat dengan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
Bahkan secara khusus diterbitkan pula UU Nomor 30 tahun 2002 sebagai bidan yang melahirkan KPK. Lebih dari itu, di hadapan masyarakat internasional, Indonesia juga meratifikasi konvensi PBB (United Nations Convention Against Corruption, 2003) dalam menentang korupsi. Hal itu tertuang dalam UU Nomor 7 tahun 2006.Regulasi sudah komplet. Tinggal aksi nyata dengan keberanian dan kecepatan penuh untuk memberantas korupsi.
Sebab, selama sewindu keberadaan KPK, toh pemberantasan korupsi di Indonesia masih sangat memalukan. Transparancy Internasional masih memberi indeks persepsi korupsi di Indonesia dengan angka nilai 3 (dari 10 yang berarti sempurna). Dengan paradigma anak sekolahan, angka 3 setara dengan rapor merah yang tak dapat ditolong, kecuali dengan mengulang kelas, atau tidak naik kelas.
Lalu kini, melalui momentum revisi Rancangan UU tentang KUHP dan KUHAP, KPK terasa bagai hendak dilemahkan. Setidaknya beberapa kewenangan “sakti”-nya hendak dibatasi.Yakni, antaralain, bahwa penyadapan oleh KPK harus memperoleh persetujuan hakim Pemeriksa Komisaris (Pendahuluan). Begitu pula penyitaan harus izin Pengadilan.
Selama ini, KPK bekerja berdasarkan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (yang sebagian aturannya direvisi dengan UU Nomor 20 tahun 2001). Memang dalam UU 31 tahun 1999, sering digunakan acuan pada KUHP. Antaralain ketentuan pasal 5 sampai pasal 12, tentang rumusan tindak pidana korupsi yang mengacu pada KUHP pasal 209, 210, 387 atau 388, pasal 415 sampai 420.
Yang harus diingat benar adalah, KUHP dibuat sebelum pembentukan KPK. Maka untuk gampangnya (dan cepat) rumusan tindak pidana dinisbatkan pada pasal-pasal KUHP. Tetapi UU Tipikor juga memiliki pasal khusus yang tidak terdapat pada KUHP. Yakni pasal 30 tentang penyidikan. Dinyatakan: “Penyidik berhak membuka, memeriksa, dan menyita surat dan kiriman melalui pos, telekomunikasi atau alat lainnya yang dicurigai mempunyai hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa.”
Terdapat frasa membuka, memeriksa dan menyita surat kiriman melalui pos, telekomunikasi. Itulah yang disebut sebagai kewenangan penyadapan. Bahkan untuk menelusuri kekayaan terdakwa, KPK juga diberi kewenangan meminta kepada pihak bank (pasal 29). Untuk itu, sekarang, KPK bekerjasama dengan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan).Dus, tiada transaksi keuangan via bank maupun non-bank, yang luput dari PPATK, dan seluruhnya bisa diakses KPK.
Maka, andai beberapa kewenangan spesial KPK diatur melalui KUHP (dan KUHAP), telah terjadi kemunduran. Sebelumnya, kewenangan spesial, diantaranya penyitaan tanpa izin pengadilan, telah dicoba dilaporkan ke Polisi oleh elit parpol. Saat itu KPK melakukan penyitaan beberapa mobilyang diduga milik Hasan Lutfi Ishak.
Pelemahan KPK memang terus dicoba oleh beberapa elit politik busuk, secara fisik (pengepungan gedung KPK), secara hukum (kriminalisasi pimpinan KPK) maupun secara regulasi. Tetapi masyarakat akan terus melawan sebagai jihad melawan korupsi.
000

Rate this article!
Tipikor Masuk RUU KUHP?,5 / 5 ( 1votes )
Tags: