TNI-Polri Versus KKB

Aksi teror KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) di Papua, semakin menantang profesionalisme TNI dan Polri. Selama tiga bulan tahun 2022, sudah membunuh 12 orang, termasuk 4 anggota TNI yang gugur. Terasa seolah-olah KKB “menang perang.” Sebaliknya, operasi keamanan dan ketertiban terasa lembek. Bisa berujung ke-khawatiran (dan dugaan), aparat negara gagal melindungi rakyat. Padahal negara memiliki Koopsus TNI, prajurit “pemukul” yang handal. Juga terdapat Densus 88 Polri.

Sudah pernah terjadi gelombang pengungsian terjadi di kabupaten Intan Jaya (Papua), karena gangguan teror penembakan, November lalu. Bagai memperoleh amunisi tambahan, gangguan kelompok kriminal bersenjata (KKB) makin sering terjadi di Papua. Sudah banyak korban jiwa kalangan rakyat sipil, sejak awal September (2021) lalu. Terbaru, 8 pekerja tower Palapa Timur Telematika (PTT) tewas ditembak KKB di distrik Ilaga, kabupaten Puncak, Papua. Sehingga selama tahun 2022 sudah 12 korban jiwa diserang KKB.

Salahsatu pekerja PTT yang menjadi korban serangan KKB, adalah Bebi Tabuni, anak kepala suku Dani (salahsatu suku terbesar di Papua). Hanya jenazah Bebi Tabuni yang telah dikembunikan. Tujuh rekannya sesama pekerja PTT belum dikebumikan. Namun KKB sudah berulah lagi di distrik Sugapa, kabupaten Intan Jaya. Pekerja proyek pembangunan rumah Dinas Sosial Pemkab Intan Jaya, diserang secara brutal. Seorang pekerja menderita bacok serius.

Realitanya, korban jiwa bukan hanya rakyat sipil. Melainkan banyak pula prajurit TNI dan anggota Polri, yang gugur disergap KKB. Korban kalangan prajurit bukan sekadar kalangan personel yang baru bertugas, melainkan juga perwira, hingga Perwira Tinggi! Panglima TNI sudah berjanji akan mengejar pelaku penyerangan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Diduga kuat, KKB cukup ter-organisir berdasar teritorial, serta dilengkapi senjata api, dan senjata tajam tradisional.

Di seluruh dunia, petugas medis tidak boleh diserang. Namun KKB benar-benar menyerang petugas medis, di kabupaten Pegunungan Bintang, Papua. Perawat yang terjebak disiksa, diperkosa, dibunuh dan dilemparkan ke jurang. Maka ke-keji-an luar biasa KKB, wajib segera ditangani dengan operasi gabungan Kepolisian dan TNI secara militer. Karena ke-lembek-an penanganan KKB bisa berdampak menjamurnya KKB baru pada kawasan lain, di luar Papua.

Terbukti, KKB di kabupaten Pidie, Aceh, mulai unjuk keberanian menembak mati perwira TNI, Komandan Tim Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI wilayah Pidie (Aceh). Banyaknya korban kalangan TNI dan Polri, bisa menambah hasrat kejahatan KKB. Karena merasa “menang perang.” Maka aparat keamanan perlu mempertimbangkan penyergapan lebih “nendang,” dibanding selama ini yang terkesan masih lembek. Bisa jadi disebabkan bimbang karena ekses HAM (Hak Asasi Manusia).

Namun sebenarnya seluruh aparat telah dibekali “mandat” berdasar konstitusi, dan berbagai undang-undang. Seluruh tindakan brutal, dan kekejaman yang dilakukan, dapat “ditimbang” dengan UU Nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dengan menggolongkan realita kriminal bersenjata sebagai terorisme, maka negara dapat melakukan operasi pemberantasan lebih effisien. Sekaligus lebih melindungi rakyat.

Negara bisa mengerahkan pasukan elit anti terorisme. Karena keberingasan KKB, bukan kriminal biasa, bukan separatis biasa, juga bukan teroris biasa. Juga bukan bagian dari romantisme separatisme, karena menunjukkan kekejaman yang brutal. Termasuk menyerang warga sipil, warga lokal. Korban jiwa selama tiga tahun terakhir menunjukkan tren meningkat.

Begitu pula proyektil peluru yang ditemukan berukuran besar (7,62 mm x 39 mm). Menandakan senjata yang dimiliki KKB berstandar perang. Ulah KKB sudah tergolong ultra extra ordinary crime. Wajib segera ditumpas.

——— 000 ———

Rate this article!
TNI-Polri Versus KKB,5 / 5 ( 1votes )
Tags: