TNI – Rakyat Bersaudara

Selama dua dekade terakhir, TNI (Tentara Nasional Indonesia) terbukti sukses memperkokoh suasana civil society. Walau sebenarnya tidak mudah “mengawal” supremasi sipil, masih kental euphoria. Bahkan TNI menjadi pengharapan bisa turut menjadi penggerak perekonomian nasional. Misalnya melalui ekspor hasil industri persenjataan untuk kepentingan perdamaian. Kini, TNI hanya memerlukan pola rekrutmen dan pembinaan karir yang disesuaikan dengan kebutuhan zaman.
Seperti kata pepatah, “man behind the guns.” Personel tentara yang membuat senjata menjadi hebat. Sehingga perlu dibentuk tentara yang mampu menciptakan senjata hebat, melalui pendidikan di luar barak. Telah banyak tentara menempuh pendidikan khusus teknik persenjataan. Juga memperdalam bidang hukum, ekonomi, dan politik. Boleh jadi kelak, terdapat perwira tinggi bergelar S-3 (doktor). Mahir dalam bidang teknologi nuklir, serta ahli senjata otomatis, dan kendaraan tempur.
Industri basis TNI sudah mampu meng-ekspor berbagai sarana persenjataan. Anataralain kendaraan tempur segala medan, juga pesawat angkut personel. Serta ekspor jutaan butir peluru berbagai ukuran. Total seluruhnya berharga milyaran dolar. Pada sisi lain, TNI juga menyibukkan industri skala UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dalam negeri. Khususnya pembuatan seragam tentara, pembuatan lencana, sampai sabuk dan pisau komando.
Realitanya, TNI lebih demokratis dibanding partai politik (parpol). TNI bisa lebih cepat me-reformasi diri, merespons positif gelombang demokrasi. Martabat TNI makin terjaga. Dalam UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, klausul menimbang, dinyatakan, “Tentara Nasional Indonesia dibangun dan dikembangkan secara profesional sesuai kepentingan politik negara, mengacu pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia… .”
Klausul menimbang tersebut menjadi sokoguru TNI. Yakni, mengacu pada tiga pilar nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil dan HAM. Sesungguhnya tidak mudah. Karena selama 32 tahun (masa orde baru), TNI biasa memegang kendali supremasi. Tetapi situasi sosial politik nasional saat ini menguntungkan TNI, dibanding era yang telah lalu. Menyebabkan TNI harus berbagi fokus, antara matra ke-tentara-an dengan mata politik praktis.
Amanat dalam klausul menimbang tersebut, diulang lagi pada norma UU TNI pasal 2 huruf d. Maka dengan ketiga pilar itu, TNI niscaya menyatu dengan kehendak rakyat. Ini akan meringankan beban TNI, manakala didukung rakyat secara riil. Bukan hanya dukungan parpol di DPR, melainkan citra positif kebanggaan publik. Citra itu bisa dibangun dengan membaur dalam acara bersama rakyat. Saat ini, situasi kebangsaan tengah terancam “radikalisasi kiri dan kanan.”
Menghadapi ancaman radikalisasi, TNI terasa telah memiliki program aksi sosial, berupa audiensi masyarakat. Misalnya, lebih sering mengundang masyarakat untuk melihat markas tentara. Juga istighotsah bersama masyarakat. Lazim pula dilakukan kerjasama dengan lembaga pendidikan (sekolah serta pesantren) untuk melatih karakter kebangsaan. Pada beberapa daerah, lapangan markas komando dijadikan fasilitasi publik untuk pasar malam, serta arena hiburan umum.
Kebersamaan rakyat dengan TNI, merupakan perintah konstitusi. Dalam UUD pasal 30 ayat (2), diamanatkan, “Untuk pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia ….” Menilik sejarah-nya, TNI memang berasal dari laskar rakyat yang mencintai negaranya, ingin negerinya berdaulat.
Selama 73 tahun, TNI telah melewati berbagai situasi zaman, masing-masing dengan tantangan yang khas. Dahulu (sampai tahun 1965) TNI pernah terkotak-kotak dalam politik ideologi, larut pada kepentingan parpol. Bahkan saling “kokang senjata” terhadap sesama tentara. Memperingati hari jadi TNI ke-73, negara masih “berhutang” peningkatan profesionalisme ke-tentara-an. Juga “berhutang,” kesejahteraan prajurit.

——– 000 ———

Rate this article!
TNI – Rakyat Bersaudara,5 / 5 ( 1votes )
Tags: