Toko Pracangan Sidoarjo Sepi Pembeli

Sidoarjo, Bhirawa
Sumarni, pedagang toko kelontong di  Jl Hayam Wuruk, Desa Sawotratap, Kec Gedangan, sebenarnya sudah lama mengeluh banyaknya minimarket di desa itu, yang berimbas pada sepinya toko kelontong miliknya. Tapi Sumarni tak berani mengadu dan tak tahu harus mengadu pada siapa.
”Sebenarnya sudah lama mengeluh, tapi tak berani, juga harus mengaduh pada siapa,” ujarnya Kamis  (4/3) kemarin.
Menurut Sumarni, tokonya berdiri pada tahun 2012 lalu, sama dengan minimarket yang berdiri pas di depan tokonya miliknya. Namun Sumarni mengeluh tokkonya sepi, apalagi pas ada promo di minimarket itu sebab pembeli lebih memilih membeli ke minimarket itu. Misal ia menjual Migor Rp24 ribu per liter, di minimarket itu dijual Rp21 ribu per liter. Tentu saja pembeli memilih harga yang lebih murah.
Sumarni juga heran, saat ia menjual gula pasir Rp19 ribu per kg, disana dijual Rp23 ribu per kg,  tapi warga justru milih membeli ke Alfamart, karena gulanya import. ”Setahu saya toko di desa ini memang belum sampai ada yang tutup alias bangkrut karena banyak berdiri minimarket, tapi kalau sepi pembeli memang benar, saya hanya bisa pasrahkan pada Tuhan saja,” ujarnya polos.
Menurutnya, di desa ini jumlah minimarket yang ada sebanyak tiga buah. Tapi sebelumnya ada empat. Tapi tak tahu mengapa, ada satu minimarket yang pindah. Bahkan menurutnya, di perumahan Delta Sari, dekat Desa Sawotratap ini, di jalur pintu masuk ke perumahan saja ada lima minimarket berdiri bersaingan, yakni  Alfamart, Indomart dan minimarket lainnya.
Keberadaan ritel modern yang ada di desa seperti itu, menurut data yang dikeluarkan BPS Jatim, jumlahnya memang harus dibatasi. Menurut data lembaga survei ini, di Jatim jumlah minimarket terus bertambah banyak, tahun 2011 ada 148 dan tahun 2014 bertambah menjadi  2.034.
Sementara itu, jumlah toko kelontong menurun, dari 8.393 jadi 8.387. Banyaknya toko kelontong yang kolaps ini sangat berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi warga desa. Sehingga  pemerintah diharap segera mencermatinya. Pemerintah diminta untuk segera membuat regulasi untukmembatasi operasional minimaket di desa.
Tetapi kondisi ini pernah diutarakan Dinas Koperasi Perindag Kab Sidoarjo, memang hingga kini di Sidoarjo belum ada toko bangkrut gara-gara minimarket. Dinas Perindag Sidoarjo belum menerima laporan resmi terkait toko kelontong atau pracangan di desa yang bangkrut, gara-gara kalah persaingan dengan minimarket.
Kabid Perdagangan Dinas KoperasiPerindag Sidoarjo, M Charda, sempat mengatakan, wilayah Sidoarjo termasuk pangsa pasar potensial berdirinya minimarket. Sebab daerah ini  termasuk wilayah penyangga Kota Surabaya. Tapi agar tak sampai terjadi hal yang merugikan masyarakat kecil, Pemkab sesuai dengan aturan selalu menyeleksi saat izin pendirian minimarket.
Banyaknya minimarket di desa, menurut Charda, sebenarnya  malah  akan semakin memperlancar arus distribusi barang. Sehingga konsumen tak akan merasa kesulitan lagi untuk  mendapatkan barang yang menjadi kebutuhannya.
Karena itu, keberadaan minimarket ini telah menjadi kebutuhan di masyarakat. Sehingga menurutnya  akan sulit bila sampai Pemkab melarang pendiriannya. Keberadaan minimarket, menurut Charda,  baru dilarang bila tak sesuai dengan konsep tata ruangnya. Misalnya, dalam usulan untuk membangun perumahan namun dalam prakteknya dipakai untuk membangun minimarket.
Keberadaan minimarket, menurut pendapat Charda, diambil positifnya saja. Dimana keberadaanya telah bisa membuat geliat daerah di sekitarnya. Bila dulu suatu daerah termasuk daerah yang mati, maka tak bisa dipungkiri dengan adanya minimarket bisa menjadi daerah yang lebih hidup. [ali]

Rate this article!
Tags: