Tolak Plasi Bawang Merah, Petani Probolinggo Mengadu ke Polisi

Petani bawang merah di Probolinggo keluhkan palasi yang tinggi.

Kab.Probolinggo, Bhirawa
Para petani bawang merah di Kabupaten Probolinggo mengeluhkan tingginya plasi atau pemotongan jumlah timbang setiap kali mereka menjual hasil panen kepada pedagang. Sebab, angka plasi yang tinggi membuat petani rugi, terlebih harga bawang saat ini sedang anjlok. Karenanya tolak plasi bawang merah, para petani bawang merah di 5 kecamatan mengadu ke polres Probolinggo.
H. Mohdar, petani bawang asal Desa Kedungdalem, Kecamatan Dringu mengatakan, Minggu 2/9, saat ini plasi bawang merah berkisar antar 20 hingga 40 persen per kwintal. Artinya, dalam setiap kwintal bawang kering yang dijual petani, terdapat 20 – 40 kilogram bawang merah yang hilang terpotong plasi. “Ini kan merugikan petani, padahal di daerah lain plasinya tidak sebesar itu. Puluhan tahun kami diam, tidak bisa mengadu kepada siapapun,” tuturnya.
Sejatinya pada tahun 2015 lalu, petani dan pedagang sempat menyepakati besaran plasi dikisaran 10 persen. Kesepakatan verbal itu terjalin setelah Menteri Pertanian RI, Andi Amran Sulaiman, melakukan kunjungan kerja ke area tanaman bawang merah petani dan Pasar Bawang Merah Dringu. “Sayangnya kesepakatan itu tidak dibarengi dengan payung hukum, hanya ada papan informasi di pasar bawang. Akhirnya kesepakatan itu berlaku sementara dan plasi kembali tinggi seperti sekarang ini,” paparnya.
Keluhan senada juga disampaikan oleh Cung Samiyono, petani bawang merah asal Desa Sumberkerang, Kecamatan Gending, menurutnya, plasi memang harus ada dalam transaksi jual beli bawang merah dengan tujuan agar kedua belah pihak sama-sama tidak dirugikan.
“Akan tetapi kalau plasinya diatas 20 persen, ya nangis petani. Saya pikir, plasi 10 persen sudah sama-sama enak. Kami juga tidak menjual bawang merah jelek, bisa dicek dulu oleh pedagang sebelum membeli bawang merah kami,” tandasnya.
Harga jual bawang merah ditingkat petani saat ini anjlok. Bawang merah kualitas super hanya laku sebesar Rp 12 ribu per kilogram. Sedangkan harga bawang merah dengan kualitas sedang, paling mahal terjual Rp 10 ribu per kilogram.
Oleh karena itu petani bawang merah melurug Mapolres Probolinggo, kemarin. Kedatangan petani ini untuk mengadukan tingginya plasi atau potongan berat timbang bawang merah kepada Kapolres Probolinggo, AKBP Fadly Samad.
Para petani yang berasal dari lima kecamatan di wilayah Kabupaten Probolinggo, masing-masing Kecamatan Dringu, Gending, Tegalsiwalan, Leces dan Banyuanyar. Kepada Kapolres, petani mengeluhkan tingginya plasi yang berkisar antara 20 hingga 40 persen per kwintal. “Kami meminta perlindungan disini, kami rugi kalau setiap menjual bawang merah selalu terkena plasi yang tinggi,” kata Husen.
Selain di pasar bawang Dringu, sistem plasi ini menurut Husen, juga berlaku saat petani menjual bawang merah di sawah. Petani berharap agar polisi bisa menjembatani keluhan petani kepada para pemangku kebijakan, dalam hal ini Pemkab Probolinggo dan DPRD setempat. “Tuntutan kami agar setiap bedak di pasar bawang merah Dringu menggunakan timbangan elektrik, hapus plasi dan bentuk tim satgas bawang untuk menertibkan plasi ini,” tandasnya.
Dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh Plh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Pemkab Probolinggo, Mahbub Zunaidi ini, Kapolres Fadly Samad menjelaskan bahwa pihaknya akan mendorong pemerintah setempat membuat regulasi yang jelas, sehingga polemik tarik ulur plasi terselesaikan.
“Jika aturannya sudah jelas, apabila ada yang melanggar bisa langsung ditindak. Kami juga punya satgas pangan yang akan mengecek masalah plasi ini di lapangan, termasuk akurasi timbangannya,” tegas Kapolres Fadly. [wap]

Tags: