Tolak UU Cipta Kerja Meluas di Jawa Timur

Jember,Bhirawa
Demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja serentak terjadi di Jawa Timur. Selain di kota Surabaya sebagai ibu kota provinsi, demo yang dilakukan kaum buruh dan mahasiswa ini dilaporkan terjadi di berbagai daerah terutama pusat ekonomi dan industri.

Aksi demonstrasi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di halaman gedung DPRD Jember ricuh, Kamis (8/10). Sejumlah fasilitas umum dan beberpa kaca jendela gedung rakyat pecah akibat lemparan batu para demonstran.

Awalnya, aksi unjuk rasa yang digelar oleh 25 aliansi mahasiswa yang tergabung dalam Jember Menggugat, berjalan damai. Bahkan, perwakilan pendemo dari 25 Aliansi mahasiswa di Jember sempat menemui wakil rakyat di DPRD Jember. Namun, pertemuan tersebut menyulut emosi ribuan pendemo yang ada di luar gedung.

Koordinator lapangan Andi Saputra mengatakan, aliansi tersebut tergabung dari berbagai elemen masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja yang sudah di sahkan oleh DPR RI.”Dalam butir-butir UU tersebut banyak sekali permasalahan yang berdampak langsung pada masyarakat,” jelas Andi.

Dengan UU Cipta Kerja, dikhawatirkan akan membuka peluang bagi korporasi asing yang lebih luas dan menyengsarakan rakyat. Oleh sebab itu, mahasiswa dan pelajar menggelar aksi menolak UU Cipta Kerja.

“Kami juga memberikan mosi tidak percaya pada pemerintah dan DPR RI. Sebab, pembahasan terkesan sepihak dan ditutup-tutupi. Dengan dalih pandemi Covid 19, dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan memuluskan UU Cipta Kerja,” tegasnya.

Aksi unjuk rasa mahasiswa dan pelajar di Jember juga dihadiri oleh aktivis 1998 Muhammad Iqbal yang ikut turun ke jalan. Ia mengatakan, undang-undang ini bukan hanya berdampak terhadap ketenagakerjaan di Indonesia saat ini. Namun juga hingga 15-20 tahun kedepan.

“Oleh karena itu, rakyat harus berjuang bersama sebelum menyesal berkepanjangan.Saya hadir disini memberikan semangat dan ikut menolak adanya UU Cipta Kerja,” ujar Muhammad Iqbal, Aktivis 1998 yang juga dosen Universitas Jember kemarin.

Pasuruan yang menjadi salah satu pusat industry Jawa Timur tak luput dari aksi demo tolak UU Cipta Kerja. Ribuan elemen mahasiswa dari lintas organisasi se-Pasuruan Raya melakukan unjuk rasa menolak Omnibus Law Cipta Kerja di Gedung DPRD Kabupaten Pasuruan, Kamis (8/10).

Massa dari BEM dan berbagai organisasi pergerakan mahasiswa, pelajar menyampaikan mosi tak percaya pada pemerintah dan DPR. Dalam aksinya, mereka membawa spanduk dan poster penolakan UU Cipta Kerja.

Massa pengunjuk rasa sempat tertahan di pintu gerbang DPRD Kabupaten Pasuruan yang dijaga puluhan aparat kepolisian.

“Unjuk rasa ini adalah bentuk luapan penolakan rakyat Kota dan Kabupaten Pasuruan usai secara formil proses pembentukan UU Cipta Kerja rampung di ketok palu di rapat paripurna DPR RI tanggal 5 oktober 2020. Kami tidak ingin ada dialog lagi. Kami menyampaikan mosi tidak percaya terhadap pemerintah dan DPR,” ujar salah satu coordinator demo ,Abdul Hamid.

Ada empat hal yang menjadi tuntutan peserta aksi. Yakni, pertama disahkannya UU Cipta Kerja ini dinilai cacat formil, tertutup dan terdapat banyak pasal yang kontroversial, merugikan dan inkonstitusional.

Kemudian, melegitimasi investor untuk melakukan perbudakan modern yang secara legal dibenarkan oleh UU Cipta Kerja ini. Selanjutnya, perampasan dan penghancuran ruang hidup rakyat. Serta yang terakhir adalah UU Cipta Kerja dinilai rentan terhadap hegemoni berbagai sektor yang terus menggerus pikiran-pikiran inovatif.

“Kami menolak dan menuntut UU Cipta Kerja dicabut,” kata Abdul Hamid.

Di tengah-tengah unjuk rasa, massa mendadak mengambil umbul-umbul yang ada di kanan kiri pintu masuk gedung DPRD dan merobek baliho anggota dewan. Selanjutnya, massa kemudian membakar ban di tengah jalan hingga memacetkan satu arah jalur pantura Pasuruan-Banyuwangi.

Penolakan UU Cipta Kerja teru berlanjut, kali ini datang dari aktivis yang tergabung Aliansi Lamongan Melawan (ALM), menggelar demo di depan gedung Pemerintah Kabupaten Lamongan.Mereka tetap keras menolak UU Cipta Kerja atau Omnibus Law,Kamis (8/10).

Dalam aksi yang di motori oleh GMNI, HMI, IMM, Fornasmala, beserta buruh dan pelajar ini menolak UU Cipta kerja karena dinilai tidak berpihak kepada rakyat kecil.

Terpantau di lokasi, titik kumpul aksi dimulai di belakang gedung Plaza Lamongan. Kemudian pukul 09:30 WIB para peserta aksi melakukan long march dengan menyanyikan lagu buruh tani, darah juang, menuju gedung Pemkab Lamongan.

Sesampainya di gedung Pemkab, ALM melakukan orasi dan menyampaikan tuntutan mereka terhadap Pemkab Lamongan dan ingin bertemu langsung dengan Bupati Fadeli.

Tetapi, dalam aksi di depan gedung Pemkab, ALM tidak dapat bertemu dengan Fadeli, dan para demonstran hanya bisa menemui Kepala Dinas Tenaga Kerja Lamongan, Hamdani.

“Nanti kita sampaikan ke pemerintah pusat.Kita wadahi aspirasi kawan kawan semua,” sambil menangis Hamdani mengatakan itu saat menemui para demonstran.

Korlap aski Amir Mahfud dalam orasinya mengatakan, Pemerintah Pusat dan DPR RI telah melakukan penghianat terhadap rakyat Indonesia dengan mengesahkan UU Cipta Kerja yang Kontroversi serta mendapat banyak penolakan dari berbagai elemen masyarakat, baik dari buruh, nelayan, petani, mahasiswa dan pelajar.

“Dapat kita lihat, bahwasanya Pemerintah tidak sedikitpun memepertimbangkan suara rakyat dan Pemerintah tidak memghiraukan nasib rakyat kecil,” tegasnya.

Usai bertemu perwakilan dari Pemkab Lamongan, Mahasiswa menyodorkan Pakta integritas dan ditandangani oleh Hamdani dan berstempel Pemkab Lamongan.

Kemudian, aksi dilanjutkan menuju Gedung DPRD Lamongan, hingga berita ini di tulis. Para Demonstran masih melakulan aksi demostrasi di depan Gedung DPRD.

Di Gresik ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Gresik, gelar unjuk rasa tolak Omnibus law yang disahkan dua hari yang lalu, gara-gara menunggu tanda tangan fakta integritas. Demo akhirnya menjadi ricuh, akibat ban yang di bakar di matikan.

Aliansi yang terdiri dari PMII, GMNI, LMND, dan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Gresik. Membawa satu mobil komando (mokom), serta poster tolak omnibus law. Aksi demo ricuh sekitar kurang lebih 10 menit, yang semula berjalan damai. Dengan memang spanduk hujatan pada anggota dewan, juga melakukan orasi secara bergantian.

Aparat kepolisian berhasil memukul mundur, setelah terjadi saling balas lembat botol plastik bersama. Satu diantara mssa aksi jatuh dari mobil, dan dimasukkan ke mobil porkes Polres Gresik. Aksi lembali berjalan damai, dan Ketua DPRD Gresik Abdul Qodir tanda tangan.

“Kami menolak Omnibus law, sebab telah menghianati para buruh dan rakyat pada umumnya.

Kita bersatu atas nama keresahan masyarakat, dan kelas buruh di Indonesia.”ujar korlap aksi Khoirul Alim

Persatuan dari kaum mahasiswa dan buruh dalam menolak Omnibus law. Sebagai bentuk keresahan masyarakat dan kelas buruh, karena bertentangan dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 45, karena kekayaan alam negeri Indonesia dikuasai oleh investor asing, buruh di gaji murah dan di hitung dengan jam kerja.

Sementara Ketua DPRD Gresik Abdul Qodir mengatakan, bahwa sepakat dengan yang telah di tuntut oleh mahasiswa. Menolak Omnibus law, fakta kesepakatan nanti akan di teruskan pada DPR RI

Menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, ratusan mahasiswa dan masyarakat menggelar aksi dan duduki Kantor DPRD Kota Blitar, Kamis (8/10)

Ratusan mahasiswa yang tergabungan dari organisasi GMNI, PMII, HMI, IMM dan masyarakat selain melakukan orasi di depan kantor DPRD Kota Blitar, juga menggelar aksi treatikal dalam bentuk musyawarah persidangan rakyat, dimana para peserta aksi menyatakan menolak pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Kordinator Aksi, Manda, dalam orasinya mengatakan pihaknya tidak bisa menerima pengesahan UU Omnibus Law yang sudah dilakukan oleh DPR RI, sehingga pihaknya meminta untuk dicabut karena dinilai UU Cipta Kerja hanya menguntungkan investor saja.

“Omnibus Law UU Cipta Kerja harus segera dicabut, kami tidak setuju dengan UU Omnibus Law. Masyarakat nanti hanya menjadi tumbal saja,” kata Manda dalam orasinya di depan Kantor DPRD Kota Blitar.

Lanjut Manda pihaknya menilai Omnibus Law harus dijegal, karena berpihak kepada asing, bukan kepada rakyat Indonesia karena isi dalam undang-undang sangat mengorbankan masyarakat.

“Bukannya melindungi masyarakat, Undang-Undang ini justru melemahkan masyarakat,” jelasnya.

Selain itu dikatakan Manda, dengan tegas mahasiswa meminta DPRD Kota Blitar untuk menyampaikan aspirasi mereka ke Pemerintah Pusat, namun jika tidak ditanggai phaknya mengancam akan turun lagi dengan massa yang lebih banyak.

“Kami akan menduduki Kantor DPRD Kota Blitar turun dengan jumlah yang lebih besar lagi, jika aspirasi kami tidak diterima,” tegasnya sambil meminta Anggota DPRD Kota Blitar untuk keluar menemui ratusan mahasiswa.

Seribu lebih aktifis mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Sumenep (AMS), melakukan aksi demonstrasi didepan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep. Mahasiswa gabungan dari berbagai kampus swasta di Kota Keris ini menolak Omnibus Law atau Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang baru disahkan pada 5 Oktober 2020.

Dengan menggunakan satu mobil komando, mahasiswa bergerak ke depan gedung DPRD di jalan Trunojoyo. Mahasiswa membawa berbagai poster kecaman terhadap wakil rakyat di DPR RI yang dianggap sudah tidak berpihak pada rakyat.

Aksi mahasiswa mendapatkan pengamanan ketat dari aparat kepolisian, bahkan di depan kantor wakil rakyat itu terpasang kawat berduri. Tidak hanya polisi, puluhan polwan pun diturunkan dengan menggunakan kerudung putih yang berada dibarisan garis depan setelah kawat berduri.

Korlap aksi mahasiswa, Abd. Mahmud mengatakan, hasil kajiannya mahasiswa Sumenep bersepakat menolak UU Cipta Kerja. Pasalnya, banyak pasal di dalmnya yang tidak berpihak pada buruh dan pekerja, bahkan condong menindas terhadap rakyat kecil, terutama para buruh.

“Kami meminta DPRD Sumenep bersama kami menolak undang-undang itu. Kami harap suara penolakan mahasiswa bisa disampaikan pada DPR pusat,” kata Abd. Mahmud, Kamis (8/10).

Menururnya, dari beberapa pasal di UU Cipta Kerja ini ada yang akan berdampak pada Sumenep, utamanya yang berkenaan dengan investasi dan dampak lingkungan. Kendati demikian, mahasiswa kecewa pada wakil rakyat Sumenep yang tidak bersedia menemui pendemo untuk menyamakan persepsi bersama-sama dengan mahasiswa untuk menolak UU Cipta Kerja tersebut.

“Aksi ini merupakan penyampaian aspirasi rakyat yang terus berkelanjutan. Akan ada aksi lagi dengan massa yang lebih banyak lagi. Kenapa wakil rakyat tidak menemui kami, padahal ini persoalan rakyat,” jelasnya.

Ratusan pengunjuk rasa gabungan dari PMII, GMNI, LSM Daulat Hijau, LSM Lingkungan Hidup dan LSM Pamekasan Menggugat, berhasil menggugah pimpinan DPRD kabupaten Pamekasan, ikut menolak Undang-undang Cipta Kerja (Omnibus Law) disah DPR RI itu.

Aksi damai mendapat pengamanan ketat aparat, diawali di sekitaran Tugu Arek Lancor kemudian long Mark menuju kantor DPRD Pamekasan dengan jarak hampir 2 Km, pada Kamis (8/10).

Di sepanjang jalan, para Ketua organisasi secara bergantian berorasi dengan menggunakan pengerasan suara yang dinaikan di atas mobil pick up.

Orari di depan agar kantor Dewan ini, para pengunjuk rasa secara tidak langsung mengajak para Ketu dan Wakil Ketua DPRD, serta Ketua-ketua Komisi berjemur di panas terik matahari di atas pukul 11.OO wib.

Ketua PMII Cabang Pamekasan, Lutfi beralasan, diajaknya para pimpinan dewan ini mendengar orasi dan berpanas-panasan agar merasakan betapa sulitnya petani, buruk dalam bekerja. Kemudian mereka harus andil membayar pajak.

“Bapak-bapak anggota dewan dan lain. Hidup enak, punya gaji dan jaminan hidup. Di mana itu adalah juga hasil dari pajak rakyat kecil,” katanya.

Sementara Sofi, Ketua Korpri PMII Pamekasan menyatakan, mahasiswa ke sini berpanas-panasan bukan tidak ada pekerjaan tetapi rasa terpanggil membela kepentingan hajat hidup masa depan rakyat Indonesia.

“Kami ke sini, turun ke jalan karena ingin membela kepentingan rakyat, seperti Buruh Petani dan lainnya. Kami tidak berdiskusi tapi menolak Undang-undang Cipta Kerja yang sudah disahkanDPR RI,” tegasnya.

Aksi membentangkan spanduk “Pamekaran Mengutuk Omnibus Law” dan pamplet yang berisi kritikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat tersebut. Semua adalah luapan kekecewaan atas kinerja yang lebih condong membela oligarki (Penguasa dan Pengusaha). [Efi.hil.aha.kim.htn.san.sul.din]

Tags: