Tommy Kaihatu: Dampak Covid-19 Ekspor Non Migas Provinsi Jawa Timur Turun

Kesibukan transportasi ekspor impor

Surabaya, Bhirawa
Kinerja ekspor Jawa Timur pada bulan Mei 2020 tercatat mengalami penurunan sebesar 9,53 persen, dari US$ 1,37 miliar di bulan April 2020 menjadi US$ 1,24 miliar. Kondisi tersebut menurut Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Internasional dan Promosi Luar Negeri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Tommy Kaihatu disebabkan oleh merebaknya pandemi Covid-29 di seluruh dunia yang mengakibatkan diberlakukannya sejumlah kebijakan yang berdampak pada mandegnya aktifitas ekonomi.

“Meskipun ini adalah hal yang tidak kita inginkan, tetapi kondisi ini sangat wajar karena perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-29 tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi di seluruh dunia. Dan kami melihat tren penurunan ini disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu kurangnya bahan baku, tertutupnya negara tujuan ekspor dan turunnya produktivitas industri akibat pembatasan sosial berskala besar yang diterapkan pemerintah,” ujar Tommy di Surabaya.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa pandemi telah mengakibatkan arus impor Jatim menjadi terkendala. Bahkan data BPS Jatim menunjukkan impor non migas Jatim pada bulan Mei 2020 mengalami penurunan sebesar 32,4 persen. Padahal komoditas impor Jatim terbesar adalah bahan baku industri. “70 persen lebih bahan baku industri kita itu berasal dari impor. Jika impor Jatim terkendala, maka produksi industri Jatim juga akan terkendala,” ujarnya.

Di sisi lain, kebijakan sejumlah negara untuk melakukan penutupan sementara terhadap arus manusia dan barang dari luar negeri yang bertujuan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 juga telah berdampak negatif terhadap penurunan ekspor Jatim.

Hal ini terlihat dari penurunan permintaan dari sejumlah negara tujuan seperti ekspor ke Belanda mengalami penurunan sebesar 31 persen, ekspor ke Jerman turun 37 persen, ekspor ke Jepang turun 33,8 persen dan ekspor ke Korea Selatan turun sebesar 43,3 persen.

“Faktor lainnya yang mengakibatkan turunnya ekspor non migas kita adalah adanya kebijakan PSBB di sejumlah daerah di Jatim. Karena pada masa PSBB, hanya beberapa industri vital saja yang boleh beroperasi. Dan yang boleh beroperasi pun harus mengikuti protokol Covid-19 dengan menerapkan physical distancing, sehingga produksi pun akhirnya turun sekitar 50 persen,” ujarnya.

Kendati mengalami penurunan, Tommy masih melihat optimisme pasar dalam negeri. Bahkan jika dibandingkan dengan negara lain, kondisi ekonomi Indonesia, termasuk Jatim masih jauh lebih baik. Di saat negara lain mengalami kontraksi pertumbuhan di kuartal pertama 2020, ekonomi Indonesia ternyata masih mampu tumbuh walaupun hanya sekitar 2,97 persen dan Jatim tumbuh sebesar 3 persen.

“Ini artinya, struktur ekonomi Indonesia sebenarnya tidak terlalu terguncang. Ini juga terlihat dari kian menguatnya rupiah di pasar global. Keguyuban kita lah yang menjadikan ekonomi kita tetap stabil. Donasi hampir dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat. Guyub, kekeluargaan dan gotong royong menjadi kunci stabilnya ekonomi. Inilah hebatnya Indonesia” tegas Tommy.

Dan dengan kembali dibukanya aktivitas ekonomi sedikit demi sedikit melalui skema kenormalan baru, ia optimistis ekonomi Indonesia, khususnya Jatim di Semester II/2020 bakal mampu tumbuh sebesar 3 persen hingga 3,5 persen.

“Terlebih saat ini Unair, BIN dan BNPB telah menemukan obat Covid-19. Dan secara psikologi pasar menjadi bergairah. Tetapi pesan dari Kadin Jatim, jangan terlena. Kita boleh bergembira tetapi harus tetap waspada. Lebih baik mencegah dari pada mengobati. Tetapi intinya, ada harapan lagi bisa bekerja normal,” pungkasnya.[ma]

Tags: